Share

RENCANA KE DIENG

Dalam persahabatan mereka, kelima sahabat itu memiliki sebuah basecamp khusus yang telah mereka tetapkan semenjak masa perkuliahan mereka. Basecamp itu terletak di lantai tiga mall milik keluarga Antonio. Meskipun demikian, cukup jarang mereka kumpul disana karna kepadatan pekerjaan.

Malam itu, Salma mendapati pesan dari sahabat-sahabatnya yang meminta ia datang ke basecamp.

Sebenarnya, Salma tidak merasa tertarik untuk datang karna lagi-lagi dia enggan bertemu dengan Fred. Namun, demi solidaritas, wanita cantik itu memutuskan untuk datang.

Salma menjadi yang terakhir tiba, karna dirinya memang sengaja ingin terlambat. Ketika dia sampai, dilihatnya para sahabatnya sudah ada di sana dengan pakaian santai, sama seperti yang dia kenakan. Rasanya sudah lama Salma tidak menyaksikan kawan-kawannya berkumpul dalam balutan pakaian nonformal, mengingat setiap pertemuan mereka dilakukan pada waktu break pekerjaan.

"Hai," sapanya sembari tersenyum, langsung membuka kulkas untuk mengambil segelas air mineral, duduk di sisi Andika yang sedang memainkan sejenis game di ponselnya.

"Hai juga," balas Ashley, wanita itu duduk di sebelah Effendy yang kali ini melepaskan tabnya, mengangguk singkat menyambut sapaan Salma. Fredy ada di sana, dia seperti biasa hanya melirik kedatangan Salma.

"Tumben ngajak ngumpul," buka Salma, matanya melirik ke arah tv i44 inch yang menampakan tempat wisata di Wonosobo.

"Kita mau rencana camping ke Dieng. kamu wajib ikut." ujar Ashley.

"Aku sibuk." cetus Salma.

"Jangan sok sibuk, kamu pikir kita tidak punya kesibukan juga?" ketus Ashley.

"Kamu punya kesibukan? Bukannya kamu hanya sibuk berbelanja?" sindir Salma tepat sasaran. Wanita itu memeriksa ponselnya, ada beberapa pesan masuk dari Yuli tentang pekerjaan. Namun sebelum dia sempat membalas, Andika telah menyeletuk.

"Kamu harus ikut, Sal. Ini trip khusus untuk kita."

Salma mengalihkan mata dari layar ponsel, menatap layar tv lagi.

"Sepertinya tidak, kalian kan tahu, aku tidak terlalu suka alam liar."

"Sekali-kali mencari udara baru, Sal. Kita kan sudah lama tidak mendaki sejak tiga tahun lalu." ujar Effendy, sembari bangkit dan mengeluarkan sebotol minuman dari kulkas.

Salma menghela napas gusar. Dia memang tidak suka berada di alam liar, namun bukan berarti dia tidak bisa. Lagipula akhir-akhir dia merasa kepalanya mumet, tawaran mulai terdengar menarik "Dieng ya... spot mana?" tanya Salma akhirnya. Effendy menatapnya sembari tersenyum, "Gunung Prau."

"Kita berangkat seminggu lagi." tambah Andika lagi. "Baguslah, kalian memberitahu lebih awal, ada banyak urusan yang harus aku bereskan dulu." tanggap Salma pula. Sedang Antonio hanya diam terus.

"Kamu memang pendiam, tetapi entah mengapa otomatis langsung bisu kalau ada Salma." gerutu Andika pada Fred. Laki -laki itu mendengus dengan bercanda. Ucapan Andika membuat Salma meliriknya, namun Fred bahkan tidak balas melirik. Ponselnya tiba tiba berbunyi, dia melihat itu, mengangkatnya sembari melangkah menjauh dari sahabat-sahabatnya.

"Dasar bucin!" gerutu Andika. Mereka semua tahu, jika ada yang menelpon Fred saat mereka bersama, itu adalah Millena Aswar, kekasihnya.

"Seharusnya kamu menghargai Salma, Fred!" Ashley sedikit berteriak. "Ah, pahitnya mencintai tanpa balasan." sindirnya sembari melirik Salma yang sudah berdiri, menatapnya tajam dan memaki, "Shut up, bitch."

Ashley hanya memutar bola mata.

"Semuanya, aku pamit duluan, ada pertemuan bisnis dengan kolegaku yang tidak bisa di tunda."

"Take care," Effendy satu-satunya yang bersikap dengan normal.

Salma hanya mengangguk sekedar menanggapi dan pergi dari sana.

***

"Jadi, kapan kalian akan pergi?" Milenna bertanya sembari merebahkan kepalanya di dada Fredy. Dia mendatangi apartemen Fredy weekend itu, duduk menghabiskan waktu santai dengan menonton netf*IX bersama kekasihnya

"Seminggu lagi," jawab Fred sambil lalu dengan mata terus tertuju pada layar tv.

"Serius sekali," gerutu Milenna. Dia menarik kepalanya, lalu meraih rahang Fred dan menariknya agar laki -laki itu berpaling menatapnya.

"Apa?" tanya Fred dengan suara khasnya yang rendah dan serak. Millena tersenyum. "Kenapa matanya kesana terus, aku kangen tahu." keluhnya.

"Oke," Fred mengalihkan fokusnya sepenuhnya pada sang kekasih.

"Sekarang apa?" tanyanya yang membuat Milena tertantang. Dia menarik wajah Fred dan mencium nya. Jelas, gadis itu menuntut. Fred melayaninya dengan imbang, dan di kejab yang lain keduanya sudah setengah terbaring di sofa.

"I want you," desah Milenna. Matanya menatap penuh damba pada Fredy. Laki-laki itu memiliki fitur wajah tampan dan manis secara bersamaan. Bulu matanya yang melengkung panjang selalu membuat Milenna gemas. Dia meraih tangan Fredy yang masih memeluknya dengan sopan, menuntun tangan itu pada bagian tabu, matanya dipenuhi harapan dan hasrat yang membara.

Untuk sekejab, Fredy terhenyak, dia lalu tersenyum sedikit. Laki laki itu bergerak bangkit yang secara otomatis menjauhkan dirinya dari Milenna.

Airmuka Milenna Aswar seketika berubah kecewa.

"Kenapa, Fred?" keluhnya.

"I just can't." jawab Fredy lembut. Dia mengusap rambut Milenna dan menarik wanita itu dalam pelukannya, tetapi Milenna menepis halus. Ekspresinya masih belum puas, "Apa aku kurang seksi di matamu? Selama ini kita tidak pernah melakukannya. Aku sampai ragu kau mencintaiku atau tidak."

Fred mengernyit. "Kamu sudah mulai membawa -bawa perasaan?"

Airmuka Milenna memerah.

Dia dan Fredy memang dekat, tetapi sebenarnya laki-laki itu tidak pernah menyatakan perasaan atau menembaknya. Namun Fredy juga tidak menampik jika Milenna menyebutnya sebagai kekasihnya. Dia juga selalu memperlakukan Milenna dengan baik.

Keduanya dekat karna persahabatan orangtua. Lalu Dua tahun yang lalu Milenna meminta bantuan Fred untuk menghindari perjodohan. Dia meminta Fred menjadi kekasih pura-puranya. Laki-laki itu tidak masalah dengan itu. Mereka akhirnya pura pura berkencan sampai Milenna lupa kalau itu sesungguhnya hanya pura-pura. Dia terlanjur nyaman karna sejak awal dia memang menyukai Fredy. Akhirnya dia tidak ingin mengakhiri kepura-puraan ini dan memilih lupa dengan tujuan mereka di awal. Fredy juga tak pernah menyinggungnya, oleh karna itu Milenna menganggap mereka sekarang benar-benar sepasang kekasih.

Ketika mendengar ucapan Fredy, ia merasa sakit di hatinya. Namun, apakah dia berhak? Dia seperti diingatkan kembali bahwa hubungan mereka hanyalah sebuah hubungan yang di rekayasa.

"Aku pikir, kamu mencintaiku." ucap Milenna dengan pelan. Matanya masih setia menatap Fredy yang kini balas menatapnya.

"Apa itu penting, Len? Aku selalu ada untukmu."

"Ya." Milenna tersenyum paksa. "Jika kamu tidak mencintaiku, kenapa kamu tidak menolak ciuman ku selama ini?"

Fredy tak langsung menjawab. ", aku tidak ingin mengecewakanmu." jawabnya kemudian yang terasa seperti sayatan belati di pendengaran Milenna. Wanita itu mengangguk angguk pelan, tetapi airmukanya telah berubah menyedihkan. Setelah canggung sebentar, Milenna kembali menunjukkan senyum manisnya.

"Aku ikut ke Dieng, boleh?" pintanya.

"Teman-temanku mungkin tidak akan mengijinkan." balas Fred pula dengan lembut.

"Aku tidak akan merepotkan, kalau kamu tidak mau, aku akan bicara pada Effendy. Aku yakin dia tidak akan keberatan."

"Tanyalah sendiri pada mereka, kalau mereka tidak masalah, maka kamu boleh ikut."

Airmuka Milenna langsung berubah sumringah. Dia langsung memeluk lengan Fredy.

"Aku tahu mereka tidak akan menolak." ucapnya dengan yakin.

"Kita akan mendaki lho, Len. Ke Gunung Prau."

"Tidak masalah, asal denganmu." cetus Milenna enteng.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status