Share

Chapter 3 - Mematikan Rasa dengan Kejam

"Awasi dan jaga keponakanku. Aku tak mau terjadi sesuatu seperti bulan lalu. Jika ada yang berusaha menyakitinya, kau boleh bertindak, Mike."

Alan memberi titah pada seorang anak buahnya untuk menjaga Kimberly.

"Baik, Tuan. Apa.. Anda mengijinkan nona Kim untuk kembali bekerja di Cafe itu?" tanya Mike, pria bertubuh tinggi besar dengan bulu menghiasi sebagian rahangnya.

"Aku tak bisa melarangnya. Kimberly adalah gadis keras kepala. Orang tuanya saja tak bisa membuatnya jadi gadis penurut," sahut Alan seraya membuang napas panjang.

"Tapi Anda bisa membuatnya menjadi gadis yang penurut, Tuan. Setidaknya mengikuti semua kata-kata Anda."

Ucapan dan senyum tipis Mike membuat Alan mengernyitkan dahinya. Ia tak mengerti maksud perkataan anak buahnya itu.

"Apa maksudmu? Aaah.. sudahlah! Ikuti saja perintahku Mike. Aku tak mau mendengar Kim terluka. Kau tahu itu, kan?"

Mike kembali menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Meski baru satu tahun bekerja pada Alan, namun pria itu cukup memahami tuannya. Alan tak pernah seperhatian itu pada seorang perempuan, bahkan pada Kanaya yang berstatus sebagai tunangannya. Meski Kimberly adalah keponakan sang bos, namun mata pria itu tak bisa dibohongi. Binar yang tampak saat Alan menatap Kimberly bukanlah binar mata seorang paman terhadap keponakan, namun sorot mata itu lebih tampak seperti seorang pria dewasa yang tertarik pada wanita.

"Baik, Tuan. Saya permisi dulu." Mike segera keluar dari ruang CEO.

*

"Kim, aku kembali mempekerjakanmu disini karena kau gadis yang ulet dan cekatan. Tapi kau tahu, kan, aku tak mau lagi ada keributan di Cafe."

Kimberly berada di ruang manager Cafe tempatnya kembali bekerja. Sudah beberapa hari sejak ia keluar dari mansion Alan, Kim kembali bekerja di Town Cafe. Naina, sang sahabat berhasil membujuk managernya untuk kembali menerima Kimberly disana. Meski dengan pertimbangan yang berat, mengingat terakhir kali kegaduhan yang terjadi akibat kedatangan Rea dan Alan ke Cafe itu, akhirnya sang Manager mau memberi Kimberly kesempatan lagi untuk bekerja disana.

Sebenarnya kegaduhan yang disebabkan oleh Rea bulan lalu tak membuat Cafe merugi. Alan yang memberi pelajaran pada ajudan Rea mengganti semua sarana yang rusak akibat perkelahian mereka. Sempat masuk ke ranah media sosial karena ada seorang pelanggan Cafe yang merekamnya, membuat Town Cafe justeru kebanjiran pelanggan. Mereka yang penasaran dengan video yang beredar berbondong-bondong datang ke Cafe tersebut.

"Iya, Pak James. Saya tidak akan membuat keributan lagi disini. Trimakasih karena bapak mau menerima saya kembali disini."

Kimberly menguar senyum tulus dari bibirnya. Gadis itu merasa senang karena tak harus capek-capek mencari pekerjaan lagi. Ia hanya memiliki ijazah SMA. Jaman sekarang, seorang sarjana saja kesulitan mencari pekerjaan, apalagi gadis sepertinya yang hanya lulusan SMA dan tak memiliki pengalaman.

"He em. Kembalilah ke bawah," titah James.

"Kimberly sedikit merunduk kemudian keluar dari ruangan James yang berada di lantai dua Town Cafe.

"Gadis yang malang," gumam James sesaat setelah Kimberly tak tampak lagi.

Tak ada yang tak mengenali Kimberly disana. Wajahnya dua tahun lalu wara wiri di televisi dan sosial media. Bukan karena ia seorang aktris ataupun model. Tapi karena kasus suap yang menjerat Daniel Batara, sang ayah.

Daniel terkena pasal penyuapan pada petinggi negeri ini untuk memuluskan proyeknya. Seorang pengusaha di negeri yang penuh dengan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme memang bisa dikatakan tak akan bisa berbisnis dengan bersih. Jegalan akan datang di setiap langkah mereka jika mencoba bermain bersih dan lurus. Sulitnya keluar surat ijin adalah salah satu kendala seorang pengusaha hingga mereka memutuskan untuk bermain di belakang. Itulah yang terjadi pada ayah Kimberly. Terbukti menyuap seorang petinggi negeri hingga diputuskan bersalah, pada akhirnya Daniel Batara harus meregang nyawa di meja operasi karena serangan jantung. Dan yang lebih memilukan adalah sang ibu yang tak bisa menerima kejatuhan dan cemoohan teman-temannya memilih jalan pintas dengan cara gantung diri di rumah sakit jiwa.

*

"Selamat datang--

Kimberly yang hari ini bertugas menyambut pelanggan di pintu Cafe harus termangu setelah melihat satu pelanggan yang datang. Perempuan berambut blonde yang memakai dress bergaya klasik. Tea length dress, jenis gaun yang memiliki siluet full circle di bagian tengah betis yang terinspirasi dengan gaya vintage.

"Apa kabar, Kim?" sapa perempuan yang memiliki senyum mempesona itu.

"He em. Aku baik. Silakan masuk, Mba."

Kimberly kembali menyapa pelanggan lain. Wajahnya kembali diisi dengan senyum ramah meski hatinya sedikit mencelos karena kedatangan Kanaya. Sekilas bayangan percumbuan antara pamannya dan Kanaya seakan menari di pelupuk mata gadis itu. Meski ia sudah berusaha untuk melupakannya, namun perisitiwa memuakkan itu terus saja mengganggunya.

"Aku-- ingin bicara denganmu, Kim.."

"Aku sedang bekerja, Mba. Jam kerjaku masih lama. Silakan mba pulang saja, lagipula tak ada yang penting untuk kita bicarakan."

Kimberly menampakkan wajah tak senangnya. Gadis itu memang tak pernah bisa berbasa basi. Ia lebih memilih menghindari orang yang membuatnya tak nyaman daripada harus berpura-pura tersenyum menyambutnya namun hati teriris perih.

"Sebentar saja, Kim, sepuluh menit."

Kanaya masih berusaha meminta waktu Kimberly. Entah apa yang ingin perempuan itu bicarakan, namun sepertinya apa yang ingin disampaikan oleh Kanaya adalah sesuatu yang menurutnya sangat penting.

"Hhh... masuklah! Aku cuma bisa meninggalkan pekerjaanku selama sepuluh menit, jadi sampaikan dengan jelas apa yang mau kau bicarakan," ucap Kimberly yang tak sadar kini sudah menggunakan bahasa non formal pada Kanaya.

Kanaya tersenyum senang. Baginya tak masalah jika Kimberly hanya memberi waktu sepuluh menit padanya. Ia hanya harus mengatakan inti dari apa yang ingin ia sampaikan.

"Bicaralah, Mba. Apa yang membuat mba Kanaya datang kesini mencariku?" tanya Kimberly dengan wajah tak bersahabat.

"Aku-- ingin minta maaf atas kejadian kemarin. Aku tak tahu kalau kau biasa masuk ke ruangan Alan seperti itu, Kim."

Permintaan maaf Kanaya justeru membuat Kimberly semakin muak. Perempuan itu tampak sengaja membuat Kim terpaksa mengingat saat-saat Alan menyesap bibir Kanaya dengan buasnya.

"Hhh, mengapa harus minta maaf? Bukankah aku yang harus meminta maaf karena mengganggu waktu mesum kalian?" Kalimat sarkas diucapkan Kimberly dengan sebuah seringai tipis dari bibirnya.

Gadis itu tak mau menampakkan kecemburuannya meskipun Kanaya sudah lebih dulu bisa menangkap kecemburuan di mata Kimberly saat dirinya bersama Alan.

"Menyerahlah, Kim! Alan adalah tunanganku. Kami sebentar lagi akan menikah. Mencintai pamanmu sendiri adalah sesuatu yang mustahil dan tentu saja memalukan."

Pada akhirnya Kanaya meluapkan keterusterangannya pada Kimberly. Kedatangan perempuan itu hanya untuk memprovokasi Kimberly agar menyerah terhadap cintanya pada Alan. Sejak kedatangan gadis itu di mansion Alan, dan dengan sikap Kimberly yang tak seperti seorang keponakan terhadap pamannya membuat Kanaya sadar, jika antara Kim dan Alan terselip perasaan cinta seorang pria dan wanita. Apalagi melihat perhatian Alan terhadap keponakannya yang membuat Kanaya merasa tersaingi. Meski kini Kimberly tak lagi tinggal bersama tunangannya, namun melihat Alan masih begitu perhatian pada gadis itu dengan mengerahkan beberapa anak buahnya untuk menjaga Kimberly, membuat Kanaya cukup paham dengan perasaan yang juga dirasakan sang tunangan terhadap keponakannya.

"Jangan bangga jika baru berstatus sebagai tunangan, Mba! Yang sudah menikah saja bisa berpisah apalagi hanya sekedar bertukar cincin. Dan jangan pernah menyuruhku untuk berhenti mencintai seseorang, karena ini adalah hidupku! Aku berhak mencintai siapapun termasuk pamanku sendiri."

Kanaya tak mengira Kimberly akan memberi jawaban menohok padanya, namun wanita itu yang memang datang dari keluarga kelas atas tetap bisa bersikap tenang dan mengendalikan emosinya. Kanaya masih berwajah santai meski dalam hatinya ingin sekali memaki gadis yang usianya terpaut cukup jauh dengannya.

"Aku hanya tak mau kau terluka dengan perasaanmu sendiri, Kim. Kau adalah keponakan tunanganku, yang artinya akan menjadi keponakanku juga nantinya. Cobalah menjalin cinta dengan pemuda seusiamu, atau setidaknya tak jauh dengan usiamu, Kim."

"Waktu sepuluh menit yang kau minta sudah habis. Silakan pergi dari sini karena aku harus kembali bekerja."

Kimberly sudah malas meladeni ocehan Kanaya yang mampu membuatnya panas. Meski wajahnya pun tak menampakkan kegusaran, namun Kim merasa harus segera menyudahi perbincangan yang memuakkan itu.

"Aku berharap kau bisa bertemu dengan pemuda yang baik, Kim. Aku tulus mengatakannya."

Kanaya mengangkat bokongnya dari kursi hendak pergi dari sana, namun ucapan Kimberly yang tiba-tiba membuat wanita itu terpaku di atas kakinya.

"Kau takut aku bisa membuat om Alan mencintaiku, kan? Kau takut aku merebut om Alan darimu, kan?"

Seringai itu kini tampak jelas, tak lagi berusaha disembunyikan oleh Kimberly. Dan semua itu cukup membuat Kanaya terkesiap dengan kalimat yang diucapkan gadis itu. Kanaya tak menyangka jika Kimberly berani mengatakan kalimat sefrontal itu padanya.

"Kau terlalu banyak bermimpi, Kim!"

"Tenang saja, Mba! Sejak keluar dari rumah itu aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk berhenti mencintai tunanganmu. Kau tak perlu khawatir aku akan merebutnya darimu. Sekarang aku hanya ingin fokus pada diriku sendiri, dan tak berusaha membagi cintaku untuk siapapun!"

Lagi, Kanaya kembali dibuat menelan salivanya dengan kasar setelah mendengar perkataan Kimberly. Meski harusnya senang dengan ungkapan gadis itu, namun entah mengapa hatinya justeri merasa panas seolah Kimberly mengasihaninya.

Kanaya pergi tanpa bicara apapun. Langkahnya terlihat pasti, mungkin sudah sangat marah dengan sikap angkuh keponakan tunangannya itu.

'Mencintai seseorang hanya menimbulkan rasa kecewa padaku. Beberapa kali aku dikecewakan oleh rasa cinta itu sendiri. Papa, mama, dan Alan. Mereka memaksaku mematikan rasa dengan begitu kejamnya.'

"Kimberly, ada yang mencarimu!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status