Share

PENDAKIAN

Seminggu kemudian, rencana pendakian ke Dieng itu nyatanya benar -benar terealisasi. Mereka berkumpul dulu di basecamp sebelum kemudian pergi ke Wonosobo.

Salma menjadi orang ke empat yang datang dengan kaos putih dan celana gunungnya. Di sana sudah ada Effendy, Ashley dan Andika.

Salma menghempaskan tubuhnya ke sofa.

"Barang-barangmu?" tanya Andika.

"Mobil, tidak mungkin aku membawanya kesini." tukas Salma sembari memutar mata. Ia terlihat cantik dalam pakaian santainya, meski aura elegan yang di bawanya tidak sedikit jua luntur.

Dia menoleh malas pada Ashley yang duduknya tak pernah jauh dari Chislon.

"Jangan menyusahkan, kamu selalu menjadi yang paling merepotkan ketika mendaki." gerutu Salma blak-blakan pada Ashley. Perempuan berkulit putih pucat itu mendengus mendengar teguran Salma.

"Fredy lama," Andika bersuara. Effendy melihat sembari tersenyum kecil, "Begitulah kalau bawa pacar."

"Iya, sama seperti kamu dan princessmu itu." balas Andika yang tidak di indahkan Effendy.

Sementara Salma yang mengikuti pembicaraan kawan-kawannya tak dapat menahan diri untuk tidak mengernyit.

"Fred membawa Milenna?"

"Iya, Milenna memberitahuku untuk ikut, aku bilang ikut saja." jawab Andika enteng. Raut wajah Salma langsung berubah pias. Andika yang peka langsung menyambung, "Tenang, Sal. Setidaknya kamu tidak menjadi obat nyamuk sendirian nantinya. Ada aku," ucap Andika dengan dramatis, melirik penuh sindiran pada Effendy dan Ashley juga.

Salma baru akan membuka mulut menanggapi ketika pintu basecamp terbuka dan dua sejoli melangkah masuk. Salma melirik sedikit, tak minat menatap penuh.

Fredy datang bersama Milenna, dengan pakaian casual pendaki.

"Halo semuanya," Milenna menyapa dengan ceria, menuai senyum sekedar apresiasi dari orang-orang di dalam ruangan.

"Kamu terlihat jengkel, Sal. Ada masalah?" tanya Milenna pula memberi perhatian pada Salma yang hanya melirik pada mereka tadi.

"Moodku tidak begitu baik," jawab Salma dengan dagu terangkat, dia bahkan tidak merasa harus tersenyum. Salma menoleh pada Effendy, "Kita lewat jalur mana?"

"Jalur Dieng," Andika menyerobot yang di angguki saja oleh Chislon.

"Kalau tidak ada lagi yang di tunggu, sebaiknya langsung berangkat." kata Salma.

"Kami baru tiba, apa tidak bisa duduk dulu sebentar?" tanya Milenna dengan senyum yang tak pupus.

"Siapa yang suruh kalian datang terlambat?" balas Salma sembari menatap Milenna langsung, membuat Milenna sedikit tersedak di bawah permukaan. "Ma...maaf."

"Jika kamu memiliki masalah, seharusnya kamu tidak melampiaskannya pada Milenna." Fred bersuara dengan santai, tapi Salma enggan menatap ke arahnya. Wanita itu hanya membalas dengan mulutnya, "Aku tidak memiliki masalah, hanya memang kami sudah cukup lama menunggu," ujarnya dengan tekanan suara yang rendah.

"Sudah," Effendy menghela napas panjang lalu berdiri, "Ayo berangkat." katanya mengatasi situasi yang sempat canggung itu.

***

Mereka memilih jalur pendakian Dieng dari enam jalur pendakian utama, langsung menuju basecamp di Kalilembu setelah mengurus urusan administrasi.

"Ini tidak akan lama, palingan hanya akan memakan waktu beberapa jam sampai ke puncak," ucap Effendy pula ketika mereka sudah di depan gerbang jalur pendakian Dieng yang berbentuk atap segitiga itu. Tidak begitu banyak pendaki hari itu, bahkan di jalur Dieng sepertinya hanya mereka saja.

"Atau bisa saja seharian." celetuk Andika sembari melirik ragu pada Ashley dan Milenna. Pandangan matanya berhenti pada Salma yang sedang mengikat sepatunya. Salma memang tidak menyukai alam liar, tetapi sepanjang pengalaman mereka, Salma bukan tipe perempuan menyusahkan ketika mereka camping di alam.

Setelah briefing sebentar ke enam orang itupun memulai pendakiannya.

Jalur awal masih relatif landai, mereka melewati perkebunan warga yang membentang.

"Kenapa pilih jalur ini, Mi Amor?" tanya Ashley yang berjalan di belakang Effendy. Orang yang berjalan paling depan adalah Effendy, diikuti Ashley, Salma, Andika, Milenna dan Fred paling belakang.

"Relatif lebih dekat, lagipula, daripada jalur lain, ini masih lebih baik." jawab Effendy seadanya. Laki laki blasteran Prancis Indonesia itu berjalan santai, tidak terburu buru.

Setelah 30 menit berjalan, areal perkebunan warga mulai pupus. Mereka memasuki gerbang hutan di pos dua. Disini, jalan mulai menanjak. Mereka beristirahat selama lima belas menit dengan arahan Effendy sebelum akhirnya kembali mengayunkan langkah, itu sudah memasuki kawasan hutan belantara yang lebat.

Di sebuah tanah lapang di kawasan pos dua, rombongan sekawan itu berhenti lagi. Ashley sudah meneguk air dengan kehausan, begitu juga dengan Milenna.

"Banyak sekali pohon pinus," gumam Salma yang memandang ke sekitar.

"Ini adalah kawasan yang biasa di sebut kawasan akar cinta." kata Effendy.

"Akar cinta?" Milenna tampak tertarik. "Mengapa demikian?"

"Terinspirasi dari akar -akar pinus yang menyembul." jawab Effendy pula, Ashley dengan lembut menyandarkan kepala di bahunya.

"Namanya terdengar romantis," tanggap Milenna lagi, sembari tersenyum menatap Fred.

"Disini memang banyak nama-nama yang romantis. Kalau kamu memilih jalur pendakian lain, kamu akan bertemu Bukit Rindu," timpal Andika.

"Aku dengar ada bunga daisy di sini," ucap Salma pula. Effendy mengangguk. Mata hitam Salma berkilat semangat meski hanya sejenak.

"Aku baru ingat, Nona Andara ini memang pecinta bunga daisy garis keras." tawa Andika hanya di hadiahi lirikan tajam dari Salma.

"Mengapa harus Daisy? Mawar lebih baik," komentar Ashley.

"Hmm, tapi Sepertinya aku tidak memerlukan pendapatmu, Lily. Siapa yang berhak mengatur selera orang lain?" balas Salma sembari menyandarkan kepalanya ke pohon di pinggir tanah lapang itu, menghidu udara sejenak untuk mengatur napasnya, dia masih bisa mendengar decakan malas dari Ashley Bimantara, namun dia tak memperdulikannya lagi.

Setelah beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan melibas tanjakan tanjakan yang telah menunggu di hadapan.

***

Dari semua kelelahan pendakian yang di rasakan, Salma tak dapat menampik keindahan yang memanja mata selama perjalanan mereka. mereka. Mereka melewati bukit Teletubbies dari pos tiga menuju puncak, menyaksikan taman bunga daisy yang membuat Salma berdecak dengan pandangan yang tak ingin melewatkan.

"Nanti saja saat turun baru singgah, Sal. Kamu seperti sudah tidak sabar berlarian ke sana." celetuk Andika, tak di sahuti oleh Salma. Wanita yang mengikat rambutnya dengan gaya ponytail itu seperti tidak mendengar, dia berhenti sejenak di sana, Milenna melewatinya. Fred juga melintas di belakangnya.

"Masih mau disini?"

Salma terhenyak sedikit, menoleh ke samping. Baru sadar kalau Fred ternyata tidak terus melangkah menyusul yang lain. Laki laki itu ternyata masih berdiri menunggunya. Salma sampai menatap wajah lelaki itu beberapa lama untuk melihat apa yang mendorong seorang Fred Antonio rela hati menunggunya.

Laki laki blasteran Arab itu menyadari pandangan Salma lalu bicara dengan sedikit tidak minat, "Well, jika kamu hilang, itu akan merusak suasana. Aku hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk."

Salma diam sejenak, matanya melirik hamparan bunga daisy yang sangat menggoda itu.

"Kamu bisa mengambilnya saat turun, lagipula kita masih punya waktu besok." Fred menatap langit. "Sedikit lagi sunset, kita harus segera mencapai puncak."

Berbeda dengan biasanya dimana pendaki mengejar sunrise, mereka hanya bisa puas dengan sunset karna waktu pendakian yang mereka pilih.

Salma akhirnya melanjutkan langkahnya, Melihat itu Fred membalik dan mengayunkan langkahnya di depan, menyusul teman mereka yang lain dengan Salma di belakangnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status