Share

Chapter 5 - Kuda Putihku Lebih Tampan

TIGA TAHUN YANG LALU..

"Hai, Kim.."

Seperti biasa, Genta menyapa Kimberly dengan senyum seorang player. Pemuda bermata sipit itu selalu bersikap sok ganteng. Ya.. memang benar, sih. Genta memang termasuk dalam kategori remaja tampan dan idola di sekolah bertaraf internasional itu, meski ketenarannya masih kalah jauh dari Borne.

"Hem.."

Kimberly membalas sapaan pemuda genit itu dengan wajah acuh. Kim orang yang tak suka berbasa basi, apalagi dengan anggota genk Playboy macam Genta dan kawan-kawannya.

"Dih, galak banget jawabnya. Jangan galak-galak, Kim, nanti hilang cantiknya."

"Iiiiish.. gombalanmu sangat norak!" Kim mencebikkan bibirnya seraya menatap malas pemuda itu. Tanpa mau menjawab ocehan Genta, ia gegas meninggalkan ruang kantin. Gadis itu tak tertarik untuk meladeni ocehan Genta.

"Kim, mau kemana?"

"Balik ke kelas!"

"Dih, makananmu belum habis, Kim!"

"Biarin! Buat kucing ibu kantin!" jawab Kim sekenanya.

"Kim, tunggu!"

Ia tak peduli dengan seruan Rea yang memanggil namanya. Langkah Kimberly tetap pasti menyusuri lorong yang menghubungkan antara kantin dan kelasnya.

"Kim!"

"Hhh.. hari ini banyak sekali yang ngefans sama namaku, sih!" gerutu gadis itu.

Kimberly menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tampak Rea dan Caca tengah berlari menghampiri.

"Ap--

"Woi! Apa-apaan, ini?! Lepasin aku! Caca! Rea! Lepasin aku! Ini tak lucu sama skali!" teriak Kimberly.

Entah setan apa yang merasuki kedua sahabatnya itu. Mereka menggotong tubuh Kimberly dengan bergotong royong, Rea memapah tubuh mungil itu di sebelah kanan, dan Caca memapah di sebelah kiri. Kemana gadis-gadis ini akan membawanya?

"Kau diam saja, Kim! Kami tak akan menculikmu!" cetus Rea yang menyunggingkan cengiran absurdnya.

"Iya, Kim. Santai saja. Asalkan kau jadi kucing manis dan penurut, kami tak akan menyakitimu!" timpal Caca yang membuat kening Kimberly mengernyit tak mengerti.

"Hah?"

'Ya Tuhan.. kemana dua makhluk ini akan membawaku. Semoga saja bukan ke ruang kosong dan berakhir dengan mengunciku disana. Aku fobia dalam kegelapan. Tapi buat apa juga mereka membawa dan mengunciku disana, aku sedang tak ulang tahun. Jadi tak mungkin mereka mengerjaiku,' bathin Kim.

"Please, Girl! Lepasin aku! Atau akan berteriak!" ancamnya pada dua gadis itu.

"Hah? Buat apa teriak, Kim? Seperti di sinetron ikan terbang saja!"

Caca, sahabat Kimberly yang terkenal polos, atau lebih tepatnya lemot itu selalu saja menjawab asal.

"Never, Kim! Kau pasti akan berlari dan pergi jika kami melepasmu!"

Rea tetap teguh pada tindakannya. Entah apa yang kini ada di otak gadis itu. Kimberly terlihat malas bermain-main lagi.

"Aku janji tak akan pergi! Sekarang lepasin aku dan katakan, kalian mau bawa aku kemana, sih?"

"Janji, ya..."

Caca si gadis lemot! Tanpa sadar dia melepas Kimberly untuk mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking gadis itu.

"Cacaaaaaaaa..." Teriakan Rea membuat Kimberly tak fokus untuk melarikan diri, mereka berdua kembali bisa menangkapnya.

"Iiiiih... stop! Lepasin aku! Aku janji tak akan melarikan diri. Memang kemana kalian akan membawaku, hm!" teriaknya.

Rea masih mengamati pergerakan Kimberly meskipun ia perlahan melepas cengkramannya. Namun tak sama dengan Caca, gadis polos itu langsung melepas tangan Kimberly karena selalu percaya begitu saja dengan apa yang Kimberly katakan.

"Borne mau bicara sesuatu! Dia sudah berada di rooftop. Tolong temui dia, Kim!"

Kini wajah Rea berubah serius. Gadis itu memang paling getol mendekatkan Kimberly dengan Borne. Alasannya? Tak ada yang tahu.

Kimberly hanya bisa menghembuskan napas kasar serta memutar bola mata dengan malas. Lagi-lagi karena Borne. Entah sudah keberapa kalinya Borne mengajaknya bicara berdua. Bahkan sejak mereka duduk di kelas 11, pemuda itu sudah sering kali menyatakan perasaannya pada Kim.

"Mau bicara apalagi dia, Re? Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku--

"Naik saja dulu, Kim. Tak ada salahnya, kan, kau memberi kesempatan Borne untuk bicara? Mungkin ada sesuatu yang akan mengubah jawabanmu sekarang. Kita tak pernah tahu masa depan, Kim!" ucap Rea yang kini terlihat lebih serius.

"Hhh.. oke. Tapi kau tahu aku, kan, Re? Aku bukan orang yang mudah mengubah pendirianku."

Kimberly menepis tangan Rea yang masih berada di lengannya. Dengan pasti ia melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop sekolah. Ya, rooftop selalu dijadikan tempat siswa di sekolah favorit itu untuk berpacaran atau sekedar bermalas-malasan. Tempat tertinggi di sekolah itu juga sering kali dipakai para siswa dominan yang sering membully siswa lain, tentunya siswa yang dirasa cupu ataupun mudah untuk dijahili. Selama ini Kim tak pernah peduli dengan peristiwa di sekolahnya, meski ia merasa risih dengan ulah siswa yang sok jagoan, namun Kim tak pernah mau ambil pusing. Selama mereka tak menyentuh atau membuatnya murka, Kimberly tak peduli dengan yang lain.

Terlihat Borne sudah duduk di kursi besi yang memang ada disana. Kim menghampirinya karena merasa harus segera menuntaskan semuanya agar bisa cepat kembali ke kelas.

"Apa yang mau kau bicarakan, Borne?" tanya gadis itu dengan raut malas pada pemuda yang langsung mengangkat bokongnya saat melihatnya datang.

Seperti biasa, Borne menyunggingkan senyumnya saat bertemu dengan gadis pujaannya. Senyum yang jika gadis lain melihatnya pasti akan langsung terpesona, tapi tidak dengan Kimberly

"Aku masih mencintaimu, Kim, dan aku tak akan bosan untuk terus mengungkapkannya padamu. Aku harap kali ini kamu bisa menerima cintaku."

Untuk kesekian kalinya Borne menyatakan cinta pada Kimberly. Pemuda tampan dan idola di SMA Penabur, tempatnya bersekolah, tak pernah jera meskipun Kim selalu menolaknya. Dan kali ini, ia pun tak pernah bosan untuk menyatakan sebuah penolakan padanya.

"Kau pasti tahu jawabanku, kan? Maaf, Borne. Sejak dulu sampai sekarang jawabanku tak akan pernah berubah. Aku tak bisa menerima cintamu," jawabnya tenang.

"Kenapa?" Borne menarik tangan gadis itu saat Kimberly hendak berbalik dan meninggalkannya.

"Apa yang membuatmu selalu menolak cintaku, Kim? Aku lelaki paling tampan dan populer di sekolah ini. Semua siswa perempuan disini menggilaiku, tapi kenapa kau selalu saja acuh padaku, hah?"

"Sakit! Lepas!"

Cengkraman Borne menyakiti tangan Kimberly, tapi pemuda itu tak peduli dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan akibat ulah kasarnya.

"Kenapa kau tak berpacaran dengan salah satu fansmu saja? Aku bukan bagian dari gadis-gadis yang berteriak histeris saat kau melewati kelas mereka. Jadi jangan paksa aku!"

Kim menepis cengkraman Borne saat pemuda itu sedikit lengah. Tangannya terlihat kemerahan akibat kekasaran Borne.

'Hhh.. bagaimana aku bisa jatuh cinta pada pemuda kasar sepertimu, Borne?!'benak Kimberly berteriak.

Ia meninggalkan pecundang itu sendiri dan melangkah untuk menuruni anak tangga. Kimberly gegas kembali ke kelasnya karena beberapa menit yang lalu bel telah berbunyi.

Kimberly bukanlah gadis yang suka dengan hubungan bertele-tele. Berpacaran dengan satu pemuda, putus, lalu pindah pada pemuda lain. Aaaaah.. itu membosankan baginya. Apalagi, sejak dulu ia menunggu seseorang. Menunggu pangerannya datang dengan kuda putihnya. Kim menjulukinya, si Kuda Putih.

'Lelaki paling tampan? Hhh.. Kuda putihku lebih tampan darimu, Borne..'

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status