Bab19Kini kami telah berpindah tempat dan duduk di cafe bertiga. "Jadi, kak El ini menantu Kak Arya?" tanya Erina sembari terkekeh."Iya, mantan mertua lebih tepatnya," kataku memperjelas.Lagi-lagi Erina terkekeh. "Lagian, kenapa kak El mau sih dengan anak si Tante Delima itu?""Er," tegur Ayah."Namanya juga jodoh Er, mana kakak tahu jika akhirnya kami begini.""Jodoh apa apes sih, kak?" ledek Erina lagi. "Beda tipis lah, Er," kekehku. Dari dahulu, kami memang terbiasa seperti ini. Tidak ada sedikitpun, tingkah Erina yang berubah. "Perangi tante Delima itu memang kasar, kak Arya saja yang tetap kekeh menikahinya," ejek Erina, membuatku timbul rasa penasaran."Sudahlah, Er, jangan bahas dia di sini. Biar bagaimana pun juga, dia itu istri kakak.""Iya deh, yang bucin," ejek Erina lagi. Inginku tertawa, namun sekuat tenaga aku tahan."El kita balik saja, saya ada urusan," kata Ayah."Kakak balik saja duluan, nanti Kak El, Erina yang antar."Ayah melirikku. "Iya, nanti bareng Erina
Bab20"Selama ini, kakak tahunya hanya mengirim uang saja. Dia bahkan tidak pernah menjenguk kami, selama 5 tahun pernikahan mereka." Erina terlihat sedih."Apakah Ibu Delima dan Kakakmu, tidak pernah meminta restu?""Kakak tidak pernah, tapi wanita itu pernah datang ke rumah.""Terus?""Ya gitu! Dia mengatakan, bahwa dia menantu keluarga Zubair Wiharja sekarang. Suka tidak suka, Ibu harus menerima kenyataan." Kini ekspresi Erina terlihat marah. "Begitu yang dia ucapkan?" tanyaku terkejut. Luar biasa sekali, Ibu Delima!"Iya, kak. Gila banget, kan?! Saat itu, aku tidak ada di rumah sih. Coba kalau ada aku, sudah kuhajar tuh Tante nakal.""Hust, orang tua itu," kataku terkekeh."Yang bilang dia muda juga nggak ada kak," sahut Erina sambil tertawa lepas.Kami berdua pun ngakak. Maaf saja, Bu. Bukan maksud hati mengejek orang yang lebih tua. Tapi, jika ingat kedzoliman Ibu selama ini, hatiku dongkolnya luar biasa."Tanggapin Ibu kalian bagaimana?" tanyaku lagi."Ya, Ibu langsung emosi,
Bab21Aku bingung dan melihat ke arah Erina. Kemudian aku menjauhkan sedikit ponselku."Er, kakakmu nanyain aku dimana, gimana nih jawabnya?" tanyaku pelan."Bilang saja kita masih jalan- jalan, kak."Aku kembali mendekatkan ponsel."El ...." Dasar tidak sabaran."Lagi jalan- jalan sama Erina, Yah.""Ini sudah mau magrib, El.""Nanti juga kuantar, Kak. Elea aman kali, sama aku juga!" timpal Erina. Dan, langsung panggilan telepon Ayah matikan."Er, di matikan langsung," kataku, membuat Erina tertawa."Itu mantan mertua apaan sih? Kok gangguin kamu aja," seru Erina. "Jangan- jangan, tuh Bapak mertuamu ada hati lagi," lanjutnya tertawa keras."Iya juga ya, aneh aja mantan mertua segitunya perhatian," timpal Ibu Helena Zubair, itu nama Ibunya kata Erina tadi."Mungkin hanya kasihan sama saya, Bu. Mana mungkin Ayah menyukai saya," sahutku cepat, malu rasanya mendengar ucapan mereka."Yey, mana ada orang kasihan seperti itu! Sudah ah, rebut aja kak Arya dari wanita itu! Mari kita selamatk
Bab22Mobil Ayah melaju pergi. Aku kembali menutup pintu, dan menguncinya. Perasaan lelah menghinggapi diri.Aku berjalan gontai, dan membuka kamar. Waw .... kamarku didekorasi seindah ini. Ada kue ulang tahun di atas nakas, buket bunga mawar, 5 kado dan ucapan selamat ulang tahun.Taburan mawar di atas tempat tidur, lampu kelap- kelip menghiasi kamarku yang semula sangat sederhana.Tak lama, aku terpana ketika membaca pesan yang Ayah tinggalkan di atas kasur.[ Selamat ulang tahun, semoga masa depan yang baik bisa kamu capai, berjalan lancar sesuai keinginanmu wanita kuat. ]Kemudian, pesan singkat masuk ke ponselku. Gegas, aku membuka pesan itu.[ Maaf, jika saya berlebihan, telah berani menduplikat kunci kontrakkan kamu. Semua itu saya lakukan, demi memberikan kejutan kecil itu. Semoga kamu senang dan selalu bahagia. ]Oh Tuhan, laki- laki ini membuat perasaanku semakin tidak karuan. Please Elea, sadar .... jangan sampai kamu jatuh hati kepadanya, ini sangat berbahaya.Berkali-
Bab23Perasaanku semakin gundah, sepertinya aku sudah sangat berlebihan. Lagi pula, apa hubunganku dengan ayah? Seharusnya, aku bersyukur karena lelaki itu sudah sangat baik padaku.Sudah satu bulan berlalu, Ayah benar- benar tidak pernah datang berkunjung lagi. Aku pun mulai berusaha menata hidupku.Biarlah, aku fokus dengan kuliahku saja selama dana masih ada di rekening. Aku juga mulai mencari kerjaan untukku bertahan hidup.Kulihat mobil Erina memasuki pekarangan rumah kontrakkanku. Semenjak kami satu kampus, Erina memang sering menemuiku akhir-akhir ini."Kak, mantan kamu nyebar undangan nih," kata Erina membuka percakapan kami. Dia juga mengeluarkan kartu undangan dari dalam tas nya.Aku mengajaknya duduk dan meraih kartu undangan yang lumayan mewah itu."Minggu ini rupanya," gumamku ketika membaca isinya."Iya, panas nggak?" tanya Erina tertawa."Yey, ngapain panas? Aku mah sudah ikhlas, insyaAllah," jawabku mantap."Bagus deh! Lagi pula ngapain juga harus bersedih? Rugi banget
Bab24Mobil Ayah sudah berhenti, kami berdua membeku di tempat duduk depan rumah.Kemudian Ayah keluar, dengan pakaian kantor yang masih lengkap dengan sepatunya.Ada yang berbeda dari penampilannya kini. Wajah Ayah nampak bersih dari jambang manisnya. Wajah lelaki matang itu nampak fresh dan membuatku semakin terpana."Dia tampan, kan?" bisik Erina, yang menyadari tatapanku begitu intens kepada Kakaknya."Astagfirullah," sebutku pelan sembari mengalihkan pandangan. Erina terkekeh dengan sikapku yang salah tingkah."Dasar nakal," desis Arya menatap kesal pada Erina. Gadis mungil di depanku ini cengengesan melihat raut kesal Kakaknya.Lelaki itu kemudian duduk di sampingku dan menatap kami bergantian."Apa maksud kalian? Jelaskan padaku!" pintanya dengan tegas dan penuh penekanan."Itu ide Erina, Yah.""Aku bukan Ayahmu," jawabnya cepat tanpa ekspresi.Aku menghela napas. Biasanya, aku juga panggil dia Ayah, kan?"Ehem, aku pamit dulu ya, El." Erina berdiri."Tetap disitu! Jangan lari
Bab25"Kak, ngelamun aja," cetus Erina sembari menyentuh tanganku."Ah, maaf." Aku tersenyum."Pasti mikirin kak Arya, kan.""Yey, apaan coba.""Ngaku aja deh," kekehnya, membuatku mengernyit."Seneng? Sepertinya, kamu benar- benar ingin aku jadi pelakor ya," seruku kesal."Itu bagian dari doaku," sahutnya mantap."Apa?" Aku melotot membuat Erina terkekeh. "Seru kali, Kak. Jika Kakak jadi pelakor di rumah tangga mantan mertua, aku dukung! Semangat," serunya sembari mengangkat tangan tanda dukungan."Ogah," kataku.Erina terkekeh. "Awas saja kalau doaku ini jadi beneran, aku ini anak yang baik, pasti doaku akan dikabulkan.""Ya kira- kira juga kali, Er. Masa aku didoakan jadi pelakor mantan mertua," protesku tak terima."Nggak apa- apa, kan bakal jadi bagian dari keluarga Wijaya juga. Aku senang tau kalau akhirnya Kak Arya sama Kak Elea.""Suka- suka kamu aja deh," jawabku.Erina terkekeh.Ponselku kembali berdering, nama Mas Andre terpampang di layar."Mantan telepon tuh, angkat." Er
Bab26"Ah, Kakakku!" seru Erina memecah kecanggungan. Aku terdiam, malu mendadak yang sudah sangat terlambat.Kulihat sekilas, Ibu Delima mengepalkan tinju dengan tatapan mematikan ke arahku.Erina langsung memeluk Ayah dan membawa lelaki itu mengobrol banyak. Sedangkan aku, kuputuskan untuk bersama Ibu Helena memasuki tempat acara."Bu, makan dulu, biar Delima temani," kata Ibu Delima, menyusul langkah kami."Ibu sudah punya teman, nih." Langkah Ibu Delima terhenti. "Menantu Ibu itu aku, bukan dia," lirih wanita itu, tidak berani mengeraskan suaranya."Oh." Hanya itu sahutan Ibu Helena, aku menutup mulut, mengejek Ibu Delima.Wanita itu mendengkus dan kembali ke depan, untuk menyambut tamu undangan lainnya."Awas saja dia macam-macam, aku tidak segan-segan mempermalukannya," celetuk Ibu Helena."Sabar, kita kan kesini untuk memenuhi undangan saja," kataku pelan. "Iya, tapi raut wajahnya yang songong begitu, rasanya bikin Ibu emosi, El." Aku hanya tersenyum menanggapinya."Wah, ada