Michael duduk di kursi kebesarannya, seraya mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jemari kokohnya. Sepasang iris mata biru Michael menajam menatap lurus ke depan, dengan jutaan hal ada di dalam benaknya.
Seringai tipis di wajah Michael terlukis. Tampak kepuasan di wajahnya muncul seakan dia telah memiliki sesuatu rencana. Sebuah rencana terpendam yang sejak lama pria itu ingin jalankan.
Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Michael mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu, dan langsung meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Tuan Michael,” sapa Erlan—asisten Michael—melangkah mendekat pada Michael.
Michael menatap dingin asistennya itu. “Ada apa, Erlan?”
Erlan terdiam sebentar, dengan raut wajah serius. “Tuan, rencana yang Anda inginkan sudah berjalan.”
Sudut bibir Michael terangkat, membentuk seringai kejam. Iris mata birunya menujukkan jelas kepuasan seperti menang dalam permainan. “Good, mulai besok aku bisa bersenang-senang.”
Lalu, tatapan Michael teralih pada sebuah foto gadis cantik dengan rambut cokelat tebal di ikat ke atas. Kulit putih layaknya porselen. Tubuh yang indah dan seksi. Semua yang ada pada gadis itu sempurna.
‘See you, Baby Girl,’ batin Micahel dengan seringai di wajahnya.
***
“Ck! Kenapa para pria tua itu menyebalkan sekali?” Casandra menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Raut wajah gadis itu nampak kesal dan marah setelah selesai meeting dengan jajaran para direksi.
Hari ini adalah hari pertama Casandra memegang alih Stewar Group. Well, tentu tak sepenuhnya, karena Devan, ayahnya masih kerap mengawasi Casandra. Di usia yang masih menginjak 23 tahun, sebenarnya Casandra belum siap memegang posisi tinggi di perusahaan keluarganya ini, namun apa boleh buat jika sang ayah sudah mengambil keputusan. Mau tak mau Casandra harus menurut, daripada terkena masalah baru.
Jean meringis mendengar omelan Casandra. “Nona, pria tua yang Anda maksud adalah para jajaran direksi.”
Casandra menyambar wine di atas meja, dan menenggaknya. “I don’t fucking care. Mereka terlalu banyak bertanya membuat kepalaku pusing.”
“Nona, hari ini adalah hari pertama Anda di perusahaan. Wajar kalau Anda mendapatkan pertanyaan yang cukup membuat Anda tersudut,” ujar Jean berusaha menenangkan Casandra.
Casandra mendesah kasar. “Ya, kau benar. Aku—”
“Apa aku mengganggu, Nona Stewart?” seorang pria masuk ke dalam ruang kerja Casandra, menginterupsi percakapan antara Casandra dan Jean. Refleks, Casandra dan Jean mengalihkan pandangan pada sumber suara itu.
“Tuan Gio.” Jean menundukkan kepalanya menyapa Gio dengan sopan.
Gio tersenyum dan mengangguk merespon sapaan Jean.
“Tuan, Nona. Saya permisi.” Jean segera pamit undur diri dari hadapan Gio dan Casandra.
Gio melangkah mendekat pada Casandra di kala Jean sudah pergi. Tampak raut wajah Casandra dingin seperti enggan bertemu dengan Gio. Casandra sama sekali tak mengira kalau Gio akan datang.
“Untuk apa kau ke sini?” tanya Casandra dingin.
“Aku merindukanmu, Sayang.” Gio hendak memeluk Casandra, namun Casandra melengos menghindari pelukan kekasihnya itu.
Gio mengembuskan napas panjang. “Aku tahu aku salah. Aku minta maaf, tapi kemarin benar-benar mendesak. Ayahku tidak mungkin pergi ke Cordoba karena dia harus mengurus pekerjaannya di sini.”
Casandra bangkit berdiri. “Aku sudah mendengar penjelasanmu, sekarang kau bisa pergi. Aku sibuk. Jangan ganggu aku.” Nada bicara Casandra ketus kala mengatakan ini.
Gio tak peduli dengan penolakan Casandra, dia mendekat dan tetap memeluk Casandra. Beberapa kali Casandra memberontak dari pelukan Gio, namun pria itu kian mengeratkan pelukannya seakan tak mau terpisah.
“Maaf, Sayang. Aku mohon maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahanku lagi.” Gio mencium tengkuk leher Casandra. “Sebagai gantinya, malam ini aku akan mengajakmu berkencan.”
Luluh. Hati Casandra luluh di kala Gio sudah meminta maaf padanya. Gadis itu kini berbalik menghadap Gio sambil menekuk bibirnya. “Aku kesal karena kau tidak pernah mengutamakanku. Padahal sebentar lagi kita akan menikah.”
Gio menarik dagu Casandra mencium dan melumat bibir gadis itu. “Kau tentu yang utama bagiku, Sayang. Aku berjanji lain kali akan mengatur waktuku dengan baik.”
Casandra membenamkan wajahnya di dada bidang Gio. “Aku sangat mencintaimu.”
Gio tersenyum mendengar pengakuan Casandra. Pria itu menangkup kedua pipi Casandra dan memberikan kecupan bertubi-tubi. “Aku juga sangat mencintaimu. Bagaimana hari pertamamu bekerja?”
Casandra mendengkus kesal. “Sangat menyebalkan. Para direksi sering sekali memberikan pertanyaan rumit yang membuatku sakit kepala.”
Gio terkekeh melihat wajah kesal Casandra. “Jangan diambil pusing. Para direksi memang kerap mengajukan pertanyaan yang membuat kita tersudut. Nanti kau pun mulai terbiasa. Sekarang lebih baik kita makan siang bersama. Kau mau, kan?”
Casandra mengangguk dan langsung memeluk lengan Gio. Berikutnya, gadis itu melangkah keluar dari ruang kerjanya bersama dengan sang kekasih. Terlihat raut wajah Casandra sudah tak lagi kesal. Malah sekarang, Casandra begitu mesra dengan kekasihnya itu.
***
Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Casandra melambaikan tangan ke arah mobil Gio yang kini mulai meninggakan perusahaannya. Sang kekasih tak bisa terlalu lama berada di sisinya, karena sang kekasih harus kembali bekerja. Namun, meski demikian Casandra bahagia karena malam ini dirinya akan berkencan dengan sang pujaan hati.
“Nona Casandra?” Jean melangkah menghampiri Casandra yang ada di lobby, dengan langkah begitu terburu-buru.
Casandra mengalihkan pandangannya, menatap Jean. “Ada apa, Jen?” tanyanya.
“Nona, saya baru saja mendapatkan informasi dari asisten Tuan Devan. Sore ini Anda memiliki meeting dengan pemilik Yates Group,” jawab Jean memberi tahu.
“Yates Group?” sebelah alis Casandra terangkat, menatap bingung Jean.
Jean mengangguk. “Benar, Nona. Meeting ini sangat penting, karena Yates Group akan menjadi investor terbesar di perusahaan kita.”
Casandra berdecak pelan. “Apa harus aku?”
Jean menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “Anda sekarang sudah memiliki posisi penting di Stewart Group. Jadi memang harus Anda yang menemui para investor.”
Casandra mendengkus tak suka. “Padahal hari ini aku ingin pulang lebih awal.”
“Nona, meeting ini tidak lama. Setelah Anda meeting, Anda bisa langsung pulang,” ujar Jean berusaha membujuk Casandra.
“Baiklah. Aku berangkat sekarang. Tapi aku harus ke ruang kerjaku untuk mengambil tas dan kunci mobilku,” jawab Casandra penuh terpaksa.
Jean menundukan kepalanya, di kala Casandra melangkah pergi.
Casandra mengambil tas, ponsel, dan kunci mobilnya yang ada di atas meja, dan segera menuju mobilnya. Sebenarnya, Casandra ingin pulang cepat agar bisa memilih gaun yang tepat untuk dipakainya malam ini, tapi karena dirinya memiliki meeting dengan pemilik Yates Group, maka mau tak mau Casandra harus menghadiri meeting lebih dulu.
Di perjalanan, Casandra terjebak macet karena ada kecelakaan lalu lintas di depan. Raut wajah Casandra berubah menjadi kesal. Dia sudah terlambat, tapi dia tak bisa berbuat apa pun, karena mobilnya terjebak macet di tol.
“Ck! Kenapa polisi lambat sekali?” gerutu Casandra kesal.
Casandra memukul stir mobilnya, dan berusaha mengatasi rasa kesalnya. Perlahan-lahan, mobil di depan Casandra sudah mulai bergerak maju. Casandra sedikit lega. Paling tidak dia tak hanya berdiam di tengah jalan.
Setibanya di Yates Group, Casandra masuk ke dalam perusahaan megah itu dan menuju ke ruang meeting. Sebelumnya resepsionis sudah mengizinkannya masuk setelah dirinya memperkenalkan diri.
“Oh, God. Semoga pemilik Yates Group bukan pria tua. Aku sudah bosan sekali melihat pria tua,” gumam Casandra pelan di kala dia keluar dari pintu lift—dan segera menuju ke ruang meeting.
“Maaf, aku terlambat—”” Casandra melangkah masuk ke dalam ruang meeting, namun tiba-tiba raut wajah Casandra terkejut melihat sosok pria yang duduk di sana. Iris mata biru pria itu membuat seluruh tubuh Casandra membeku dan tak bisa bergerak sedikit pun.
Tubuh Casandra membeku melihat sosok pria yang duduk di hadapannya. Iris mata biru milik pria itu sukses membuat seluruh prgan tubuh Casandra bergejolak. Casandra meyakinkan dalam hatinya, bahwa apa yang dia lihat ini adalah salah, namun kenyataannya yang dia lihat adalah nyata. Mata Casandra masih berfungsi sangat baik dalam melakukan penglihatan.“K-kau—” Casandra menelan saliva-nya susah payah. Otak Casandra seakan blank tak mampu berpikir jernih. God! Dia memang meminta untuk tak dipertemukan dengan pria tua, tapi juga jangan pria yang pernah bertengkar dengannya di tengah jalan tempo hari. Casandra mengumpati keadaannya yang kembali bertemu dengan pria menyebalkan itu.“Well, dunia ini sempit sekali. Rupanya wanita ceroboh yang merusak mobilku adalah Casandra Stewart,” gumam Michael dengan senyuman sinis di wajahnya. Casandra mengumpat dalam hati di kala Michael menyindirnya. “Aku ke sini atas nama perusahaan. Bersikaplah professional. Jika kau masih tidak terima dengan kejadian
“Pria sialan! Bajingan! Berengsek!” Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya meloloskan umpatan kasar. Emosi meluap mengingat tentang pertemuan gilanya dengan Michael. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria sialan itu.Tujuan Casandra menemui Michael karena untuk membahas pekerjaan. Namun, alih-alih membahas pekerjaan, dia malah terbakar emosi akan penawaran gila pria itu. No! Itu bukan sama sekali penawaran. Malah yang ada Michael ingin membeli harga dirinya. Shit! Mengingat itu membuat emosi Casandra semakin menjadi.Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Casandra memerintah orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Nona Casandra.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Casandra.Casandra menatap dingin pelayan itu. “Ada apa kau ke sini?” “Nona, Tuan Gio sudah datang, dan menunggu Anda di depan,” jawab sang pelayan sontak membuat Casandra terkejut.“Gio datang?” ulang Casandra lagi.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Nona.”Casandra langsung mengumpat
“Kenapa bisa sampai sekacau ini, Jean?”Casandra menatap frustrasi laporan perusahaan yang diberikan oleh sang asisten. Sungguh, gadis itu sama sekali tak menyangka kalau keadaan perusahaannya akan sampai sekacau ini.Jean menundukan kepalanya. “Nona, jujur saya pun tidak mengerti kenapa sampai sekacau ini. Perusahaan kita benar-benar membutuhkan investor baru agar bisa bertahan. Jika tidak, pasti—”“Aku akan menemukan investor baru untuk perusahaan kita. Singkirkan pikiran negative-mu. Aku yakin, aku mampu menemukan investor yang paling tepat untuk perusahaanku,” potong Casandra tegas.Jean tak mampu mengatakan apa pun. Hanya cukup mengangguk saja. Sebelumnya, dia sudah menanyakan tentang Yates Group pada Casandra, namun bukannya jawaban yang didapatkan, malah Jean mendapatkan amukan. Itu kenapa Jean tak berani lagi menyinggung-nyinggung tentang Yates Group.“Aku ingin pulang cepat. Kau urus pekerjaan. Kepalaku rasanya mau pecah.” Casandra bangkit berdiri seraya mengambil kunci mobil
“Casandra? Kau kenapa?” Gio baru saja membuka pintu apartemennya, dikejutkan dengan sang kekasih di hadapannya menangis. Buru-buru pria itu memeluk erat kekasihnya itu yang nampak sangat rapuh dan lemah.Tangis Casandra pecah dalam pelukan Gio. Tangis yang terdengar pilu. Bahu gadis itu bergetar akibat tak sanggup menahan perih di dada. Ya, Casandra menemui sang kekasih karena tak tahu ke mana dirinya harus melangkah.“Kita masuk. Kita bicara di dalam.” Gio menutup pintu apartemennya, lalu membawa Casandra masuk ke dalam apartemen. Gio tahu bahwa Casandra memiliki masalah. Ini pertama kalinya, Gio melihat Casandra sampai menangis pilu.Di kamar, Gio mengajak Casandra duduk di ranjang, dan menyandarkan punggung gadis itu di kepala ranjang. Pun Gio memberikan air putih untuk sang kekasih. Gio menyeka air mata Casandra menatap hangat kekasihnya itu.“Terima kasih,” ucap Casandra seraya meletakan gelas ke atas meja.“Ada apa, Sayang? Katakan padaku, kau kenapa?” tanya Gio seraya membelai
“Casandra, buka pintumu.” Devan menggedor pintu kamar Casandra, meminta putrinya itu untuk membuka pintu, tak lagi mengurung diri di kamar. Sudah satu hari lamanya, Casandra tak mau keluar dari kamar sama sekali. Bahkan putrinya itu tak berangkat ke perusahaan.“Casandra, buka pintunya, atau aku akan mendobrak pintumu kalau kau tidak membuka pintumu.” Devan yang mencemaskan putrinya terus memaksa putrinya untuk membuka pintu kamar. Devan tidak mau sampai terjadi sesuatu hal buruk pada putrinya itu.Pintu kamar terbuka. Casandra akhirnya mau membuka pintu setelah mendapatkan ancaman dari ayahnya. Tepat di kala pintu sudah terbuka, Devan segera masuk ke dalam kamar putrinya itu. “Maaf, Dad. Aku hari ini sedang malas sekali,” ucap Casandra pelan. Hingga detik ini, Casandra pun masih belum menceritakan pada ayahnya, tentang kegilaan Michael. Stress di kepalanya membuat rasanya Casandra sulit berbicara. “Casandra, kemarin kau menemui Michael, kan?” Devan duduk di samping putrinya.Casan
“Casandra? Kenapa kau lama di toilet?” Gio menatap Casandra yang melangkah menghampirinya dengan langkah terburu-buru. Tampak raut wajah Gio menatap bingung Casandra yang nampak sangat berbeda.“Tadi aku sakit perut, Sayang. Maafkan aku yang membuatmu menunggu.” Casandra mendekat, dan langsung memeluk sang kekasih. Casandra ingin sekali menangis kencang dalam pelukan sang kekasih, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Casandra mengingat dirinya berada di tengah-tengah pesta.Gio menangkup kedua rahang Casandra, menatap khawatir sang kekasih. Dia bisa melihat dengan jelas kalau ada yang tak beres dengan kekasihnya itu. “Kau benar hanya sakit perut saja? Apa ada masalah yang membebani pikiranmu?” tanyanya sangat cemas.Casandra berusaha tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Manik mata cokelatnya memang menunjukkan kerapuhan. Namun, Casandra berusaha keras untuk menutupi itu. Tak mungkin dia memberi tahu Gio tentang kegilaan Michael.“Aku tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir. A
Gio memutuskan untuk bekerja dari apartemennya, dan memilih untuk tak mendatangi kantor. Sepertinya pria itu enggan untuk datang ke kantor. Itu kenapa dia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya dari apartemennya.Suara dering telepon berbunyi. Refleks, Gio mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor Toland—asisten pribadinya. Pria itu segera menjawab panggilan tersebut.“Ada apa, Toland?” jawab Gio kala panggilan terhubung.“T-Tuan, kita dalam masalah besar,” ujar Toland gugup dan panik dari seberang sana. Kening Gio mengerut dalam. “Masalah besar apa yang kau maksud?” “T-Tuan—” Toland terdengar sangat panik, sampai tak bisa berkata. Gio mengembuskan napas kasar. “Ada apa, Toland? Kenapa kau gugup dan ketakutan seperti itu.”Toland menelan saliva-nya susah payah. “T-Tuan, dua investor besar di perusahaan kita menarik dana mereka. Dan dalam satu malam, saham perusahaan kita terjun bebas, Tuan. Redley Group hampir menyentuh batas merah.” Raut waja
Casandra melangkahkan kaki gontai masuk ke dalam mansion-nya. Mata gadis itu sembab. Riasan wajahnya sudah tak lagi sempurna di wajahnya. Semua berantakan mencerminkan bahwa dia sangat putus asa.Casandra tetap bernapas, namun dia merasakan bahwa sudah tak lagi memiliki energy untuk melanjutkan kehidupan. Belum pernah Casandra merasakan selemah ini. Gadis itu yang selalu ceria dan kuat kini telah diterpa badai besar, hingga melumpuhkannya. Casandra ingin menangis sekencang mungkin, tapi rasanya air mata Casandra sudah mengering, hingga tak mampu lagi meneteskan air matanya. Jika dulu, dia memiliki ratusan cara untuk keluar dari masalah, kali ini Casandra merasa bahwa dirinya kalah sampai tak mampu melakukan apa pun.Ya, Casandra tahu sekeras apa pun dirinya berusaha, pada akhirnya hanya akan tetap kekalahan yang didapatkan. Kalau yang hanya terluka dirinya saja, maka Casandra tak peduli. Yang Casandra tak bisa terima adalah begitu banyak orang yang dirinya cintai harus terluka.Saat