Share

Mencari kebenaran

"Kudengar kau sangat ahli dalam seni pedang, Kasim Wu Jian."

Wu Jian baru saja kembali dari dapur ketika seseorang mencegatnya. Rambutnya panjang, memiliki warna hitam dan putih. Perawakannya pun tinggi. Wu Jian melihat seksama, ia mengenakan pakaian prajurit. Lantas Wu Jian membungkuk hormat.

"Maaf, permisi."

"Hei, jangan begitu. Bermainlah denganku sebentar."

"Saya punya banyak urusan."

"Kau takut?"

Tidak, Wu Jian tidak pernah takut pada apapun. Pria itu hanya memancingnya. Ia tak boleh terbawa perasaan. Baru saja Wu Jian hendak melangkah,

"Oh, kau pelayan wanita desa itu, bukan? Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Kaisar. Memilih wanita murahan untuk puteranya."

Wu Jian berbalik dan hendak memukulnya. Tetapi pria itu dengan gesit menghindar. "Wanita itu pasti sangat berharga bagimu. Kau menyukainya, 'kan?"

"Saya tidak ingin mencari keributan."

Penantang itu mendongak. "Ini hanya latih tanding. Ayolah. Tunjukkan kau memang pantas menjadi Kasim di kerajaan ini."

****

Sebuah laga secara dadakan diadakan di tanah lapang. Dua orang pria saling membawa pedang dan bersiap menghunus satu sama lain.

Zhen Shui datang bersama Lin Guang untuk melihat pertandingan ini setelah mendengar kabarnya. Perempuan itu terkejut saat mengetahui bahwa salah satu partisipan itu adalah Wu Jian. Ia memang mempelajari seni pedang, tetapi Lin Guang tetap khawatir. Zhen Shui di sebelahnya hanya melirik sebentar, melihat wanita itu yang tampak cemas. Lalu ia mengalihkan pandangan kembali pada dua orang yang menjadi pusat atensi.

"Aku harap Wu Jian baik-baik saja." kata Lin Guang.

"Dia temanmu dari Desa itu?"

"Iya, Pangeran. Wu Jian sangat hebat dalam segala hal, tapi tetap saja ... aku ... aku takut kehilangannya."

"Ini hanya latih tanding, kau tidak perlu khawatir." Zhen Shui berusaha menenangkannya. Jarang-jarang melihat He Xiong, prajurit terbaiknya tertarik dengan orang asing. Ia yakin ini akan menjadi pertunjukan yang menarik.

Di tengah sana, pertarungan telah dimulai. Keduanya saling menyerang dengan agresif, menghindar lalu berputar. Wu Jian memajukan satu kaki dan mengarahkan pedang pada pria yang menantangnya itu. Serangannya dipatahkan dan dibalas dengan cepat. Wu Jian terhuyung, tapi ia segera berpindah posisi saat melihat pedang lawannya sudah siap mengenainya.

Pertarungan berlangsung sengit. Baik Wu Jian maupun lawannya tak mau mengalah. Ketika ada kesempatan, Wu Jian menggunakannya untuk menyingkirkan senjata pria itu, lalu mengarahkan ujung pedang ke lehernya. Pria itu mengaku menyerah sambil tertawa. Wu Jian mengernyit, ada apa dengan orang ini?

"Kau hebat sekali untuk ukuran seorang pelayan." Ia berdiri, menepuk debu yang menempel. "Aku He Xiong, He Xiong."

"Wu Jian."

"Aku tahu. Akan aku ingat. Mari bertemu di pertandingan selanjutnya, Wu Jian."

Wu Jian membuang pedangnya. Pertandingan ini tidak ada artinya. Hanya membuang-buang waktu saja. Ia menghadap ke arah timur, melihat Lin Guang dan Zhen Shui berada di sana, menontonnya. Apa Lin Guang melihat semua aksinya tadi?

Ia melihat Zhen Shui merangkul pundak Lin Guang dan mengajaknya pergi. Wu Jian ditampar kenyataan ke-sekian kali. Ia juga tidak bisa marah karena situasi. Pada akhirnya ia hanya diam dan kembali melakukan tugasnya.

***

"He Ding Hong itu minuman arak?"

"Bukan, itu racun."

Belajar menjadi pelayan istana itu tidak mudah. Wu Jian mendapatkan banyak pengetahuan baru ketika di sini. Ia sekarang juga bisa membaca, sama seperti Lin Guang. Seorang pelayan diharuskan menguasai banyak pengetahuan untuk memuaskan majikan mereka. Termasuk makanan dan obat-obatan. Tak lupa dengan tata krama.

"Wu Jian, kau sangat hebat tadi! Aku melihatmu melawan Jenderal He Xiong!" seru salah seorang pelayan di sana.

Jenderal?

"Jenderal He Xiong tak biasanya meminta hal seperti itu. Dan kau hampir mengalahkannya. Kau sangat hebat! Dari mana kau mempelajarinya? Seni pedang."

Para pelayan lain mulai berkumpul, memandang penuh harap agar sekiranya Wu Jian mau menjawab pertanyaan mereka. Wu Jian bingung dilihat orang banyak, ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Namun bila ia tak segera menanggapi, mereka semua juga tidak akan pergi.

"Dulu Ayahku seorang prajurit." Jawab Wu Jian jujur. Sedang mereka masih menatap kagum pada kebolehannya barusan melawan He Xiong.

"Hebat! Lalu di mana Ayahmu sekarang?"

Wu Jian memilih tidak menjawab dan berlalu pergi, membereskan tanaman obat yang mereka pelajari hari ini dari Qin Ai, Kepala Pelayan di istana ini. Para pelayan langsung terdiam, sepertinya Kasim Wu Jian tidak menyukai topik itu.

"Wu Jian, kau sangat hebat hari ini." Puji Qin Ai setelah para pelayan lain bubar dan kembali ke tempat mereka masing-masing. Lantas ia melanjutkan,

"Sebenarnya aku pikir dia sebenarnya mengalah, masih belum menunjukkan semua kemampuannya. He Xiong memang sangat hebat. Dia adalah prajurit terbaik istana saat ini. Kau sangat beruntung bisa bertarung melawannya."

Qin Ai meletakkan tanaman-tanaman kembali di rak. "Apa kau sibuk setelah ini?"

Wu Jian sebenarnya sedang mencari alasan untuk bertemu Lin Guang, dengan tugas sebagai kedoknya. "Lin Guang memintaku datang ke kamarnya malam ini untuk membaca lagi."

"Kalian sangat dekat, ya."

"Kami teman sejak kecil." Jelas Wu Jian. "Kami saling menjaga satu sama lain."

"Aku mengerti." Qin Ai tersenyum padanya. "Kalau masih tidak ada yang kau pahami, kemarilah padaku. Hari ini pelatihanmu sebagai Kasim telah berakhir, kau bisa melayani Nona Lin Guang setiap hari."

"Terima kasih atas bimbinganmu selama ini." Wu Jian memberikan penghormatan.

"Tidak perlu, kita adalah sesama pelayan." Qin Ai mengingatkan. "Semoga berhasil, Kasim Wu Jian."

***

Dengan berakhirnya pelatihan menjadi Kasim, sekarang Wu Jian bisa mengikuti ke manapun Lin Guang pergi. Bahkan ketika bersama Zhen Shui. Sebenarnya, ada sedikit ketidakrelaan. Namun ia harus menyembunyikan niat membunuhnya ketika berada di hadapan Zhen Shui.

Belum saatnya.

"Kau tidak ikut minum juga, Wu Jian?" Tanya Lin Guang setelah Wu Jian selesai menuangkan minuman untuk makan siangnya dan Zhen Shui. Pangeran Mahkota tidak berkata apa-apa, maka Wu Jian menolaknya dengan halus.

"Kau menyebalkan."

"Terima kasih."

"Itu bukan pujian, tahu."

Wu Jian harus berterima kasih pada Lin Guang untuk ini. Kebetulan saja perempuan itu tak mau pelayan selain dirinya. Zhen Shui juga tidak keberatan selama Wu Jian bisa menjalankan tugasnya. Meski biasanya ada beberapa pelayan untuk seorang wanita di istana ini.

Zhen Shui dan Lin Guang membicarakan beberapa hal. Wu Jian mengedarkan pandang ke sekeliling. Istana ini besar sekali. Walau setengah tahun telah berlalu, ia masih belum bisa menemukan ibunya. Hal terakhir yang dia ingat, ibunya berkata bahwa ia bekerja di tempat ini. Ia telah bertanya pada Qin Ai, tapi wanita itu bilang tidak pernah ada pelayan dengan nama seperti itu.

Lalu selama ini, ibunya bekerja di mana? Apa yang dilakukan olehnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status