Share

3. Perintah Widi

Sesampainya di rumah, Saskia langsung mendudukkan pantatnya di kursi sofa yang ada di ruang tamu. Wajahnya kusut, akibat masih kesal dengan hukuman yang tadi siang baru saja dijalankan bersama sahabat-sahabatnya. Saskia masih tidak terima, karena sebenarnya yang bersalah Yesaya dan sahabat-sahabatnya.

Rumah bernuansa putih itu tampak sepi, karena Saskia hanya hidup berdua bersama Mamanya, yaitu Widi. Papanya sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu. Semenjak meninggalnya Sang Papa, Saskia menjadi terpuruk. Saat itu dirinya baru duduk di bangku kelas delapan SMP.

Tapi, setelah bertemu dengan sahabat-sahabatnya saat kelas sepuluh SMK. Keterpurukan itu hilang karena canda tawa yang sering sahabat-sahabatnya berikan agar seulas senyuman terbit di wajah Saskia. Dan, kebahagiaan Saskia menjadi bertambah. Karena Rey yang sering memberinya perhatian.

Widi, ternyata sudah ada di rumah. Saat melihat Saskia sedang duduk dengan wajah murung di ruang tamu. Widi menghentikan aktivitas memasaknya terlebih dahulu, dan memilih untuk menghampiri anak gadis satu-satunya itu.

"Hai sayang, kamu udah pulang?" sapa Widi.

Saskia menatap ke arah sumber suara. "Iya Ma, tapi aku kesel," jawab Saskia kesal.

Widi mulai mendudukkan pantatnya di samping Saskia, dan membawa anak gadisnya ke dalam dekapan hangatnya. Widi tahu, apa penyebab Saskia murung seperti ini. Sebab tadi saat di kantor, dirinya mendapat pesan dari wali kelas Saskia bahwa Saskia dan sahabat-sahabatnya kembali membuat ulah.

Marah? Tentu sebagai orang tua yang mengetahui anaknya membuat ulah di sekolah, Widi akan marah. Tapi sebisa mungkin wanita berusia sekitar empat puluh lima tahun tersebut menahan emosinya agar tidak pecah, karena tidak ingin membuat anaknya tertekan.

"Mama tahu, pasti kamu kesel karena dihukum sama Bu Natalie 'kan?" tebak Widi.

Kedua bola mata Saskia seketika membulat, dari mana Widi tahu hal itu?Tetapi, kenapa Widi tidak memarahinya? Padahal sebelum-sebelumnya jika Saskia berbuat ulah di sekolah, pasti Widi selalu memarahinya.

"Kamu gak usah kaget, Mama tahu dari Bu Natalie," jelas Widi.

Dalam dekapan Widi, Saskia menengadahkan kepalanya. "M-Mama gak marah?" tanya Saskia terbata.

Senyuman hangat terbit di wajah manis Widi, seorang anak tidak baik jika terus-terusan dimarahi. Karena sifat seorang anak dapat berubah dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Sebagai orang tua yang paham dengan masa muda, Widi pun tahu bagaimana bahagianya jika ada di masa-masa SMK.

Masa SMK adalah masa yang paling indah, di mana anak-anak remaja sedang menikmati masa mudanya. Namun, emosi seorang anak ketika memasuki masa remaja masih labil. Mereka sulit untuk mengendalikan emosinya, dan berakhir dengan keributan.

"Mama gak marah sama kamu, tapi boleh gak Mama kasih perintah sama kamu?" Salah satu alis Widi terangkat.

Anggukan kepala, hanya itu yang dapat Saskia berikan sebagai jawaban. Saat ini gadis berusia tujuh belas tahun itu sedang fokus menunggu, perintah apa yang akan diberikan oleh Widi kepadanya.

Widi mengusap kepala Saskia lembut, kemudian menjawab, "Tolong, kamu berdamai dengan Yesaya dan sahabat-sahabatnya," perintah Widi.

Berdamai, adalah hal yang sulit. Apa lagi jika harus berdamai dengan orang yang statusnya sebagai musuh bebuyutan. Rasanya mustahil jika antara Yesaya dan sahabat-sahabatnya juga Saskia dan sahabat-sahabatnya berdamai. Karena di antara dua kelompok tersebut, pasti tidak akan ada yang mau mengalah.

Raut wajah Saskia terlihat semakin kusut, untuk perintah Widi kali ini tak akan bisa dirinya laksanakan. Sebab jika sudah berdamai, namun di hati masih menyimpan dendam. Itu sama saja dengan bohong, lebih baik tidak usah berdamai.

Perlahan, Saskia melepaskan pelukannya dari tubuh Widi. Lalu, melipat kedua tangannya di depan dada, menghembuskan napasnya secara kasar dan memutar kedua bola matanya malas.

"Ma, aku gak bisa berdamai sama mereka. Karena kalau kita berdamai, pasti aku sama temen-temen aku bakal di injek-injek sama mereka," tolak Saskia.

Widi mengusap punggung Saskia. "Dicoba dulu sayang, pasti kamu bisa berdamai sama mereka. Plis, Mama mohon sama kamu," pinta Widi.

Satu hal yang berat dan tak mungkin bisa Saskia lakukan, kecuali sahabat-sahabatnya sudah setuju, pasti Saskia akan turut setuju. Saat ini dirinya butuh ketenangan untuk mengembalikan moodnya. Masalah yang terjadi sepanjang hari ini, benar-benar membuat Saskia tak bisa mengontrol emosinya.

"Ma, maaf ya. Aku pengen sendiri dulu," ucap Saskia, dengan raut wajah merasa tak enaknya.

Seolah tahu dengan apa yang diucapkan Saskia, Widi pun langsung meninggalkan ruang tamu itu dan melanjutkan kembali aktivitas memasaknya. Sekarang, hanya ada keheningan yang meliputi Saskia. Hanya satu yang dirinya inginkan, yaitu hiburan dan ketenangan.

Entah kenapa satu hari saja tidak ribut dengan Yesaya dan sahabat-sahabatnya tidak bisa. Mengontrol emosi agar tidak meledak, rasanya sesulit melepas kepergian yang kita sayangi. Mungkin, ini salah satu faktor juga karena mereka masih berusia remaja.

"Gue heran deh sama Mama, kenapa si Mama paksa gue untuk berdamai sama kelompok sahabat si cowo nyebelin itu? Padahal, Mama udah tahu sendiri kalo gue benci banget sama mereka," monolog Saskia.

Saskia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa berwarna hitam yang ada di ruang tamu rumahnya. Beberapa kali gadis berusia tujuh belas tahun itu menarik dan menghembuskan napasnya berulang-ulang. Meredam emosinya agar berkurang.

Ketukan pintu utama terdengar, membuat Saskia dengan terpaksa harus membukakan pintu itu. Dengan langkah yang malas dan raut wajah yang semakin kusut. Saskia membukakan pintu itu, dan ternyata sosok Kiesha adalah orang yang datang.

Kedua bola mata Saskia terputar malas. "Apa lo? Mau cari ribut?" kesal Saskia.

"Eh, tenang dulu dong Neng. Aa ke sini, mau balikin pulpen. Tadi kan di sekolah Aa pinjem pulpen Neng Saski." Kemudian, Kiesha menyodorkan sebuah pulpen berwarna hitam berkarakter mickey mouse kepada Saskia.

Saskia menerima pulpen itu secara kasar. "Makasih," ucapnya datar.

Kecantikan Saskia, benar-benar membuat Kiesha terpanah. Lihatlah, saat ini Kiesha malah memandangi wajah Saskia lekat, dan masih berdiam diri tepat di hadapan Saskia. Hal itu tentu saja membuat Saskia merasa sedikit risih.

Tangan Saskia bergerak untuk menoyor kepala Kiesha. "Apa sih lo? Liatin gue mulu, tau lagi badmood," kesal Saskia.

"Badmood kenapa sih Neng?" tanya Kiesha penasaran.

Tidak mungkin jika Saskia harus mengatakan perintah Sang Mama kepada Kiesha. Sebab, dirinya tak mau membuat sahabat-sahabatnya merasa kesal hanya karena perintah Widi. Mungkin, untuk sementara waktu akan dirahasiakan terlebih dahulu oleh Saskia, semua perintah Widi.

Saskia menggelengkan kepalanya. "Gak, gapapa. Udah sana lo pulang ih, rese," geram Saskia.

Cengiran khas tampak di wajah Kiesha, seperti orang yang tak memiliki malu. "Oke, gue balik ya. Sampai ketemu besok di sekolah." Lalu, Kiesha pergi meninggalkan kediaman Saskia.

Hai gaes, apa kabar?

Cerita ini aku buat bukan untuk menjelek-jelekkan atau membandingkan antara dua jurusan ya

Ambil sisi positifnya dari cerita ini ๐Ÿ’

Jangan lupa share cerita ini ke temen-temen kalian๐Ÿงก

Supaya ramai โค

See you next part ๐Ÿ’œ

Salam literasi ๐Ÿ’™

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status