Share

Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya
Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya
Penulis: Dyah Ayu Prabandari

Memergoki

"Lin, bukannya itu Tara, ya, suami kamu. Tapi kok jalan dengan wanita," ucap Monica seraya menunjuk ke belakang.

Seketika aku menoleh ke belakang, mencari sosok Mas Tara.Aku masih menoleh ke kanan dan kiri karena situasi foot court ramai. Maklum saja ini hari sabtu, banyak pasangan kekasih atau anak muda yang menghabiskan waktu di akhir pekan.

Mataku melotot kala melihat sepasang manusia berbeda jenis kelamin bergandengan mesra dengan posisi membelakangiku. Ya, dia Mas Tara, suamiku. Tapi siapa wanita muda yang dirangkul mesra.

Kenapa wanita muda? Karena dia masih mengenakan seragam sekolah. Khas anak SMA.

Dadaku bergemuruh, mataku mengembun, perlahan bulir demi bulir jatuh membasahi pipi.

"Suami kamu selingkuh, Lin?"

Aku diam, ingin mengatakan bukan. Namun fakta berkata lain. Tidak mungkin berpelukan mesra jika buka sepasang kekasih. Tapi kenapa anak SMA?

"Hapus air mata kamu, Lin! Jangan cengeng! Kita ikuti mereka!" Monica menarik tanganku hingga aku nyaris jatuh berciuman dengan lantai. Untung saja kakiku bisa menopang dengan cepat.

"Ayo!" Monica kembali menarik tanganku.

Aku dan Monica sedikit berlari mengejar Mas Tara. Namun entah ke mana perginya lelaki itu. Mereka seakan hilang di telan bumi. Bahkan bayangnya saja tidak nampak. Kami kehilangan jejak.

Kakiku lemas, bumi yang kupijak seolah bergoyang. Aku luruh di lantai mall, air mataku jatuh tanpa bisa kubendung lagi.

Pengkhianatan adalah hal yang paling aku takutkan dalam sebuah hubungan, terlebih pernikahan. Rasanya masih tak percaya jika suamiku memiliki kekasih lain. Namun mata ini tak bisa menampik kenyataan yang ada.

"Jangan cengeng, Lin! Ayo, bangun!" Monica menarik tubuhku. Terseok-seok aku mengikuti langkahnya.

Tatapan penasaran bahkan mengejek tergambar di sorot mata orang-orang yang kami lewati. Ada pula yang berbisik-bisik, mereka seolah mentertawakan aku. Ah, aku tak perduli, saat ini hanya Mas Tara yang memenuhi isi kepalaku.

Apa dia benar-benar tega mengkhianati ikatan suci ini?

Monica membuka pintu mobil sedikit kasar. Dengan kedipan mata ia memintaku duduk di samping kursi pengemudi. Perlahan aku menjatuhkan bobot, kulirik Monica yang tengah menatapku tajam. Tak lama sahabatku itu membuang napas kasar.

"Masih mau nangis?" tanyanya dengan nada suara sedikit pelan. Tidak segalak saat menarik tanganku tadi.

"Mas Tara... Mas Tara selingkuh, Mon."

Cairan bening berlomba-lomba terjun bebas hingga mendarat di pipi, bahkan di hijab yang kukenakan. Aku tak bisa membohongi perasaan jika hati ini terluka, sangat terluka.

"Menangislah sepuas kamu, tapi cukup hari ini. Setelah ini kamu harus menyelidiki suami kamu. Kalau perlu bayar mata-mata untuk mengikuti Tama."

Aku tidak mampu menjawab, hanya air mata yang terus jatuh membasahi pipi. Bahkan perkataan Monica tak mampu kucerna. Kepalaku buntu, aku tidak mampu memikirkan apa pun selain pengkhianatan suamiku.

"Sudah cukup, ayo kita pulang!"

Monica menyalakan mesin, perlahan kendaraan roda empat miliknya berjalan meninggalkan mall. Lalu lalang kendaraan silih berganti menyalip mobil ini.

"Kamu baik-baik saja, Lin?" Monica milirikku lalu kembali fokus menatap depan.

"Kamu mau jawaban jujur atau bohong, Mon?"

"Tidak usah kamu jawab, Lin. Aku sudah tahu apa yang kamu rasakan."

Hening, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut kami. Aku terlalu sibuk menata hati yang terlanjur hancur berantakan.

Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam akhirnya kami berhenti tepat di halaman rumahku.

"Aku langsung pulang, ya, Lin. Masih ada urusan." Aku mengangguk lalu melangkah gontai menuju rumah.

Rumah masih kosong saat aku tiba. Ya, jelas Mas Tara belum sampai, dia pasti tengah asyik memadu kasih dengan daun muda itu. Sakit, jika apa yang kulihat adalah kenyataan. Apa aku sanggup menerima kenyataan ini?

Aku merebahkan tubuh di atas ranjang, kutenggelamkan wajah di atas bantal. Satu demi satu cairan bening nan hangat kembali jatuh. Aku terisak, menangisi nasib percintaan ini. Rasa lelah membuat rasa kantuk itu datang. Perlahan aku menutup mata hingga akhirnya terlelap ke alam mimpi.

"Sayang...."

Sebuah tangan menyentuh pipi lalu berjalan ke leher.

"Sayang, kamu kenapa tidur tengkurap seperti ini?"

Perlahan aku membuka mata, seketika cahaya tertangkap oleh retina. Namun saat kubuka terasa mengganjal. Kenapa ini?

Dengan lembut Mas Tara membalikkan badan ini. Ia tautkan dua alis kala menatapku.

"Kamu nangis, Sayang? Kenapa?" Dia membantuku bersandar. Dengan lembut ia selipkan rambut di balik telinga. Kemudian menatapku lekat.

Dadaku bergemuruh, rasa marah dan kecewa kembali hadir. Satu persatu air mata jatuh. Aku tak sanggup menyembunyikan perasaan ini. Masihkan ia bertanya jika dia sendiri yang menancapkan duri di hati?

Memang benar perkataan orang jika kelembutan tak bisa menjamin ia akan tetap setia. Keharmonisan tak menjamin ia tidak bermuka dua. Kini perkataan itu terbukti, suamiku memiliki tambatan hati lain.

"Lho, kok nangis lagi. Kenapa Alin sayang?"

"Tadi kamu ke mana, Mas?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Ke mana? Kamu itu lucu. Aku tadi meeting di luar dengan Pak Leo. Kamu lupa?"

"Pak Leo dengan seragam sekolah maksudmu?" ucapku tapi hanya di dalam hati. Entah kenapa mulut ini menjadi kelu. Haruskah aku berkata melihat dia bersama gundik kecilnya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Goresan Pena93
syuka sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status