Share

8. Cemburu

Tepat pukul sepuluh malam, Saskia terbangun dari tidurnya karena mendapat telepon dari Jenifer, yang mengatakan bahwa pertandingan MMA antara Rey dan Angga sudah berlangsung. Namun hal yang membuat Saskia panik yaitu karena Jenifer mengatakan bahwa kondisi Rey sudah tidak bisa dikatakan baik lagi.

Wajah Rey sangat babak belur, matanya bengkak dan hidungnya mulai mengeluarkan darah, akibat pukulan keras yang terus Angga berikan. Sepertinya Rey tak akan bisa melakukan pertandingan tersebut sampai di ronde dua belas. Sebab kondisinya sangat tak memungkinan agar Rey dapat menyelesaikan pertandingan itu.

Doa-doa terus mengalir untuk Rey dari sahabat-sahabatnya. Tapi tetap saja, percuma. Karena jika seseorang yang tak pandai dalam pertandingan MMA, maka bisa habis dipukuli oleh lawannya.

Saskia menuruni anak tangga satu persatu dengan cepat, khawatir jika Rey tak akan bisa bangun lagi. Akan tetapi, saat baru saja dirinya sampai di ambang pintu utama dan hendak membukanya, suara dari seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun, berhasil menghentikan langkah Saskia.

"Saski, kamu kau ke mana?" tanya Widi dari sofa yang sedang didudukkinya saat ini.

Saskia memutar tubuhnya ke samping kanan, dan melihat sosok Widi yang sedang duduk ditemani sebuah laptop berwarna putih dipangkuannya. Ternyata, Saskia tidak menyadari kehadiran Widi di ruang tamu. Mungkin karena rasa khawatir yang besar mendominasi diri Saskia.

"Ma, aku ijin ke luar dulu ya? Sebentar aja," ijin Saskia.

Widi melipat kedua tangannya di depan dada, lalu berdiri dan berjalan menghampiri anak perempuan semata wayangnya yang sudah menginjak usia tujuh belas tahun itu. Malam-malam seperti ini Saskia akan keluar rumah, padahal anak gadis tidak baik jika malam-malam keluyuran.

"Kamu mau ke mana? Ini udah malam lho," tanya Widi lagi, kali ini intonasi bicaranya terdengar sangat serius.

Kepala Saskia tertunduk, tidak mungkin jika harus mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa jika Widi tahu hal itu, Saskia diperintahkan untuk menjauhi sahabat-sahabatnya seperti dahulu. Dan kembali dibanding-bandingkan dengan Kiara.

Hembusan napas berat keluar dengan mulus dari indera penciuman Saskia. Jawaban apa yang harus diberikan kepada Widi? Agar persahabatan Saskia dan sahabat-sahabatnya tetap terjaga, juga nama baik Rey tidak akan jelek di mata Widi.

Saskia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Eum, anu. Itu kan Rey sakit, jadi dia harus dirawat. Dan aku mau nengokin dia, boleh kan Ma?" jawab Saskia sedikit terbata.

"Kenapa harus malam ini? Besok kan bisa." Salah satu alis Widi terangkat ke atas, menanti jawaban yang masuk akal dari Saskia.

Rasanya, seperti sedang disidang di meja hijau. Mulut Saskia mendadak kelu dan tidak bisa berkata apa-apa. Jalan satu-satunya agar mendapat ijin dari Widi hanyalah berbohong. Meski sebenarnya Saskia tahu hal itu adalah dosa, tapi mau bagaimana lagi?

Perlahan, Saskia menengadahkan kepalanya. Dengan keberanian penuh Saskia menatap manik mata Widi, agar Widi tidak mencurigai dirinya. "Kalo besok gak bisa, Ma. Soalnya aku pulang sekolah sore, jadi pengen aja gitu hari ini. Kasihan juga dia, boleh kan Ma?"

"Oke, boleh. Tapi jangan sampai lebih dari jam dua belas malam," nasihat Widi.

Bahagia bukan main, saat mendapat ijin dari Widi. Saskia langsung melompat-lompat kegirangan lalu memeluk tubuh Widi erat. Untung saja Widi percaya kepadanya.

"Siap Mama, kalau gitu aku berangkat ya." Saskia menyalami punggung tangan Widi, kemudian segera berangkat ke tempat pertandingan MMA Rey dan Angga, tentu saja diantar oleh supirnya.

Sepanjang perjalanan, Saskia hanya bisa memanjatkan doa-doa dan terus mengirimkan pesan kepada sahabat-sahabatnya. Menanyakan bagaimana kondisi Rey saat ini. Mirisnya, Saskia mendapat kabar kondisi Rey semakin buruk.

Bahkan wasit sampai memberhentikan pertandingan tersebut sebentar, karena Rey yang tidak kuat untuk bangkit berdiri. Kedua matanya sudah sangat bengkak, keringat bercucuran di keningnya, dan hidungnya semakin mengeluarkan banyak darah.

Tepat pukul setengah sebelas malam, Saskia sampai di tempat tujuannya. Di depan tempat pertandingan itu, sudah berkumpul ketiga sahabat Saskia. Dengan menggunakkan jaket yang sama seperti Saskia, yaitu jaket jeans berwarna merah muda dengan tulisan friends di belakangnya.

Saskia berlari menghampiri sahabat-sahabatnya, tepat saat sampai di tempat pertandingan itu, air mata Saskia tumpah. Kepanikan yang dirasanya tidak dapat ditahan lagi, takut jikalau sesuatu yang buruk terjadi kepada Rey.

"Gaes! Gimana? Rey baik-baik aja 'kan?" tanya Saskia kepada sahabat-sahabatnya dengan suara yang sedikit bergetar akibat menahan tangis.

Ratu mengusap punggung Saskia, memberikan ketenangan kepada sahabatnya itu. "Tenang, Rey pasti baik-baik aja," nasihat Ratu.

"Ya udah, ayo masuk. Kita lihat kondisi Rey sekarang!" ajak Callista.

Saskia memasukki tempat pertandingan itu terlebih dahulu, tapi kedua bola matanya seketika membulat. Saat melihat tubuh Rey sudah tergeletak di tengah-tengah ring, dan sudah dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Napas Rey naik turun, lebam ada disetiap sudut wajahnya.

Melihat kondisi Rey seperti itu, rasanya Saskia tak tega. Cepat-cepat Saskia berlari menghampiri Rey, diikuti oleh ketiga sahabatnya di belakang. Sesampainya di tengah ring, Saskia langsung memangku kepala Rey. Air mata turun semakin deras dan membuat wajah Saskia sembab.

Lagi, Kiesha dibuat cemburu melihat bentuk perhatian Saskia kepada Rey. Hatinya terasa seperti dihujani ribuan jarum, sesak dadanya. Kiesha memukul-mukul dadanya beberapa kali untuk meredam rasa sesak itu.

"Rey, lo gapapa?" tanya Saskia khawatir.

Rey menggelengkan kepalanya lemah. "G-gue g-ak ap-a a-pa," jawab Rey terbata.

Setelah menjawab dengan terbata, kedua mata Rey tertutup rapat. Lelaki berusia tujuh belas tahun tersebut pingsan. Kepanikan Saskia semakin bertambah saat melihat wajah Rey pucat, bibirnya berwarna abu-abu.

"Ya ampun, Rey. Wajah ganteng lo babak belur gitu! Tapi gapapa deh, gue tetep suka!" ucap Jenifer, terdengar alay diindera pendengaran sahabat-sahabatnya.

Ratu menoyor kepala Jenifer. "Kondisi kayak gini, masih sempat-sempatnya bercanda," omel Ratu.

"Ini gimana, Rey mau dibawa ke rumah sakit atau gimana?" tanya Rassya cemas.

"Iya, ke rumah sakit. Gue udah pesan ambulans, dan kita tinggal bawa Rey aja masuk ke ambulans," jelas Kiesha.

Kiesha, Rassya, dan Clay membantu membawa tubuh lemah Rey ke dalam ambulans. Setelah tubuh lemah Rey dimasukkan ke dalam ambulans, cepat-cepat Kiesha, Rassya dan Clay berlari menuju parkiran motor, hendak mengikuti ambulans tersebut dari belakang.

Sementara Saskia, dirinya memilih untuk menemani Rey saja di ambulans. Tangan Saskia senantiasa menggenggam tangan Rey. Berharap Rey cepat membuka kedua matanya. Berbeda dengan ketiga sahabat perempuannya, Jenifer, Ratu dan Callista memilih untuk pulang saja. Karena hari sudah semakin malam.

Di dalam ambulans, Saskia tak henti-hentinya menitihkan air mata. Takut jika Rey tak membuka kedua bola matanya lagi. Pikiran buruk selalu saja menyerang kepala Saskia, tapi Saskia berusaha untuk tetap yakin bahwa Rey lelaki yang kuat.

"Rey, cepet sadar ya. Gue sayang sama lo," bisik Saskia, tepat di telinga kanan Rey.

Hai gaes, apa kabar?

Cerita ini aku buat bukan untuk menjelek-jelekkan atau membandingkan antara dua jurusan ya

Ambil sisi positifnya dari cerita ini ๐Ÿ’

Jangan lupa share cerita ini ke temen-temen kalian๐Ÿงก

Supaya ramai โค

See you next part ๐Ÿ’œ

Salam literasi ๐Ÿ’™

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status