Share

PERTEMUAN DI PANTAI

"Akhirnya dia datang juga," Ibu Salma, Sundari Andara tersenyum ketika Salma memasuki ruang makan kediaman Andara.

Di sana sudah ada keluarga Maheswara, Priyan Maheswara, Kim Hyuna Isterinya, dan Adyan Maheswara yang ternyata lebih ramah dari yang Salma bayangkan. Mereka menatap kedatangan Salma dengan senyum lebar.

Salma membalas senyum itu sebagai formalitas, lalu menyalami keluarga itu dengan ramah sebelum akhirnya duduk di kursi makan kosong yang berhadapan langsung dengan Adyan Maheswara. Sekali pandang, Salma langsung bisa menilai kalau dia bukan laki-laki yang buruk. Wajahnya tampan, khas campuran Korea Indonesia, dengan senyum manis yang Salma kira adalah daya tarik tersendiri laki-laki itu.

"Kamu sangat cantik, Nona Andara," puji Kim Hyuna. Salma memang perempuan yang cantik dan pandai memadupadankan busana. Dia selalu terlihat anggun dan bersinar kemanapun dia melangkah.

"Terimakasih, Nyonya." balas Salma dengan senyum lembut.

"Baiklah, karna semua sudah lengkap, ada baiknya kita mulai menyantap hidangannya," ungkap ayah Salma, Hartono Andara dengan bijak.

Acara makan itu berlangsung singkat dan hening. Salma menjadi yang pertama selesai makan, dia memang mengambil makanan sedikit saja karna sudah kenyang usai dari restoran.

Setelah semuanya selesai makan, maka Hartono pun kembali bicara usai mengusap bibir dengan serbet.

"Ayah dan orangtua Adyan memang bertujuan untuk mempertemukan kalian sekaligus bersilaturahmi. Harapannya sih, kalian bisa menemukan kecocokan satu sama lain, dan kita bisa menjadi besan, bukan begitu Mas Priyan?" ucapnya setengah bergurau. Ayah Adyan itu tertawa sembali mengangguk-angguk.

Baik Adyan maupun Salma sama-sama terhenyak. Salma mengira Adyan mengetahui tujuan pertemuan ini sejak awal. Namun melihat wajah tampannya yang terkejut, entah mengapa Salma merasa sedikit puas karna berpikir masih punya peluang untuk menolak perjodohan itu.

"Bagaimana pendapat kamu, Dy?" Priyan menoleh pada Adyan. Lelaki itu tersenyum tipis, "Saya sedikit kaget sebenarnya. Tidak mengira pertemuan silaturahmi ini ternyata membawa maksud lain." Suaranya tenang dan berwibawa. Kesan Salma yang mengira bahwa laki-laki ini hanyalah golongan yang berlindung di balik ketiak orangtua luntur seketika. Adyan sepertinya besar dengan pengendalian diri yang baik dan tahu menempatkan sikap sesuai dengan situasi.

"Bagi saya, itu bukan menjadi masalah. Namun yang saya cemaskan, mungkin saja Nona Salma memiliki seorang kekasih. Melihat pada kecantikan Nona, saya rasa tidak mungkin Nona Tidak memiliki kekasih. Atau saya salah barangkali?" Laki-laki itu berbicara dengan santai, mengedarkan pandang juga ke arah orangtua Salma yang memasang ekspresi adem ayem.

"Salma tidak punya kekasih." tutur Ibunya pula. "Dulu Tante sampai takut kalau dia ternyata tidak suka laki-laki, ternyata dia hanya sibuk saja dengan pekerjaan dan tidak menemukan orang yang cocok, begitu katanya."

Salma menekan lidahnya, tidak menyangka ucapan yang dulu kerap dia katakan tatkala sang ibu menanyakan status asmaranya itu kini menjadi Boomerang untuk dirinya sendiri. Alhasil, dia hanya bisa tersenyum pelan.

"Kalau demikian, tunggu apa lagi? Kalian bisa mulai saling meluangkan waktu untuk mengenal satu sama lain." Goda Priyan pula.

Para orangtua tertawa renyah. Sementara dua terdakwa hanya diam, Salma dengan ekspresi masygulnya yang samar, dan Adyan dengan ketenangannya.

***

"Kamu tidak terlihat seperti wanita yang tidak punya waktu untuk cinta," itu adalah komentar pertama Adyan saat dia dan Salma hari itu bertemu berdua dengan pertemuan yang di atur oleh kedua belah pihak. Keduanya memilih tempat pertemuan di salah satu restoran tepi pantai.

"Benarkah?" Salma melirik pada Adyan, meninggalkan semua tata Krama senyum formalnya, menampakan pembawaannya yang sebenarnya, kalem, angkuh, namun juga anggun di saat yang bersamaan.

"Salma Andara, kamu sadar bahwa kamu itu cantik, bukan?" tanya Adyan dengan serius sembari menenggak mujitonya sekilas.

"Aku tahu," balas Salma pula dengan lurus. "Kamu tidak perlu mengingatkan aku untuk itu."

"Seharusnya kamu bisa menemukan lelaki pilihanmu tanpa melibatkan orangtua. Kurasa, tidak akan ada laki-laki yang sanggup menolakmu."

"Ada," gumam Salma, secara bersamaan, matanya melihat ke arah pantai, mendapati sosok yang tidak pernah dia duga ada di sana sedang berdiri santai mengarahkan kameranya ke sana kemari, dalam balutan pakaian pantai santai bermotif Bali. Wanita itu mengerjab, menyadari kalau itu benar-benar Fredy.

"Brengsek..." Salma memaki dalam hati, lebih kepada memaki situasi yang harus menempatkan dia, Adyan dan Fredy di satu tempat yang sama.

Tapi, tunggu dulu. Bukankah ini saat yang tepat untuk menunjukkan pada Fred kalau dia bisa move on? Meski Salma dengan miris tahu bahwa dia tidak akan bisa move on dari seorang Fredy Antonio.

"Ke pantai yuk, aku ingin menjejak pasir..." ajak Salma. Adyan yang tadinya hendak bertanya siapa laki-laki yang bisa menolak seorang Salma Andara batal bersuara. Dia kemudian berdiri, "Ayo,"

Salma meraih tangan laki-laki itu, mereka berjalan bersama ke arah pantai. Salma merasa bersyukur Karan Adyan sangat luwes dan tidak merasa terganggu ketika Salma memeluk lengannya.

Mereka berjalan melewati Fredy yang sedang mengetes kameranya. Dari ekor matanya, Salma dapat melihat Fred menurunkan kameranya, menatap mereka sebentar, lalu kemudian memutar badan melangkah menjauh.

Rasanya puas. Salma tanpa sadar tersenyum.

"Kamu senyum." Bisik Adyan pula. Salma tersadar, lalu menatap laki-laki itu yang kini turut menatapnya dengan ekspresi yang sedikit heran. "Apa yang lucu?"

"Tidak," sahut Salma pula. Mereka mulai berbicara dengan santai sembari duduk di atas kursi pantai. Salma menjadi bersemangat, dia berbicara dengan tawa kecil yang lepas, apalagi Adyan adalah seorang pendengar yang baik, tak melepaskan matanya dari Salma sedikitpun.

Ditengah pembicaraan mereka, dua sejoli lewat di depan mereka, bergayut manja dan saling merangkul.

Senyum Salma seketika lenyap. Apalagi ketika pihak wanita dari sepasang sejoli itu menyadari kehadirannya, mendekat dengan ekspresi antusias sembari menggandeng pasangannya.

"Salma? Kamu disini juga? Lama tidak ketemu ya," sapanya pula dengan sumringah. Milenna Aswar, kekasih Fredy. Salma bersumpah dapat melihat senyum miring Fredy saat laki-laki itu menatapnya dari sisi Milena.

"Ini siapa?" Milena menyadari kehadiran Adyan, laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Adyan."

"Wajahmu sepertinya tidak asing," gumam Milena.

"Dia Adyan Maheswara," balas Salma pula dengan senyum paksa. Merasa jengkel melihat kebersamaan dua pasangan di depannya.

"Adyan Maheswara dari Maheswara Group? Ah, sungguh suatu kebetulan bisa bertemu disini." Fredy yang menanggapi, mengulurkan tangannya pada Adyan pula. Sebelum dia mengenalkan diri, Adyan telah menyela, "Senang juga bertemu denganmu secara langsung, Tuan Muda Antonio"

"Kau mengenalku." sahut Fred sembari tersenyum tipis. "Aku lihat kau bersama dengan Salma Andara. Apakah kalian ...? " Fredy mengangkat alisnya.

"Dia ..." Adyan menoleh pada Salma yang diam saja, merasa tidak nyaman.

"Dia kekasihku."

Fredy mengangguk-angguk, melihat pada Salma yang bungkam. "Begitu ya. Baiklah. Nikmatilah waktu kalian. See you around."

pamitan Fred di balas dengan anggukan singkat dari Adyan.

Kedua sejoli itupun berlalu dari hadapan mereka.

"Apakah tidak masalah?" Adyan bertanya sembari menatap Salma. "Aku menyebutmu sebagai kekasihku?"

Salma menggeleng. "Tidak, selama kekasih aslimu tidak marah."

Adyan tertawa mendengarnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status