Share

2. Hukuman

Di bawah teriknya matahari, dua kelompok siswa dari jurusan yang berbeda sedang menjalankan hukuman mereka bersama-sama. Sesuai perintah Bu Natalie, mereka semua membersihkan lapangan depan sekolah, dibagi menjadi empat kelompok. Satu kelompok terdiri dari empat orang.

Setiap sudut lapangan, mereka semua bersihkan. Tentu mereka mengerjakan hukuman itu dengan ekspresi yang berbeda-beda. Ada yang dengan terpaksa, tapi ada juga yang menjalankan hukuman tersebut dengan  ikhlas dan menerima dengan lapang dada.

Namun, di saat sudah mendapat hukuman seperti ini. Mereka masih saja tidak kapok, lihatlah terjadi perdebatan antara Ratu dan Maudy. Entah kenapa bisa terjadi perdebatan diantara mereka berdua, selalu saja ada hal yang diributkan.

"Heh! Lo kali yang salah, tadi gue udah lempar nih sampah ke sana! Lo malah balikkin lagi ke sini!" ucap Ratu nyolot.

Maudy berkacak pinggang. "Tenang dong bos, gue kan gak sengaja. Jangan nyolot!" balas Maudy tak kalah nyolot.

Perdebatan itu, kedengaran sampai ke telinga sahabat-sahabatnya mereka yang lain. Sehingga mau tak mau mereka harus melerai keributan itu, dan tugas yang sedang dijalankan harus dihentikan terlebih dahulu. Tanpa mengingat waktu, bahwa sebentar lagi bel pertanda istirahat kedua akan segera berbunyi.

"Udah, woy! Kalian kenapa si? Apa yang harus diributin? Gak kapok hah udah dikasih hukuman kayak gini?" lerai Rey.

"Halah, paling juga sahabat lo duluan yang mulai," ucap Angga sinis.

Sekuat tenaga Rey menahan emosinya agar tidak pecah saat ini juga. Jika semua mudah tersulut emosi, maka bagaimana jadinya? Mungkin keributan besar akan terjadi di lapangan dan mereka semua menjadi tontonan siswa-siswi lain, termasuk guru-guru.

Jenifer memutar kedua bola matanya malas. "Lo kalo iri sama kelas kita, bilang aja. Jangan nuduh-nuduh gitu," ketus Jenifer.

"Kok gue ngakak, ya? Bukannya yang iri itu, kalian ya? Kalian kan mau terkenal, tapi gak bisa. Iya 'kan?" ejek Kiara.

Lagi dan lagi, hal yang membuat perpecahan antara kedua kelas berbeda jurusan itu mereka bahas. Entah apa yang ada dipikiran mereka semua, sampai-sampai merasa bahwa jurusan yang mereka milikki adalah jurusan terbaik.

Padahal, semua jurusan itu sama-sama bagus. Dan pasti ada titik kesulitan yang sama juga. Seperti halnya manusia, semua manusia di dunia ini sama di mata Tuhan. Kita diciptakan berbeda-beda untuk saling melengkapi. Maka dari itu, jadikan semua perbedaan sebagai pemersatu, bukan pemecah.

"Udah, jangan ribut lagi dong. Mau sampai kapan sih kita kayak gini mulu?" lerai Gaby.

Saskia menatap Gaby sinis, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Kita, gak akan pernah damai. Kalau sahabat lo terus-terusan iri sama kelas gue," kecam Saskia.

"Diem dong, ih. Kok malah pada ribut si?" lerai Callista dengan intonasi bicaranya yang meninggi.

Seketika itu juga, mereka terdiam. Dan kini tatapan tajam saling mereka lemparkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kekesalan yang ada pada diri masing-masing memang harus dijaga, agar tidak terjadi keributan lagi.

Iri adalah salah satu hal yang bisa membuat terjadinya perpecahan. Karena iri, kita bisa saja melakukan segala cara untuk bisa menyamakan posisi kita dengan orang yang lebih sukses tersebut.

Kiara menghembuskan napasnya secara kasar, lalu mengacak rambutnya frustasi. "Sekarang gini deh, gimana kalau kita damai?" ajak Kiara.

"Damai? Gak salah denger gue? Inget ya, kita gak akan pernah mau berdamai sama kalian!" tegas Rassya.

"Sya! Jangan memperkeruh suasana!" tegur Rey.

Percuma saja jika kita berdamai dengan orang yang kita benci, namun hati masih dipenuhi dengan kedendaman. Hal itu tidak akan membuat kedamaian, akan tetapi perpecahan bisa saja semakin terjadi.

"Sekarang, mending kita lanjut bersihin lapangan. Takutnya nanti Bu Natalie lihat, bahaya," ajak Yesaya dan dibalas anggukan kepala oleh Kiesha.

Dengan raut wajah yang ditekuk, mereka semua kembali melanjutkan aktivitas membersihkan lapangan sekolah. Kelompok cewek terbagi menjadi dua, begitu juga kelompok cowok. Kedengaran perdebatan sempat terjadi lagi beberapa kali, antara kelompok cewek dan kelompok cowok.

Lapangan sudah semakin bersih, senyuman kebahagiaan mengembang di wajah dua kelompok murid yang berasal dari jurusan yang berbeda itu. Tak lama setelah mereka selesai membersihkan lapangan, bel pertanda istirahat kedua akhirnya berbunyi.

Keringat sudah mengalir di tubuh mereka masing-masing. Untuk menghilangkan rasa penat, Kiesha dan kawan-kawan memutuskan untuk pergi ke kantin dan mengisi perut mereka yang sudah di demo oleh para cacing. Tanpa mereka sadari, ternyata Yesaya dan kawan-kawannya terus mengikuti mereka semua sampai memasukki kantin.

Kiesha menunjuk arah meja yang ada di tengah kantin, masih kosong. "Kalian tungguin gue di sana, biar gue sama Saski pesenin makanan sama minuman."

"Ih, kok gue? Sama yang lain aja si males gue," tolak Saski cepat.

Wajah Saski kelihatan memerah, mungkin karena penat dan masih kesal akibat mendapat hukuman. "Ya udah kalau lo gak mau, gapapa. Biar gue sama Clay aja," ucap Kiesha lembut.

Saskia adalah gadis pertama yang berhasil membuat hati Kiesha bergetar. Atau dengan kata lain, Saskia adalah gadis pertama yang menempati posisi pertama di hati Kiesha, sebagai orang yang Kiesha sayangi. Sejak pertama kali bertemu, Kiesha memang sudah menyukai Saskia.

Namun sayangnya, tanpa sepengetahuan Kiesha. Ternyata Saskia menyukai Rey, sahabat Kiesha sendiri. Saskia sengaja menyembunyikan hal itu agar tidak terjadi perpecahan dalam hubungan persahabatannya.

"Ayoklah, gue sama Kiesha pesen makanan dulu ya." Kemudian, Kiesha dan Clay memesan makanan bersama.

Lagi, keributan hampir terjadi. Saat Saskia dan kawan-kawannya hendak mendudukki meja yang Kiesha tunjuk. Pangeran dengan seenaknya mendudukki meja itu. Padahal sahabat-sahabatnya sudah melarang dirinya agar tidak terjadi keributan lagi.

Ratu mengepalkan kedua tangannya kesal, dan hampir saja menonjok wajah Pangeran. Kalau Saskia tidak dengan cepat menahannya. "Woy! Lo mau apa si? Ribut lagi? Ayok!" teriak Ratu.

"Sabar, Ratu sabar! Inget, kita masih di sekolah!" tegas Saskia.

Napas Ratu tampak terengah-engah akibat menahan emosi. Sementara Pangeran malah tersenyum dengan santainya. Dan duduk dengan gaya seolah-olah dirinya adalah pemilik sekolah tersebut.

"Aduh, dasar ya. Anak dari jurusan pinter, tapi gak punya attitude," ejek Pangeran.

Jenifer menjulurkan lidahnya. "Kalo mau ngomong, ngaca dulu woy! Apa bedanya sama anak dari jurusan terkenal, tapi kerjaannya cari ribut mulu?"

Alika memukul lengan Pangeran, lalu menarik tangan Pangeran secara kasar. Agar meninggalkan kantin itu. "Pange! Jangan cari ribut! Ayo ke kelas!"

Saskia dan sahabat-sahabatnya menatap kepergian Pangeran dan sahabat-sahabatnya dengan tatapan kesal. Untung saja, tadi Rassya tidak tersulut emosinya. Coba saja kalau emosinya meledak, mungkin sudah kembali terjadi adu jotos antara Rassya dan Pangeran.

"Gaes, lain kali kalau hadapin mereka. Jangan nyolot, tenang dong. Gue capek kalau dapet hukuman terus," nasihat Rey, wajahnya tampak sangat penat.

"Tapi Rey, mereka tuh gak pantes dilembutin. Harus pakai cara kasar, baru mereka sadar," gerutu Jenifer.

Rey memutar kedua bola matanya malas. "Jangan bahas itu lagi, gue males."

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status