Hiraya Clearwing berubah menjadi yatim piatu sejak Viscount Clearwing meninggal dunia, memaksanya untuk tersingkir oleh paman dan bibinya. Pada sebuah pesta dansa di istana, Hiraya, dibantu temannya, Diora Mistwatcher, melarikan diri ke pesta dan berdansa dengan orang asing bertopeng. Di sisi lain, Pangeran Alaric Fireheart tengah dipaksa untuk mencari istri oleh ibunya, dan justru jatuh cinta pada gadis bertopeng yang berdansa dengannya. Kini, dengan bantuan putra Duke of Flarevana, Dimitri Fernthier, Alaric harus mencari gadis itu bagaimanapun caranya.
Lihat lebih banyakHiraya menatap Alaric, laki-laki itu menurunkannya di atas ranjang, mata masih menatapnya. Bahkan dari sudut seperti ini, Hiraya harus mengakui bahwa sang pangeran masih tampak begitu tampan, dan senyum terulas ketika gadis itu menyapukan tangan pada dahi, menyingkirkan rambut dari sana.Satu tangannya berada pada lengan atasnya, jemari meremas kulit disana ketika merasakan satu kaki di antara dua pahanya, membuatnya melebarkan mereka sementara dia berada di bawahnya.Gadis itu membiarkannya menciumnya, menyapukan bibir mereka menjadi satu sementara dia menutup mata, memeluknya erat ketika dia semakin menundukkan tubuh, membuat mereka semakin menyatu.Samar samar, Hiraya berusaha mengingat jika dia telah menghentikan kobaran api yang tengah merebus air untuk sang pangeran. Dia mencoba menghentikan ciuman mereka, menahan dadanya agar dapat menatapnya."Api,” dia memperingatkan, membuatnya menoleh ke belakang. Bahkan ketika Alaric menggelengkan kepala dan berbalik padanya kembali, gadis
Hiraya memperhatikan Alaric, wajahnya begitu menyedihkan di tengah terpaan hujan. Dia dapat melihatnya berusaha mengendalikan nafas, bibir terbuka sementara mata mengerjap dan memaksa untuk terus menatapnya.Gadis itu menutupi tubuhnya, yang baru saja dia sadari bahwa dia hanya mengenakan jubah malamnya, tubuh polos tersembunyi di dalam. Kemeja sang pangeran gagal menyembunyikan tubuhnya karena terpaan air.“Aku tak bisa melakukannya,” dia mengakui, membuatnya mendongak untuk menatap matanya. “Bahkan ketika dia mengatakan bahwa dia takkan menghukummu jika aku menurutinya, aku tak bisa.”Hiraya terdiam.”Siapa?”Pangeran itu menundukkan kepala. "Nona Clearwing,” dia membalas, menangkap pandangan terkejutnya, terburu untuk menjelaskan. "Dia mengatakan bahwa dia takkan menjatuhimu hukuman jika aku pergi untuk mendampinginya.”Gadis itu menatapnya, diam.Alaric telah mempertaruhkan rasa percaya Hiraya atas pertemanan mereka untuk melindunginya. Dia menurunkan harga dirinya sebagai seorang
Hiraya menyisir rambut Helena, sementara gadis itu menatap bayangan dirinya sendiri di kaca. Dia dapat melihat bagaimana gadis itu tersenyum, memperhatikan riasan yany baru saja dia berikan padanya.“Bagaimana menurutmu jika aku mengajakmu ke promenade hari ini, Hiraya?” dia mengusulkan, walaupun dia memiliki firasat bahwa sepupunya itu takkan menerima jawaban lain kecuali bahwa dia bersedia menemaninya.Namun walaupun begitu–“Aku rasa tak pantas jika bukan walimu yang menemanimu.”“Bukankah kau sepupuku tersayang?” balasnya, racun menetes dari setiap kata yang dia ucapkan. “Atau itu bukan yang kau katakan pada Yang Mulia Pangeran?”“Aku tak pernah memperkenalkan diriku seperti itu,” dia membela diri. “Itu adalah tebakannya sendiri.”Dia mendengar Helena mendengus, namun dengungnya membuatnya memahami bahwa dia telah kehilangan kata-kata untuk menyerangnya. Dan Hiraya sendiri harus mensyukuri itu — dia tak ingin terus mengingat apa yang terjadi di antara dia dan Alaric.“Kau masih ha
Hiraya meringis ketika merasakan Diora mengoleskan obat ke pipinya. Orang-orang yang berada di dapur dengan tergesa memintanya untuk pulang. Tak ada satupun yang tega ketika melihatnya kembali penuh coreng moreng dan luka.Bertepatan sekali bahu dia sejalan dengan gadis itu yang tengah berjalan-jalan dengan kakaknya. Menahan membantunya membeli obat, lalu temannya itu membersihkan wajahnya yang penuh abu. Julian memperhatikan dari tempat dia duduk.Ketiganya berada di rumah kecil Hiraya, dia gadis duduk di ranjang — satu menggenggam obat sementara yang lain terlihat menyedihkan."Apa yang terjadi?” tuntut laki-laki itu.Di0ra menoleh pada kakaknya. "Jules–”“Aku rasa ini adalah giliran temanmu untuk menjawab,” tegur sang Mistwatcher, menoleh padanya. “Nah,” dia memulai. "Kan bisa menjelaskan dirimu?”Sebelum gadis itu dapat membuka mulutnya, Hiraya memutuskan untuk bicara. “Aku tak tahu apa yang harus aku jelaskan padamu,” ujarnya."Aku adalah seorang pelayan dan aku dipukuli — semudah
Hiraya tak tahu jika harinya yang akan dia jalani seperti biasa di dapur, mendengarkan ocehan Anna sambil tertawa dan menyusun roti yang baru saja dia beli akan terhadang oleh Helena yang mendobrak masuk ke sana.Para pelayan ikut terlonjak dengannya, beberapa mundur karena rasa takut — tak hanya Hiraya yang pernah disiksa oleh sepupunya. Gadis itu menoleh padanya, yang menatapnya dingin. Seharusnya dia berpikir bahwa Helena akan selalu menatapnya seperti itu. Namun ada yang berbeda darinya — ada satu rasa yang lebih mencekam di pandangan matanya.Dan itu menakuti Hiraya hingga ke tengkuknya.“Hel–”Orang-orang mulai berteriak ketika melihat gadis itu menyeret sepupunya pergi dari dapur. Hiraya mencoba menahan akar rambutnya, seolah itu akan membuat tangan yang menariknya berubah.Dia tak memiliki pilihan kecuali mengikuti Helena keluar dari dapur, jambakannya pedih di kepala. Dia tak tahu apa yang terjadi pagi itu padanya — mungkin dia terbangun dalam suasana hati yang buruk. Mungkin
Alaric tahu jelas dengan apa yang dia harapkan ketika dia turun dari kereta, bunga di tangan dan senyum di bibirnya. Dia mengharapkan, ketika dia menunggu di ruang rekreasi, Hiraya akan menemuinya di sana. Namun dia bertemu mata dengan Viscount Clearwing, yang membungkukkan tubuh padanya. “Yang Mulia,” panggilnya. “Aku tak tahu apa yang membuatmu berada disini.” "Untuk salah satu putrimu,” dia menjelaskan, membuatnya mengerutkan dahi. “ Aku sudah pernah mengirim surat, aku percaya bahwa dia telah menerimanya.” Seharusnya sudah. Dia yakin sekali bahwa Hiraya telah menerima suratnya, dia tahu sekali akan hal itu — dia ingat bagaimana gadis itu telah memberinya kehangatan yang berbeda dengan perlahan yang selalu dia berikan. Atau mungkin dia tidak menceritakan apapun pada orang tuanya. Jika itu adalah yang terjadi, maka sepertinya Alaric telah membocorkan sebuah rahasia yang dimiliki gadis itu. Tapi walaupun begitu, hukuman separah apa yang bisa diberikan dari anaknya pada orangtuan
Alaric dapat mendengar dehaman ibunya secepat dia melewati ruang rekreasi. Sejujurnya, dia tak memiliki niatan apapun untuk mendatangi ibunya — jadi dia seharusnya berjalan melewati ruangan itu saja.“Terlambat,” tegur sang ibu. “Aku sudah melihatmu.”“Ibu,” sambutnya, tertawa penuh kegugupan. “Aku tak melihat Ibu disini tadi.”Sang ratu mengerutkan dahi. “Kenapa kau bau amis?” Alaric tertawa, menunduk untuk mencium pipinya. Dia duduk di depannya, dan para melayan mulai menyiapkan cangkir dan tatakan tambahan untuknya. “Kau berada di suasana hati yang bagus, sepertinya.”“Oh,” ucapnya. “Lumayan.”“Kenapa?” ibunya menyeruput tehnya. “Menemukan seseorang di promenade?”“Bukan disana,” gumamnya. “Tapi, Ibu, aku memang menemukan seseorang,” jawabnya jujur.Dan mungkin dia akan menyesali ini, namun dia begitu bahagia bahwa Hiraya sebenarnya tak memiliki seseorang di hatinya — bahwa dia masih memiliki kesempatan. Sang ratu meletakkan cangkirnya, mendengarkan. Matanya memicing seolah mencoba
Hiraya berusaha untuk tidak menghindari tatapan laki-laki di depannya, namun begitu sulit ketika dia terpikir bahwa dia masih saja mengingat apa yang dia lakukan padanya malam itu — akan ada sedikit pembelaan darinya bahwa dia mengira bahwa dirinya sendiri telah melupakannya.Tapi tidak.Dia masih merasakan sisa-sisa bibir di atas kulitnya, atau bahkan sedikit dari sentuhan tangannya. Gadis itu menundukkan kepala, menatap ke arah pergelangannya, dimana dia meletakkan tangannya ketika perasaannya terlalu membuncah.“Nona Clearwing,” dia memanggil, membuatnya mendongak padanya. “Aku minta maaf atas perlakuanku malam kemarin. Itu sungguh tak adil bagimu.”Dia mengangguk. “Kau sudah menyebutkan itu,” ucapnya.“Kau membaca suratku?”“Tak adil bagimu jika aku tak membacanya.”Dia melirik Diora dan orang asing itu, yang dia bisikkan sebagai Dimitri Fernthier beberapa saat yang lalu. Tak ada yang lebih membingungkan daripada ketika mereka melihat keduanya bertarung seperti anak-anak di depan
Alaric memainkan batu yang dia genggam, di depannya adalah sebuah danau sementara pohon mengelilinginya. Tak sulit untuk melarikan diri untuk sejenak dari istana, terutama ketika dia memiliki pakaian yang selalu dia kenakan jika dia tak ingin dirinya diketahui. Lagipula, danau ini tak terlalu jauh dari istana dan pasar.Ada sebuah perasaan ketika sepupunya mengucapkan perkataan itu padanya.Dan walaupun itu baru saja diutarakan sekarang, pangeran itu menyadari bahwa pertanyaan itu telah mengganggunya sejak dia mulai akan mengejar Hiraya. Dan mungkin, di lubuk hatinya yang paling dalam, dia belum siap untuk mengikat dirinya sendiri. Sekuat apapun perasaannya pada gadis itu.Jika memang begitu, dia tahu bahwa dia akan mendatangi rumahnya dengan segera, dia takkan dengan penuh rasa pengecut mengirimkan surat dan bunga. Dia seharusnya datang dan bertemu dengannya. Atau lebih lagi, bertemu dengan ayahnya.Dia tak hanya mempermainkan Hiraya, namun juga dirinya sendiri."Aku tahu aku akan me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.