Share

Mertua Bawel Suami Tukang Selingkuh
Mertua Bawel Suami Tukang Selingkuh
Author: Ny Wibawa

Bab 1 Umpetin Kemana Gaji Suamimu?

 Prang

"Ini apa-apaan ini, tiap hari makannya seperti ini! Kamu kira aku ini kambing tiap hari makan daun-daunan terus?" 

Aku terkejut kala Bu Ratmi, ibu mertuaku membanting piring berisi sayur bayam tepat di depanku.

"Kamu memang nggak becus jadi istri, pantas saja cucuku dikit-dikit masuk angin, makan saja tiap hari seperti ini. Paling mentok tahu tempe sudah kau anggap makanan enak. Padahal tiap hari putraku selalu bekerja, kau kemanakan upah putraku selama ini?" teriak mertuaku sekali lagi.

Sungguh aku sangat malu jika teriakannya di dengar oleh tetangga. Bukan karena aku pelit, tiap hari hanya mengolah makanan yang itu-itu saja. Ini lantaran ekonomi kita yang sulit. Mertuaku tidak mengetahui jika suamiku tengah di PHK dan kebutuhan semakin membengkak. Memang saat ini suami telah kembali bekerja. Itupun karena kebaikan dari sahabatku mau memasukan suamiku di kantor tempat kerjaku dulu.

Relia telah berbaik hati mencarikan pekerjaan untuk suamiku meski hanya sebagai karyawan biasa, dan tentu penghasilannya tak seperti dulu. Gaji yang ia peroleh saat ini jauh dari yang ia dapatkan dulu. Mau tidak mau aku harus berhemat demi mencukupi kebutuhan keluarga. Belum lagi jika anakku dua-duanya harus rewel minta jajan. Aku harus menutup mata dan telingaku saat mereka merengek minta sesuatu.

Perih? Iya. Sakit tapi tidak berdarah itu yang aku rasakan saat anakku merengek dan aku tidak dapat menuruti apa yang ia minta. Lagi-lagi bukan karena aku ibu yang pelit, tapi jika aku menggunakan uangku untuk membelikan jajan mereka itu artinya aku mengurangi anggaran belanjaku yang tidak seberapa ini.

"Maaf Bu, Hana belum ada uang lebih untuk membeli lauk pauk yang Ibu inginkan. Mungkin kalau ada uang lebih pasti akan membelikan apa yang Ibu mau," ucapku sembari memungut pecahan piring yang berserakah di lantai.

"Alah, tiap hari kamu bilang tak ada uang. Sebenarnya kamu umpetin kemana gaji suamimu itu? Heran tiap bulan dapat gaji, hanya untuk makan enak sekali saja tak mampu!" 

"Bu, penghasilan Mas Ardan tak lagi seperti dulu. Mohon mengertilah Bu," lirihku mencoba meminta pengertiannya.

"Kamu itu ya, suamimu itu kerja. Bekerja siang malam dan kamu bilang penghasilannya tak seperti dulu. Kamu itu benar-benar wanita tak tahu diri. Kamu mau bohongi Ibu? Tak tau rasanya terimakasih, sudah enak hidup tanpa ngontrak cuma perkara lauk saja tak bisa memenuhi, huh!"

Ku hela nafas dalam-dalam, rasanya sesak sekali dadaku jika harus mendengar omelannya tiap hari. Sengaja tidak memberitahukan kepadanya jika Mas Ardan di pecat karena ibu mertua punya penyakit darah tinggi. Kita khawatir jika ibu jadi kepikiran dan membuatnya jatuh sakit.

"Ini lagi, mana gulanya? Kamu umpetin ya biar aku tidak bikin teh manis!" Tuduhnya sekali lagi.

Ku usap dadaku dan kutarik nafas sedalam-dalamnya. Kalau bukan dia ibu dari suamiku mungkin sudah aku lawan dari kemarin-kemarin. Lagi pula di sini ada anak-anak tak baik jika aku melawannya.

"Gulanya abis Bu, Hana belum beli. Lagi pula mengkonsumsi gula yang berlebih itu tidak baik Bu untuk kesehatan, Ibu dengar 'kan istilah diabetes?" 

"Heh! Kamu sumpahin saya terkena diabetes? Kamu mau aku cepat mati? Dan kamu leluasa menguasai seluruh uang milik anakku?" ucapnya dengan mata melotot dan tangan di pinggangnya.

'Hah, tidak salah dengar? Menguasai apanya? Bahkan gaji saja tidak ada separuhnya dari gaji sebelumnya. Apa yang akan aku kuasai?' bisikku dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status