Bab16"Bagaimana? Apakah ini nyaman untukmu?" tanya Ayah, ketika membuka pintu utama."Hhhmmm, nyaman sekali. Terima kasih, Ayah." Aku berkata sembari tersenyum."Masih bersedih?""Insya Allah tidak, perlahan El akan mencoba lebih ikhlas lagi. Yakin, semua ini adalah yang terbaik untuk El, juga mas Andre."Ayah tersenyum. "Sok dewasa," ledeknya dan itu membuat aku cemberut. Ayah kemudian menyeret koperku dan membuka kamar. Di rumah minimalis ini, terdapat dua kamar. Hanya saja, kamar pertama lebih besar, dan kamar kedua terlihat lebih kecil."Ini kamar utamanya, sudah di lengkapi lemari dan beberapa perabotan lainnya.""Keren sih kontrakkan ini, pasti mahal per bulannya," celetukku, sembari memindai isi dalam rumah."Lumayan! Saya sudah bayar selama 1 tahun. Jadi, kamu aman selama 1 tahun ke depan.""Ayah baik sekali, maaf, jika El banyak merepotkan," ucapku sedikit menunduk."Tidak masalah dan tidak perlu dibahas. Jadi, angkat wajahmu," tegas Ayah. Mendengar itu, aku akhirnya menga
Bab17Sambil menunggu pesan balasan yang sudah tercentang biru itu, tanda pesanku sudah Beliau baca, aku beralih kepada pesan mas Andre.[ El, angkat telepon Mas .... ] mohonnya.[ El, di mana kamu sekarang? Tolong jangan seperti ini. Bagaimanapun juga, kamu masih berstatus istriku. ]Aku mengernyit membaca pesan ini. Dasar lelaki aneh! Dia yang menceraikan, dia yang mengusir, dia pula yang sibuk mencari. Kok, aku bisa bertahan dengan dia, ya?[ El, kita perlu bicara lagi. ] Itu adalah pesan terakhir darinya.Tiga pesan darinya kuabaikan. Untuk apa bicara lagi? No ....Yang sudah berakhir, maka berakhirlah. Bagiku, kembali ke mantan itu seperti memutar kaset yang sudah pernah kita tonton, ceritanya tetap akan sama.Ternyata setelah Ibu membaca pesanku, dia tidak membalas pesan di chat. Namun, panggilan telepon dari Ibu yang justru masuk. Melihat itu, aku tersenyum dan mengabaikan panggilan telepon itu.Satu, Dua, Tiga, dan akhirnya saat panggilan teleponnya yang ke-5 kalinya aku abaik
Bab18Setelah kunjungan ayah itu, ayah semakin rajin mengunjungiku. Pagi sekali, Ayah lagi-lagi berkunjung. Untung saja, aku sudah membuat sarapan, entah mengapa aku malah membuat sarapan kesukaannya."Ayah!" seruku ketika membuka daun pintu."Sudah siap?" tanyanya, membuat aku mengernyit."Ke mana?""Daftar kuliah, ayo!" ajaknya."Serius? Memang Ayah nggak ngantor?" tanyaku masih dalam keadaan bingung. Mengapa Ayah semakin hari, semakin perhatian padaku?"Ngantor, setelah ngurus kamu!" sahutnya."Sarapan dulu, yuk!" ajakku refleks menarik tangan Ayah."Astaga, maaf." Aku gegas melepas tangan Ayah saat menyadari tindakanku. Namun, lelaki matang itu tersenyum manis ke arahku, oh astaga .... aku meleleh ini, tolong.Kami pun berdua berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan walau hatiku masih deg-deg ser."Sarapan kesukaan saya? Hemm, saya yakin, kamu pasti sudah menunggu kedatangan saya ya," tebaknya penuh percaya diri."Ini kebetulan, Ayah," jawabku salah tingkah. Ayah hanya tersen
Bab19Kini kami telah berpindah tempat dan duduk di cafe bertiga. "Jadi, kak El ini menantu Kak Arya?" tanya Erina sembari terkekeh."Iya, mantan mertua lebih tepatnya," kataku memperjelas.Lagi-lagi Erina terkekeh. "Lagian, kenapa kak El mau sih dengan anak si Tante Delima itu?""Er," tegur Ayah."Namanya juga jodoh Er, mana kakak tahu jika akhirnya kami begini.""Jodoh apa apes sih, kak?" ledek Erina lagi. "Beda tipis lah, Er," kekehku. Dari dahulu, kami memang terbiasa seperti ini. Tidak ada sedikitpun, tingkah Erina yang berubah. "Perangi tante Delima itu memang kasar, kak Arya saja yang tetap kekeh menikahinya," ejek Erina, membuatku timbul rasa penasaran."Sudahlah, Er, jangan bahas dia di sini. Biar bagaimana pun juga, dia itu istri kakak.""Iya deh, yang bucin," ejek Erina lagi. Inginku tertawa, namun sekuat tenaga aku tahan."El kita balik saja, saya ada urusan," kata Ayah."Kakak balik saja duluan, nanti Kak El, Erina yang antar."Ayah melirikku. "Iya, nanti bareng Erina
Bab20"Selama ini, kakak tahunya hanya mengirim uang saja. Dia bahkan tidak pernah menjenguk kami, selama 5 tahun pernikahan mereka." Erina terlihat sedih."Apakah Ibu Delima dan Kakakmu, tidak pernah meminta restu?""Kakak tidak pernah, tapi wanita itu pernah datang ke rumah.""Terus?""Ya gitu! Dia mengatakan, bahwa dia menantu keluarga Zubair Wiharja sekarang. Suka tidak suka, Ibu harus menerima kenyataan." Kini ekspresi Erina terlihat marah. "Begitu yang dia ucapkan?" tanyaku terkejut. Luar biasa sekali, Ibu Delima!"Iya, kak. Gila banget, kan?! Saat itu, aku tidak ada di rumah sih. Coba kalau ada aku, sudah kuhajar tuh Tante nakal.""Hust, orang tua itu," kataku terkekeh."Yang bilang dia muda juga nggak ada kak," sahut Erina sambil tertawa lepas.Kami berdua pun ngakak. Maaf saja, Bu. Bukan maksud hati mengejek orang yang lebih tua. Tapi, jika ingat kedzoliman Ibu selama ini, hatiku dongkolnya luar biasa."Tanggapin Ibu kalian bagaimana?" tanyaku lagi."Ya, Ibu langsung emosi,
Bab21Aku bingung dan melihat ke arah Erina. Kemudian aku menjauhkan sedikit ponselku."Er, kakakmu nanyain aku dimana, gimana nih jawabnya?" tanyaku pelan."Bilang saja kita masih jalan- jalan, kak."Aku kembali mendekatkan ponsel."El ...." Dasar tidak sabaran."Lagi jalan- jalan sama Erina, Yah.""Ini sudah mau magrib, El.""Nanti juga kuantar, Kak. Elea aman kali, sama aku juga!" timpal Erina. Dan, langsung panggilan telepon Ayah matikan."Er, di matikan langsung," kataku, membuat Erina tertawa."Itu mantan mertua apaan sih? Kok gangguin kamu aja," seru Erina. "Jangan- jangan, tuh Bapak mertuamu ada hati lagi," lanjutnya tertawa keras."Iya juga ya, aneh aja mantan mertua segitunya perhatian," timpal Ibu Helena Zubair, itu nama Ibunya kata Erina tadi."Mungkin hanya kasihan sama saya, Bu. Mana mungkin Ayah menyukai saya," sahutku cepat, malu rasanya mendengar ucapan mereka."Yey, mana ada orang kasihan seperti itu! Sudah ah, rebut aja kak Arya dari wanita itu! Mari kita selamatk
Bab22Mobil Ayah melaju pergi. Aku kembali menutup pintu, dan menguncinya. Perasaan lelah menghinggapi diri.Aku berjalan gontai, dan membuka kamar. Waw .... kamarku didekorasi seindah ini. Ada kue ulang tahun di atas nakas, buket bunga mawar, 5 kado dan ucapan selamat ulang tahun.Taburan mawar di atas tempat tidur, lampu kelap- kelip menghiasi kamarku yang semula sangat sederhana.Tak lama, aku terpana ketika membaca pesan yang Ayah tinggalkan di atas kasur.[ Selamat ulang tahun, semoga masa depan yang baik bisa kamu capai, berjalan lancar sesuai keinginanmu wanita kuat. ]Kemudian, pesan singkat masuk ke ponselku. Gegas, aku membuka pesan itu.[ Maaf, jika saya berlebihan, telah berani menduplikat kunci kontrakkan kamu. Semua itu saya lakukan, demi memberikan kejutan kecil itu. Semoga kamu senang dan selalu bahagia. ]Oh Tuhan, laki- laki ini membuat perasaanku semakin tidak karuan. Please Elea, sadar .... jangan sampai kamu jatuh hati kepadanya, ini sangat berbahaya.Berkali-
Bab23Perasaanku semakin gundah, sepertinya aku sudah sangat berlebihan. Lagi pula, apa hubunganku dengan ayah? Seharusnya, aku bersyukur karena lelaki itu sudah sangat baik padaku.Sudah satu bulan berlalu, Ayah benar- benar tidak pernah datang berkunjung lagi. Aku pun mulai berusaha menata hidupku.Biarlah, aku fokus dengan kuliahku saja selama dana masih ada di rekening. Aku juga mulai mencari kerjaan untukku bertahan hidup.Kulihat mobil Erina memasuki pekarangan rumah kontrakkanku. Semenjak kami satu kampus, Erina memang sering menemuiku akhir-akhir ini."Kak, mantan kamu nyebar undangan nih," kata Erina membuka percakapan kami. Dia juga mengeluarkan kartu undangan dari dalam tas nya.Aku mengajaknya duduk dan meraih kartu undangan yang lumayan mewah itu."Minggu ini rupanya," gumamku ketika membaca isinya."Iya, panas nggak?" tanya Erina tertawa."Yey, ngapain panas? Aku mah sudah ikhlas, insyaAllah," jawabku mantap."Bagus deh! Lagi pula ngapain juga harus bersedih? Rugi banget