Byurrr
“Ah!” Napas Casandra hampir putus di kala ada air tersiram di wajahnya. Mata gadis itu terbuka dengan terpaksa seraya menyeka wajahnya. Sinar matahari begitu terik mengenai wajahnya, menandakan pagi telah menyapa.
Saat kesadaran Casandra sudah pulih, tatapan gadis itu menatap ayahnya yang berdiri sambil memegang baskom. What the fuck! Casandra mengumpat dalam hati. Ayahnya mengguyurnya.
“Dad? Have you lost your mind?!” seru Casandra dengan nada sedikit tinggi. “Kenapa kau menyiramku!”
Devan menatap tajam putrinya itu. “Kau yang sudah kehilangan akal sehatmu. Kau mabuk, sampai Jean kelimpungan mencarimu. Sekarang kau bangun terlambat, apa kau lupa hari ini kau memegang posisi tertinggi di perusahaan kita? Kalau media melihat kelakuanmu, mereka pasti akan menjadikanmu pemberitaan utama, Casandra!” teriaknya dengan keras.
Devan Stewart belum pernah semurka ini pada putrinya. Mendengar putri tunggalnya mabuk berat, sampai tergeletak di toilet, membuat Devan murka. Terlebih hari ini, putri tunggalnya akan resmi menggantikan posisinya di perusahaannya.
Casandra mendesah frustrasi. Dia memijat pelipisnya yang masih pusing. “Maaf, Dad. Tadi malam aku sangat kacau.”
Devan mengatur emosinya. “Jangan ulangi lagi. Tadi malam beruntung Jean menemukanmu di toilet. Bagaimana kalau sampai Jean tidak bisa menemukanmu?”
Casandra berdecak pelan. “Iya-iya, maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”
“Cepat, kau mandi dan beriaslah. Hari ini rapat direksi. Kau harus mampu membuktikan kau layak menjadi pewaris Stewart Group,” tukas Devan mengingatkan.
Casandra menganngguk, lalu dia menyibak selimut, dan melangkah menuju ke kamar mandi—dengan raut wajah kesal. Jika saja Casandra bukan anak tunggal, maka dia tak akan mau menggantikan posisi ayahnya. Memimpin perusahaan adalah tanggung jawab yang tidak main-main.
***
Casandra mematut cermin melihat riasannya sudah berantakan. Gadis itu segera membersihkan wajah yang nampak sangat kacau. Namun, di kala Casandra membuka dress-nya, mata Casandra melebar melihat banyak tanda kemerahan di payudaranya.
Casandra terkejut. Raut wajahnya pucat pasi. Tadi malam dia tak pergi dengan Gio, lalu siapa yang meninggalkan kissmark di tubuhnya? Jantung Casandra berpacu dengan kencang akibat rasa takut menghantamnya.
Casandra terdiam berusaha mengingat sesuatu hal. Tadi malam, dia pergi hanya berdua dengan asisten pribadinya saja. Pun Casandra tak sama sekali berkenalan dengan pria asing.
Tunggu! Tiba-tiba ingatan Casandra mengingat di kala dirinya berada di toilet, ada pria asing yang menghampirinya. Wajah Casandra semakin memucat. Ya, gadis itu mengingat jelas bahwa pria asing itu mencumbunya.
“Ah! Sialan! Bodoh sekali kau, Casandra!” Casandra menjambak rambutnya keras. Dia ingat tak sampai melakukan lebih. Hanya sekedar make out saja, tapi tetap saja dirinya terlalu murahan, sampai mengizinkan pria asing menyentuhnya.
“Berengsek!” Casandra mengumpat kasar. Dia berusaha mengingat wajah pria asing yang dia temui tadi malam, namun sialnya Casandra benar-benar tak mengingat wajah pria asing itu. Yang Casandra ingat adalah pria asing itu memiliki mata berwarna biru layaknya lautan indah.
Casandra mengusap wajahnya kasar. Beruntung, kejadian itu berada di toilet, jadi tak mungkin ada orang yang melihatnya. Sungguh, tujuan Casandra ke klub malam untuk menangkan pikiran, tapi malah terkena masalah baru.
***
Casandra melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Los Angeles. Pagi itu cuaca begitu cerah. Namun, Casandra tak bisa mengemudi dengan santai karena dia memiliki meeting penting dengan direksi. Jika sampai terlambat, maka pasti ayahnya akan mengamuk padanya.
Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Casandra melihat ke layar yang ada di mobilnya tertera nama ‘Gio’ tengah menghubunginya. Casandra yang masih kesal, langsung menolak panggilan telepon itu.
Tetapi, ponsel Casandra kembali berdering. Mau tak mau, Casandra akhirnya menjawab panggilan telepon itu.
“Ada apa?!” seru Casandra kala panggilan terhubung.
“Sayang, aku tahu kau marah, karena membatalkan kencan kita, tapi aku berjanji tidak akan lama di Cordoba. Aku akan segera kembali ke Los Angeles. Nanti kita akan atur kencan ulang. Oke?” ujar Gio membujuk dari seberang sana.
“Tidak usah! Kau cari saja wanita lain di Cordoba. Aku yakin di sana banyak sekali wanita cantik.”
“Casandra, kau ini jangan berbicara konyol. Kau tahu, aku hanya mencintaimu.”
“Aku sedang di jalan. Jangan telepon aku.”
“Casandra—”
Tanpa lagi berkata, Casandra menutup panggilan telepon secara sepihak. Dengan raut wajah yang semakin kesal, Casandra kian menginjak pedal gas menambah laju kecepatan mobilnya. Namun …
Cyittttttt…
“Damn it!” umpat Casandra, dia langsung menginjak rem ketika melihat anak kecil menyebrang sembarangan, tanpa melihat rambu lalu lintas.
Brakkkk
“Ahggg!” teriak Casandra saat merasakan bagian belakang mobilnya tertabrak. Casandra mengumpat kasar, hari ini nasibnya sungguh sial. Hampir menabrak seseorang dan sekarang mobilnya di tabrak.
Casandra turun dari mobil, dia melepaskan kaca mata hitamnya dan menatap tajam mobil yang menabraknya. Tidak lama kemudian sosok pria paruh baya turun dari mobil. Dengan penuh amarah, Casandra melangkah mendekat ke arahnya.
“Apa kau bisa mengendarai mobilmu dengan baik, Tuan?” Casandra berusaha mengendalikan emosinya. Bagaimanapun di hadapannya ini adalah pria yang usianya mungkin tidak jauh berbeda dengan ayahnya.
“Nona, maaf tapi Nona yang mengendari mobil dengan kecepatan tinggi. Lalu Nona juga berhenti mendadak,” kata pria paruh baya itu yang berusaha membela dirinya.
“Tapi kau bisa menginjak remmu jika ada mobil di depanmu yang berhenti mendadak!” seru Casandra kesal. “Dan aku juga tidak mungkin rem mendadak jika tidak ada anak kecil yang menyebrang sembarangan!” Casandra kembali menjelaskan dengan nada yang emosi.
“Ada apa ini?” Suara berat terdengar dari arah belakang.
Casandra mengalihkan pandangannya menatap sosok pria yang terbalut jas formal. Pria yang sangat tampan dengan mata berwarna biru yang begitu indah. Tunggu! Raut wajah Casandra berubah di kala melihat sepasang iris mata biru dari pria asing yang ada di hadapannya.
“K-kau—” Wajah Casandra menegang panik.
Pria itu tersenyum penuh arti melihat kepanikan di wajah Casandra, lalu dia menoleh menatap sang sopir. “Jelaskan siapa yang salah, Cody?”
“Tuan Michael, maaf, Tuan. Tapi Nona ini yang tadi berhenti mendadak hingga saya tidak sengaja menbarak mobil belakang Nona ini,” jelas Cody seraya melirik ke arah Casandra.
Pria bernama Michael itu kembali menatap Casandra. “Aku lihat kau mengemudi dengan kecepatan penuh, lalu kau menginjak rem mendadak. Jika kau tidak bisa mengemudi, lebih baik jangan mengemudi.”
Casandra tak terima dengan ucapan pria di hadapannya itu. “Hey! Jaga bicaramu! Aku sudah sering mengemudi! Tadi, aku menginjak rem mendadak, karena ada anak kecil yang menyebrang sembarangan tanpa melihat rambu lalu lintas! Kau salahkan saja anak kecil itu, jangan menyalahkanku.”
Selama mengomel, jantung Casandra berpacu kencang. Manik mata biru milik pria asing di hadapannya itu, mengingatkannya akan pria asing yang dia temui tadi malam. Tidak-tidak! Pemilik mata biru di dunia ini cukup banyak. Tidak hanya satu saja. Casandra yakin, pria asing yang ditemuinya tadi malam, pasti sudah ditelan bumi.
Michael tersenyum sinis. “Anak kecil yang kau salahkan sudah tidak ada, Nona.”
Casandra membuang napas kasar. “Sudahlah, aku tidak mau berdebat denganmu. Berikan saja kartu namamu. Aku akan meminta asistenku mengganti rugi kerusakan mobilmu itu!” Casandra tak mau ambil pusing, lebih baik dia mengganti rugi saja agar terbebas dari masalah.
Michael melangkah mendekat, menatap dalam iris mata cokelat gelap Casandra. Tampak wajah Casandra menjadi gugup di kala Michael mendekat. Aroma parfume citrus mahal menyeruak ke indra penciuman Casandra.
“Aku tidak membutuhkan uangmu.” Michael menundukan kepalanya, mensejajarkan ke wajah Casandra. “Aku menegurmu, karena mengingatkanmu untuk mengemudi dengan benar.”
Casandra menelan saliva-nya susah payah, berusaha mengatasi kegugupannya. Manik mata Casandra kini menajam menatap Michael. “Aku tahu bagaimana cara mengemudi! Tidak usah mengajariku! Maaf, aku harus pergi. Aku tidak memiliki waktu berbicara dengan pria menyebalkan sepertimu!” Casandra mendorong dada Michael, lalu dia masuk ke dalam mobilnya dengan raut wajah yang semakin kesal.
Michael tersenyum tipis saat melihat Casandra meninggalkannya dengan penuh emosi. Rupanya wanita itu memiliki tingkat emosi yang cukup tinggi.
“Tuan, kenapa Tuan membuat Nona Casandra marah?” Cody bertanya dengan hati-hati.
Micahel menyeringai puas. “She’s looking so hot, when she’s mad.”
Michael duduk di kursi kebesarannya, seraya mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jemari kokohnya. Sepasang iris mata biru Michael menajam menatap lurus ke depan, dengan jutaan hal ada di dalam benaknya.Seringai tipis di wajah Michael terlukis. Tampak kepuasan di wajahnya muncul seakan dia telah memiliki sesuatu rencana. Sebuah rencana terpendam yang sejak lama pria itu ingin jalankan.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Michael mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu, dan langsung meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan Michael,” sapa Erlan—asisten Michael—melangkah mendekat pada Michael.Michael menatap dingin asistennya itu. “Ada apa, Erlan?”Erlan terdiam sebentar, dengan raut wajah serius. “Tuan, rencana yang Anda inginkan sudah berjalan.”Sudut bibir Michael terangkat, membentuk seringai kejam. Iris mata birunya menujukkan jelas kepuasan seperti menang dalam permainan. “Good, mulai besok aku bisa bersenang-senang.”Lalu, tatapan Mi
Tubuh Casandra membeku melihat sosok pria yang duduk di hadapannya. Iris mata biru milik pria itu sukses membuat seluruh prgan tubuh Casandra bergejolak. Casandra meyakinkan dalam hatinya, bahwa apa yang dia lihat ini adalah salah, namun kenyataannya yang dia lihat adalah nyata. Mata Casandra masih berfungsi sangat baik dalam melakukan penglihatan.“K-kau—” Casandra menelan saliva-nya susah payah. Otak Casandra seakan blank tak mampu berpikir jernih. God! Dia memang meminta untuk tak dipertemukan dengan pria tua, tapi juga jangan pria yang pernah bertengkar dengannya di tengah jalan tempo hari. Casandra mengumpati keadaannya yang kembali bertemu dengan pria menyebalkan itu.“Well, dunia ini sempit sekali. Rupanya wanita ceroboh yang merusak mobilku adalah Casandra Stewart,” gumam Michael dengan senyuman sinis di wajahnya. Casandra mengumpat dalam hati di kala Michael menyindirnya. “Aku ke sini atas nama perusahaan. Bersikaplah professional. Jika kau masih tidak terima dengan kejadian
“Pria sialan! Bajingan! Berengsek!” Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya meloloskan umpatan kasar. Emosi meluap mengingat tentang pertemuan gilanya dengan Michael. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria sialan itu.Tujuan Casandra menemui Michael karena untuk membahas pekerjaan. Namun, alih-alih membahas pekerjaan, dia malah terbakar emosi akan penawaran gila pria itu. No! Itu bukan sama sekali penawaran. Malah yang ada Michael ingin membeli harga dirinya. Shit! Mengingat itu membuat emosi Casandra semakin menjadi.Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Casandra memerintah orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Nona Casandra.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Casandra.Casandra menatap dingin pelayan itu. “Ada apa kau ke sini?” “Nona, Tuan Gio sudah datang, dan menunggu Anda di depan,” jawab sang pelayan sontak membuat Casandra terkejut.“Gio datang?” ulang Casandra lagi.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Nona.”Casandra langsung mengumpat
“Kenapa bisa sampai sekacau ini, Jean?”Casandra menatap frustrasi laporan perusahaan yang diberikan oleh sang asisten. Sungguh, gadis itu sama sekali tak menyangka kalau keadaan perusahaannya akan sampai sekacau ini.Jean menundukan kepalanya. “Nona, jujur saya pun tidak mengerti kenapa sampai sekacau ini. Perusahaan kita benar-benar membutuhkan investor baru agar bisa bertahan. Jika tidak, pasti—”“Aku akan menemukan investor baru untuk perusahaan kita. Singkirkan pikiran negative-mu. Aku yakin, aku mampu menemukan investor yang paling tepat untuk perusahaanku,” potong Casandra tegas.Jean tak mampu mengatakan apa pun. Hanya cukup mengangguk saja. Sebelumnya, dia sudah menanyakan tentang Yates Group pada Casandra, namun bukannya jawaban yang didapatkan, malah Jean mendapatkan amukan. Itu kenapa Jean tak berani lagi menyinggung-nyinggung tentang Yates Group.“Aku ingin pulang cepat. Kau urus pekerjaan. Kepalaku rasanya mau pecah.” Casandra bangkit berdiri seraya mengambil kunci mobil
“Casandra? Kau kenapa?” Gio baru saja membuka pintu apartemennya, dikejutkan dengan sang kekasih di hadapannya menangis. Buru-buru pria itu memeluk erat kekasihnya itu yang nampak sangat rapuh dan lemah.Tangis Casandra pecah dalam pelukan Gio. Tangis yang terdengar pilu. Bahu gadis itu bergetar akibat tak sanggup menahan perih di dada. Ya, Casandra menemui sang kekasih karena tak tahu ke mana dirinya harus melangkah.“Kita masuk. Kita bicara di dalam.” Gio menutup pintu apartemennya, lalu membawa Casandra masuk ke dalam apartemen. Gio tahu bahwa Casandra memiliki masalah. Ini pertama kalinya, Gio melihat Casandra sampai menangis pilu.Di kamar, Gio mengajak Casandra duduk di ranjang, dan menyandarkan punggung gadis itu di kepala ranjang. Pun Gio memberikan air putih untuk sang kekasih. Gio menyeka air mata Casandra menatap hangat kekasihnya itu.“Terima kasih,” ucap Casandra seraya meletakan gelas ke atas meja.“Ada apa, Sayang? Katakan padaku, kau kenapa?” tanya Gio seraya membelai
“Casandra, buka pintumu.” Devan menggedor pintu kamar Casandra, meminta putrinya itu untuk membuka pintu, tak lagi mengurung diri di kamar. Sudah satu hari lamanya, Casandra tak mau keluar dari kamar sama sekali. Bahkan putrinya itu tak berangkat ke perusahaan.“Casandra, buka pintunya, atau aku akan mendobrak pintumu kalau kau tidak membuka pintumu.” Devan yang mencemaskan putrinya terus memaksa putrinya untuk membuka pintu kamar. Devan tidak mau sampai terjadi sesuatu hal buruk pada putrinya itu.Pintu kamar terbuka. Casandra akhirnya mau membuka pintu setelah mendapatkan ancaman dari ayahnya. Tepat di kala pintu sudah terbuka, Devan segera masuk ke dalam kamar putrinya itu. “Maaf, Dad. Aku hari ini sedang malas sekali,” ucap Casandra pelan. Hingga detik ini, Casandra pun masih belum menceritakan pada ayahnya, tentang kegilaan Michael. Stress di kepalanya membuat rasanya Casandra sulit berbicara. “Casandra, kemarin kau menemui Michael, kan?” Devan duduk di samping putrinya.Casan
“Casandra? Kenapa kau lama di toilet?” Gio menatap Casandra yang melangkah menghampirinya dengan langkah terburu-buru. Tampak raut wajah Gio menatap bingung Casandra yang nampak sangat berbeda.“Tadi aku sakit perut, Sayang. Maafkan aku yang membuatmu menunggu.” Casandra mendekat, dan langsung memeluk sang kekasih. Casandra ingin sekali menangis kencang dalam pelukan sang kekasih, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Casandra mengingat dirinya berada di tengah-tengah pesta.Gio menangkup kedua rahang Casandra, menatap khawatir sang kekasih. Dia bisa melihat dengan jelas kalau ada yang tak beres dengan kekasihnya itu. “Kau benar hanya sakit perut saja? Apa ada masalah yang membebani pikiranmu?” tanyanya sangat cemas.Casandra berusaha tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Manik mata cokelatnya memang menunjukkan kerapuhan. Namun, Casandra berusaha keras untuk menutupi itu. Tak mungkin dia memberi tahu Gio tentang kegilaan Michael.“Aku tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir. A
Gio memutuskan untuk bekerja dari apartemennya, dan memilih untuk tak mendatangi kantor. Sepertinya pria itu enggan untuk datang ke kantor. Itu kenapa dia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya dari apartemennya.Suara dering telepon berbunyi. Refleks, Gio mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor Toland—asisten pribadinya. Pria itu segera menjawab panggilan tersebut.“Ada apa, Toland?” jawab Gio kala panggilan terhubung.“T-Tuan, kita dalam masalah besar,” ujar Toland gugup dan panik dari seberang sana. Kening Gio mengerut dalam. “Masalah besar apa yang kau maksud?” “T-Tuan—” Toland terdengar sangat panik, sampai tak bisa berkata. Gio mengembuskan napas kasar. “Ada apa, Toland? Kenapa kau gugup dan ketakutan seperti itu.”Toland menelan saliva-nya susah payah. “T-Tuan, dua investor besar di perusahaan kita menarik dana mereka. Dan dalam satu malam, saham perusahaan kita terjun bebas, Tuan. Redley Group hampir menyentuh batas merah.” Raut waja