Share

Part 3

.

Aku mengedipkan mata, mencoba memastikan, benarkah mobil yang berhenti di sebelahku ini adalah mobil yang kemarin. 

Eh, tapi yang punya mobil mewah seperti itu kan bukan cuma orang yang kemarin saja, tentu ada banyak orang yang bisa memiliki mobil seperti itu kan? Lagi pula, aku tidak hafal plat nomornya. 

Bodo amatlah itu mobil orang yang kemarin atau bukan, yang pasti, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik aku segera memalingkan wajah ke sisi kiri. 

Beruntung, tak lama kemudian traffic light berubah jadi warna hijau, dan Alena pun segera menjalankan motornya kembali. 

Beruntungnya lagi, kulihat mobil itu berjalan mendahului motor yang sedang membawaku ini. 

Huuh ... selamat, selamat. Aku mengelus dada, lega. Keadaan kembali berpihak padaku. 

"La, lo kenapa, kok dari tadi diem mulu, nggak biasanya?" tanya Alena dengan suara kerasnya. Maklum, masih di jalan raya. 

"Nggak papa, cuma lagi latihan jadi pendiem aja,"  jawabku asal. Nggak mungkin dong, mau memberitahu ke Alena tentang apa yang aku resahkan dari tadi, nanti dia bisa menertawaiku. 

"Caela, seorang Alula pengin jadi pendiem? Sampai kiamat gue nggak bakalan percaya!" cibir Alena. 

===========Aufa=========

"Alulaa! Bangun wo!" Teriakan Alena yang kebetulan terdengar tepat di samping telingaku, sontak membuatku kaget. Aku yang tadinya masih terbuai mimpi, refleks jadi terduduk meski mata masih enggan terbuka. 

"Apaan sih, lo, Len, gangguin orang tidur aja!" kataku kesal. Bagaimana tidak kesal coba, orang sedang enak-enaknya tidur eh, malah dikagetin. Untung aku tidak punya penyakit jantung. 

"Ck! Lo tuh kebiasaan ya, ini tuh udah jam enam pagi, sejam lagi kita berangkat kerja. Bisa telat kalau jam segini lo belum bangun, mana ini hari pertama lo masuk kerja, kalau sampai telat, bisa-bisa lo dicancel jadi karyawan di kantor gue." Omongan Alena yang sedang ngomel-ngomel itu persis seperti ibuku kalau sedang merepet. Duh, jadi kangen ibu di kampung. 

"Untung aja gue ajak lo buat nginep di sini, jadi lo ada yang bangunin. Coba kalau lo kekeuh  di kost-an lo, beneran hari ini lo bisa telat," tambah Alena. 

"Iya, iya, bawel! Nih, gue mau mandi." Dengan enggan, aku bangkit dari kasur. Berjalan dengan masih sedikit menutup mata menuju kamar mandi. 

=========Aufa=======

"Len, ini gue kerja di bagian apa ya?" tanyaku pada Alena, ketika kami sampai di lobi kantor. 

"Lho, kok malah lo tanya ke gue sih? Ya mana gue tau lah. Emangnya lo kemarin nggak tanya sama pak Angga?" 

"Pak Angga siapa, Len?" 

Alena memutar bola matanya. "Pak Angga itu ketua HRD di kantor ini, yang kemarin interview lo." 

"Ooh ... yang itu ...." Aku mengangguk paham. "Gue nggak dikasih tahu kerja di bagian apa." 

"Ck! Terus lo nggak tanya gitu?" 

"Enggak. Soalnya gue kemarin lupa buat tanya. Saking senengnya gue bisa diterima kerja tanpa interview macem-macem," jawabku. 

Sahabatku itu menghembuskan napas kasar. "Dasar pe'a! Harusnya lo tanya dodol!" Alena menjitak kepalaku. 

"Ya, namanya juga lupa," ujarku membela diri. 

"Gue mau masuk ke ruangan divisi gue. Lo di sini aja dulu, nanti lo tanya sama mbak Nela, lo ditempatin di bagian apa." 

"Kata lo waktu itu di sini lagi butuh karyawan yang sama di divisi lo. Jadi, mungkin kerja gue bareng sama lo." 

"Belum tentu, soalnya di sini juga lagi butuh sekretaris buat CEO. Jadi, mungkin aja lo diterima jadi sekretaris CEO, mengingat pengalaman kerja lo di perusahaan Wijaya Company," tutur Alena. 

"Iya juga sih. Tapi, gue nggak yakin bakal jadi sekretaris CEO, tepatnya nggak minat sih," kataku. 

"Ya udah deh, mending lo di sini dulu. Nanti kalau mbak Nela udah ada, lo tanya aja ke dia," saran Alena yang kemudian melangkah pergi meninggalkanku. 

=========Aufa========

Tak lama setelah kepergian Alena, mbak Nela pun datang. Dia langsung menempati meja resepsionis tempatnya bertugas. Sepertinya dia tidak melihat keberadaanku yang sedang duduk manis di sofa lobi ini.

Aku bangun dari duduk, lalu menghampiri meja resepsionis. Tentu tujuanku bertanya pada mbak Nela, seperti arahan dari Alena tadi. 

"Selamat pagi, Mbak Nela," sapaku dengan nada seramah mungkin, disertai senyuman. 

"Ooh, selamat pagi, Alula," balasnya ramah.  Kemarin kami memang sempat berkenalan seusai aku diinterview di ruang ketua HRD, maka dari itu mbak Nela tahu siapa namaku. "Hari ini kamu sudah mulai bekerja ya?" 

"Iya, Mbak. Tapi kemarin nggak dikasih tahu di bagian apa, soalnya aku asal aja bikin surat lamaran kerja tanpa mencantumkan posisi yang mau aku lamar. Terus, kemarin aku juga lupa nanyain sama pak Angga," terangku. 

"Ooh, gitu ...." Mbak Nela mengangguk. "Ya udah, ayo aku anterin kamu ke ruangannya pak Angga." 

=========Aufa========

Setelah menanyakan pada pak Angga perihal bagian apa aku akan ditempatkan di kantor ini, akhirnya aku mendapat jawabannya. 

Aku ditempatkan di bagian yang sama dengan Alena, divisi marketing. Hal ini jelas membuatku senang, karena itu berarti aku bisa lebih cepat beradaptasi dengan orang di divisi  ini, sebab salah satunya adalah sahabat karibku. 

"Selamat pagi semua," ucap pak Angga begitu masuk di ruang divisi marketing. Aku kini berada di belakangnya. 

"Pagi, Pak ...," jawab para karyawan di divisi ini dengan serentak. Kulihat mereka sedang memperhatikanku dari kubikel masing-masing. Eh, tepatnya memperhatikan pak Angga juga. 

"Hari ini saya mau memperkenalkan karyawan baru di perusahaan ini, yang akan bekerja sama dengan kalian di divisi ini," terang pak Angga yang membuat orang-orang di ruangan ini semakin memperhatikanku. "Alula, ayo sini." Pak Angga memberi kode agar aku berdiri di sampingnya. Aku pun menurut. 

"Ayo, silakan perkenalkan diri," perintah pak Angga padaku. 

"Hai teman-teman semua, perkenalkan saya Alula," ucapku dengan nada seceria mungkin. 

Semoga saja orang-orang di sini pada baik semua, seperti teman-teman kerjaku di kantor lama.  

========Aufa========

Sebagai karyawan baru di perusahaan ini, tak membuatku kesulitan untuk berteman dengan orang-orang di sini. Bukan saja karena Alena yang sudah lama kukenal, tetapi karena kebanyakan dari mereka itu ramah-ramah, dan humble, terutama yang satu ruangan denganku. 

Baru beberapa jam saja berkenalan, aku sudah merasa nyaman dengan mereka. Obrolan ngalor ngidul tentu saja terjadi di antara kami. Seperti halnya saat ini aku yang sedang berada di kantin kantor, bersama Alena, dan dua teman baruku--Tere, dan Gio. 

Jam makan siang ini kami memilih untuk makan di kantin kantor. Katanya sih, tiga temanku ini biasanya makan siang di restoran yang letaknya berada di seberang kantor, tapi berhubung di luar sedang hujan lebat, jadi terpaksa makan di sini. 

"La, lo tuh beneran kocak ya," kata Gio setelah tadi kami ketawa-ketawa membicarakan hal yang tidak jelas. "Jangan-jangan karena lo ketularan si Alena, lagi, kan katanya kalian temenan udah lama." 

"Enak aja! Yang ada gue yang ketularan Alula," protes Alena. "Gue tuh aslinya pendiem tau!" 

Ucapan Alena tadi sontak membuat kami tertawa. Siapa yang akan percaya dengan pernyataannya barusan? 

"Iyain aja deh, takut lo gantung diri," kata Gio di sela tawanya. Tentu itu membuat Alena semakin kesal. 

"Udah, udah, kalian berdua tuh kalau lagi bareng nggak pernah akur mulu," ucap Tere menengahi, sedang aku masih sedikit tertawa sambil melihat ekspresi Alena, dan Gio bergantian. 

Mereka berdua itu lucu, dan sepertinya ada sesuatu. Kayaknya aku harus menanyakan ini pada Alena. 

=========Aufa=========

"Len, lo ada hubungan apa sama Gio?" tanyaku yang spontan membuat Alena menghentikan kegiatannya yang sedang memoles bedak pada wajahnya. 

Saat ini aku dan Alena sedang berada di toilet, dan hanya kami berdua saja yang ada di sini, jadi aku bebas bertanya macam-macam sama Alena. 

"Kita temenan, La," jawabnya singkat, namun aku menangkap ada yang aneh dari nada Alena ngomong. 

"Serius?" Kutatap mata Alena lekat, mencari kebenaran darinya. 

Alena menghembuskan napasnya berat, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. 

Bukannya aku mau ikut campur sih, tapi sebagai sahabat, aku wajib tahu dong tentang keduanya, biar ke depannya aku lebih enak dalam bersikap. 

"Sebenarnya gue udah lama suka sama Gio, La, sejak pertama gue kerja di sini," ungkap Alena yang seketika membuatku membelalakkan kedua mataku. "Sayangnya, dia suka sama orang lain." 

Aku mengelus bahu Alena,memberi kekuatan. "Sabar ... kalau jodoh pasti nggak akan ke mana kok." Alena hanya mengangguk. 

======Aufa======

Nasib jadi anak baru ya gini, dikit-dikit disuruh, mau membantah nggak mungkin karena yang nyuruh si ketua divisi--bu Indira, yang konon katanya masih jomblo di umurnya yang sudah menginjak kepala tiga. Kebanyakan marahin karyawan sih, jadinya banyak kan yang mendoakan biar jomblo terus, eh! 

Seperti saat ini, aku disuruh untuk memfotokopi beberapa berkas yang lumayan tebal, dan cukup berat dibawa olehku yang kebetulan bertubuh mungil nan imut, lagi cantik ini. 

Sebenarnya sih, di ruang divisi ada mesin fotokopi, tapi berhubung lagi rusak, dan belum diperbaiki, akhirnya dengan sangat terpaksa aku harus membawa berkas-berkas ini ke lapak fotokopi yang ada di sebelah kantor. Mau meminjam mesin fotokopi di ruang divisi lain jelas tidak mungkinlah, malu! 

"Duh, berat amat sih," keluhku begitu turun dari lift. Saat ini aku berada di lobi kantor, niatnya sih, ingin meminta bantuan sama mbak Nela, untuk bantu membawakan berkas, eh, malah orangnya tidak ada di tempat. Terpaksa harus bawa sendiri sampai ke tempat kang fotokopi. 

Berjalan dengan pelan, sesekali lihat ke depan, sesekali lihat berkas yang sedang  aku bawa dengan susah payah ini, takutnya ada yang terbang terbawa angin. Bisa gawat kalau sampaibe gitu, bisa-bisa pulang-pulang nanti dimarahi sama mak lampir alias bu Indira. 

"Tumbenan banget nih lobi sepi, nggak ada satu orang pun. Mbak Nela nggak ada, pak satpam juga entah di mana rimbanya. Padahal kan pengin minta bantuan," kataku bermonolog sambil celingukan ke kanan, dan ke kiri. 

Tiba-tiba .... 

Bruk .... 

Berkas-berkas yang kubawa jatuh semua gara-gara tidak sengaja menabrak orang. 

"Kamu jalannya pake mata nggak sih?!" 

To be continued

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Utuh Baung
Tentu pakai sepeda motor hanya mata memandang hati melirik.
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
pake motor tapi nyetir gimana sih Thor bingung aku... sebenernya Alena sama Alula naik apa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status