Share

Bab 5 - Senyuman

“Kak, menurutku itu tidak perlu.”

“Hanya untuk jaga-jaga. Kita tidak pernah tahu pernikahanmu ke depannya akan seperti apa. Ini juga untuk kebaikanmu.” Rindang mencoba menjelaskan.

Sebagai wanita yang sudah menikah, Rindang lebih paham tentang hal itu. Apalagi jika menjadi istri yang tidak memiliki penghasilan, sertifikat rumah seperti itu akan menguntungkan. 

Walaupun Embun memiliki penghasilan sendiri, tetapi setidaknya kehidupannya bisa terjamin dengan baik jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

“Kurasa aku tidak akan meminta hal itu pada suamiku, Kak.” Embun berusaha menolak permintaan Rindang.

“Baiklah kalau kamu tidak mau, tapi kalau begitu kakak juga tidak jadi memberikan restu untuk pernikahanmu.”

Embun menatap Rindang tidak percaya, lalu detik berikutnya menghela napas. “Baiklah Kak, aku akan coba bicarakan dengan Kaisar.” Embun bisa melihat Rindang tersenyum senang atas ucapannya.

Ada perasaan bersalah di hati Embun melihat Rindang tersenyum seperti itu, karena sebenarnya Embun hanya berpura-pura mengiyakan permintaan Rindang. Ia lakukan karena tidak ingin membuat Rindang khawatir dan bisa secepatnya mengizinkan Embun pergi dari rumah kakak iparnya.

Embun tidak akan mengikuti saran Rindang untuk meminta memasukkan namanya pada sertifikat rumah Kaisar. Kaisar sudah mau memberikan tempat tinggal dan memberinya nafkah adalah suatu hal yang bagus, dan ia tidak ingin meminta lebih daripada itu.

Namun, jika nantinya Kaisar sendiri yang menambahkan namanya di sertifikat rumah, ia juga tidak akan menolak. Karena meskipun ini pernikahan tanpa cinta, mereka tetap adalah suami-istri yang akan tinggal bersama seumur hidup.

“Kapan kamu akan mengenalkan suamimu pada Kakak?” Rindang tiba-tiba bertanya saat Embun selesai berkemas.

“Aku belum bisa pastikan, Kak. Suamiku ini sangat sibuk, hari ini saja dia ada perjalanan bisnis ke luar kota,” kilah Embun. Embun hanya belum siap mengenalkan Kaisar pada siapa pun, lagipula belum tentu Kaisar mau bertemu dengan keluarganya.

Daripada memberikan janji yang sulit ia tepati, lebih aman menjawab seperti itu, pun Kaisar sepertinya memang sibuk.

“Suamimu sudah pergi dinas ke luar kota di hari pernikahannya?” 

Rindang tidak percaya, suami Embun sepertinya tidak perhatian pada adiknya sendiri. Bisa-bisanya lebih memilih pekerjaan dibanding istrinya sendiri?

“Dia juga terpaksa, Kak. Lagi pula, dia berjanji akan pulang secepatnya. Nanti, setelah sudah pulang, aku akan pertemukan dia dengan Kakak ya.”

Walau tidak rela, tapi Rindang hanya bisa memercayai adiknya. 

Setelah berpamitan pada Rindang, Embun pun pergi menuju tempat tinggal Kaisar.

Siang itu jalanan tidak terlalu ramai, tetapi Embun membutuhkan waktu satu jam untuk tiba di komplek apartemen Kaisar. 

Embun bisa melihat komplek apartemen ini adalah komplek apartemen mewah, dan ketika melihat sekeliling, Embun sadar ia belum tahu di lantai dan unit berapa apartemen Kaisar.

Embun berhenti di dalam lobi lalu duduk di sofa. Ia mengeluarkan ponsel dan mencoba untuk menghubungi Kaisar.

Kaisar melihat ponselnya di atas meja menyala.

[Embun Prajaya]

Melihat nama Embun, pria itu menjulurkan tangan dan sempat berniat untuk mengangkatnya. Namun, teringat dirinya sedang menghadiri rapat, Kaisar pun berakhir menolak panggilan itu.

Sudah menjadi kesepakatan bersama di perusahaan itu bahwa ketika rapat sedang berlangsung, siapa pun yang menghadirinya tidak boleh melakukan panggilan untuk urusan pribadi. Demi menghormati peraturan rapat itu, maka Kaisar pun tidak mengangkat telepon Embun. 

Akan tetapi, tak lama ponsel Kaisar kembali menyala. Lantas alih-alih menerima panggilan itu, Kaisar langsung mengirimkan pesan.

Ting!

Satu pesan dari Kaisar masuk ke ponsel Embun.

[Ada apa?]

Tanpa menunggu jeda, Embun membalas pesan dari Kaisar.

[Saya sudah di lobi apartemenmu. Tapi saya tidak tahu nomor unit dan di lantai berapa.] 

Ting! Pesan baru kembali masuk.

[Penthouse. Lt. 50].

Setelah tahu unit dan lantai apartemen suaminya, Embun gegas berdiri dari duduknya. Dia membawa semua barang-barangnya menuju lift khusus yang menghubungkannya ke unit apartemen Kaisar.

Ketika Embun sudah berada di depan pintu apartemen, dia pun menggunakan kartu akses dan kode sandi dari Kaisar untuk membuka pintu. 

Ting! 

[Sudah bisa masuk?]

Satu pesan dari Kaisar kembali masuk ke dalam ponsel Embun. 

[Sudah.]

Tidak lama pesan dari Embun dibalas kembali oleh Kaisar.

[Perlu bantuan?]

Sudut bibir senyum agak terangkat melihat tawaran Kaisar.

[Tidak apa-apa. Lagipula jika saya butuh bantuanmu sekarang, memangnya kamu bisa langsung pulang secepatnya?] 

Tidak lama berselang sebuah notifikasi pesan masuk kembali ke ponsel Embun.

[Tidak.]

Embun tertawa kecil membaca balasan pesan dari Kaisar. Embun sama sekali tidak merasa tersinggung dengan jawaban suaminya itu. 

Merasa tidak perlu membalas pesan pria itu lagi, Embun pun hanya membalas dengan emoji tertawa sekaligus menangis dan sebuah jempol. 

Kaisar menatap layar ponselnya. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum tipis saat melihat dua buah emoji yang dikirimkan Embun. Belum pernah ada yang berani membalas pesannya hanya dengan emoji, dan wanita itu melakukannya, jadi ini membuatnya merasa aneh.

Tahu dirinya tidak perlu membalas lagi pesan dari Embun,  Kaisar pun menutup ponselnya.

Pria itu belum mengenal Embun dengan baik. Dia hanya mengetahui Embun sebatas dari cerita sang ayah setiap ayahnya kembali dari kafe langganannya, yang mana kemudian Kaisar tahu kafe itu adalah milik Embun.

Kaisar hanya berharap agar Embun tidak merepotkannya. Karena dia tidak akan memiliki waktu untuk meladeni Embun.

Kaisar meletakkan kembali ponselnya ke atas meja dan hendak lanjut mendengarkan rapat yang sempat ditinggalkannya sesaat tadi. 

Namun, ketika Ķaisar mendongak, semua orang di ruangan meeting itu sedang menatapnya dengan tatapan penasaran yang tinggi.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Asnah
seneng baca nyaa
goodnovel comment avatar
Inyak Sulzar Csn
keren habis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status