Empat tahun berlalu sejak kelulusan dan aku menerima cinta Mattew Steward.
Selama 4 tahun pula kuberikan seluruh cintaku pada Matt, perhatian dan segalanya terkecuali 1 hal yang tak mungkin aku berikan padanya karena aku masih belum siap menerimanya.Aku belum siap untuk memberikan 1 hal itu pada Matt karena sebuah trauma yang belum bisa kulepas dalam hidupku dan aku bersyukur karena Matt dapat menerima semua itu.Kini aku bekerja di sebuah kantor farmasi yang mempunyai gaji yang cukup besar, daripada di tempat kerjaku sebelumnya di sebuah mini market 24 jam.Dengan gaji yang lumayan besar itu aku dapat bekerja sekaligus berkuliah namun aku mengambil fakultas terbuka mengingat aku harus bekerja setiap hari untuk memenuhi segala kebutuhan hidupku.Termasuk kebutuhan Matt, kekasihku yang kini sudah hampir 1 tahun lamanya tinggal bersamaku di flat milikku.Ya, kami kini tinggal bersama dalam satu atap.Matt beralasan kalau ia sudah diusir oleh keluarganya karena mempertahankan aku sebagai kekasihnya.Keluarga Matt tak merestui hubungan kami berdua karena status sosialku yang hanya seorang yatim piatu. Oleh karena itu aku bisa menerima Matt untuk tinggal bersamaku, hanya aku yang kini ia memiliki dan aku semakin mencintainya karena Matt telah mengorbankan hidup dan keluarganya hanya untuk bersama denganku. Aku harap keputusan aku benar."Sayang, aku masih rindu padamu apa kau tak bisa izin barang sehari saja untuk hari ini," pinta Matt seraya mendekatkan wajahnya di bahuku dari belakang.Aku yang saat itu tengah bersiap-siap berangkat bekerja hanya tersenyum tipis menanggapi sikapnya yang lumayan manja padaku hari ini."Tidak bisa Matt, karena hari ada kunjungan dari kepala cabang dan kau tahu sendiri jika aku izin sehari maka bonusku akan dikurangi 20% untuk bulan ini, itu sangat disayangkan kan?" sahutku menjelaskan."Hmmm, baiklah. Kau hati-hati ya.Sangat disayangkan sekali aku belum bisa membantumu dalam masalah finansial kita sayang. Aku tak mau kau terlalu lelah karena harus bekerja siang dan malam," ujar Matt cemas.Aku berbalik dan menatapnya lemah."Selama kau ada bersamaku itu tak menjadikanku sebuah beban, Matt," ucapku."Kau fokus saja dengan kuliahmu sekarang dan jika waktunya tiba, aku percaya kau akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada aku sekarang dan kita dapat memulai hidup kita dengan baik setelahnya," tambahku seraya tersenyum tipis penuh keyakinan.Matt mengecup bibirku lembut dan memelukku."Aku beruntung memiliki kekasih sepertimu Michelle. Cantik dan mandiri, semua pria akan merasa iri terhadapku, aku bisa menjamin itu," tutur Matt lirih di bahuku."Akupun beruntung memilikimu Matt.., di dunia ini hanya kau yang kumiliki dan juga Gillian tidak ada yang lain yang lebih berarti dari kalian," aku menyahut dan membalas pelukannya di tubuhku.******( POV 3 )Siang itu seorang wanita cantik masuk ke dalam sebuah flat kecil di pinggir kota dengan disambut oleh pria berambut pirang dengan senyuman manis yang mereka tampilkan satu sama lain."Aku merindukanmu sayang, apakah hari ini kita bisa bebas melakukannya di tempat ini?" tanya sang wanita seraya memeluk mesra pria tampan di depannya sekarang."Tentu saja, honey...Aku dapat menjaminnya karena wanita itu akan sibuk dan lembur hari ini," sahut sang pria, tangannya mulai meraba dada wanita cantik di depannya dengan gerakan menggoda."Kau mesum sayang...!Apa kau tak sabar ingin melakukannya sekarang, hmm?" ucap wanita itu, ekspresi wajah cantiknya seakan menunjukkan bahwa ia menyukai sentuhan-sentuhan yang pria itu lakukan padanya sekarang."Hari ini aku akan membuatmu memohon dan merint*h nikmat, honey," bisik pria itu di telinga sang wanita."Aku tak sabar menantikannya sayangku," wanita itu menyahut mesra.Tak lama setelahnya, apa yang terjadi pada dua sejoli itu sungguh bisa di bayangkan.Siang itu mereka melakukan pergumulan panas yang membara di flat kecil itu.Mereka melakukannya berulang kali dengan gair*h yang membara seakan tak ada hari esok.Pergulatan panas yang seakan tak ada habisnya, mereka nikmati tanpa merasa risih ataupun terganggu oleh siapa pun.Sungguh hubungan yang penuh gair*h dan panas....."Aku senang hari ini karena kita bisa bermesraan seperti ini sayang," tutur wanita cantik itu dengan senyuman puasnya, rambutnya yang pirang panjang terurai indah di tubuh sang pria yang berbaring di sebelahnya."Kenapa kau bicara seperti itu, bukankah kita baru saja melakukannya 3 hari yang lalu?Begitu cepatkah kau merindukan sentuhan dariku, sweety heart?" jawab si pria, sudut bibirnya naik menggoda wanita disampingnya sekarang."Kau tahu kan, aku tak tahan jika membayangkan kau dan wanita itu tidur bersama di ranjang ini dan tinggal bersama apalagi menghabiskan waktu bersama setiap saat, aku tak bisa menerima itu!" tutur wanita itu kesal."Tahanlah sedikit lagi honey, setelah flat ini jatuh ke tanganku kita bisa mengusir wanita itu jika hari itu tiba dan saat ini aku masih membutuhkannya karena kuliahku belum selesai. Kau bisa mengerti itu kan sayang?Bukankah itu rencana kita dari awal selama ini, hmm?" pria itu berkata seraya menyentuh lembut dagu sang wanita dengan gerakan menggoda."Ya, aku tahu itu. Tapi kau harus berjanji padaku kalau kau tak menyentuhnya selama aku tak bersama dengan kalian!" sahut sang wanita sedikit mengancam."Tentu saja sayang, hanya kau di hatiku tidak ada yang lain. Walaupun dia cantik namun aku sama sekali tak bernafsu padanya sejak dulu, kau tahu sendiri kan dia kolot dan sok suci? Aku tak suka wanita yang munafik seperti dia," pria itu menjawab."Jika kau berkata seperti itu aku bisa sedikit tenang, aku juga tak mengerti kenapa dia itu terlalu kolot dan kampungan.Aku sudah berusaha memperingati tapi aku rasa memang dia punya masa lalu buruk yang tak ia ungkapkan pada kita selama ini.Tapi semua tak jadi soal, selama dia bekerja keras untuk kita sekolot apa pun dia itu akan tetap menjadi keuntungan untuk kita berdua, benar begitu kan sayang?" tanya sang wanita kemudian dan si pria mengangguk yakin seakan mengerti.Wajah mereka berdua tampak bahagia dan senang, seakan mereka sangat puas dengan keadaan ini. Bercinta sepanjang waktu dan menghabiskan waktu berdua tanpa ada gangguan dari siapa pun.Beberapa detik kemudian, suasana kamar itu mulai memanas lagi. Seakan tidak ada habisnya dua sejoli itu mereguk nikmat dengan tanpa merasakan beban ataupun perasaan bersalah.Semua memang sudah menjadi kebiasaan dua sejoli itu jika menghabiskan waktu bersama berdua di flat kecil namun nyaman itu.Bertahun tahun dalam sebuah hubungan yang terlarang, memanfaatkan keluguan sang pemilik rumah hanya untuk keuntungan dan kesenangan mereka sendiri.******Hari ini teman satu kantorku, Julian Robert mengajakku makan siang bersama di luar kantor. Awalnya aku menolaknya namun ia beralasan kalau hari ini ia baru bertengkar dengan kekasihnya dan itu membuatnya frustasi hari ini.Maka dari itu ia memaksaku untuk ikut menemaninya untuk mencari udara segar di luar kantor."Kau juga harus sekali kali merilekskan tubuhmu Michelle, di dalam kantor membuatku semakin tegang akhir-akhir ini dan itu membuatku semakin stres!" ujar Julian padaku.Karena permintaan yang tak dapat ku tolak itulah kami sekarang di sini, sebuah cafe yang letaknya cukup strategis di pinggir kota.Menu yang di sediakan juga beragam dan harganya pun cukup terjangkau."Kau tenang saja Michelle, kau pesanlah apa saja yang kau suka karena hari ini aku akan mentraktirmu," ucap Julian dengan tersenyum lebar.Selepas dari kantor serasa tak ada gurat frustasi di wajahnya sekarang.Sepertinya makan siang di luar memang ide yang cukup bagus untuk memulai hari jika kita merasa sedikit
Aku berlari tak tentu arah seperti orang gila.Ya, gila karena cinta.Selama ini aku gila karena mencintai pria yang salah, Mattew Steward.Haruskah cinta pertamaku berakhir tragis seperti ini, dikhianati oleh sahabatku sendiri, Gillian Moore. Tega sekali mereka berdua melakukannya di belakangku, di rumahku sendiri mereka mereguk manisnya pengkhianatan itu.Sungguh aku terlalu bodoh!Bodoh karena cinta. Aku dibodohi oleh mereka selama ini, entah sejak kapan, mungkin selama aku menjalin hubungan dengan Matt selama ini.Dua pengkhianatan oleh dua orang yang kupercayai dan kucintai selama ini.Kenapa? Kenapa aku selalu tak beruntung?Semua orang yang kucintai dan yang kumiliki pergi dan meninggalkan aku.Apa artinya aku hidup jika harus selalu menerima kemalangan ini? untuk apa?Hingga sebuah pikiran terlintas begitu saja di benakku, kuhentikan langkahku di sebuah jalanan sepi di depanku sekarang.Tatapanku kosong, buyar karena air mata.Dengan mantap kulangkahkan kakiku di tengah jalana
( POV 3 )"Kau sudah mendapatkan data dari wanita itu?" Tim Johnson bertanya pada Hendrix Brows sekretaris sekaligus asisten kepercayaannya."Sudah Mr. Johnson," jawab Hendrix tegas kemudian ia pun mulai membaca lembaran kertas yang ia bawa, hasil dari penyelidikannya."Michelle Scullys, 22 tahun lahir di Arlington, Dallas.Yatim piatu, ibunya meninggal ketika ia berumur 13 tahun karena bunuh diri, atas tuduhan pembunuhan suaminya sendiri karena melakukan pembelaan kepada putrinya yang dilecehkan.Diadopsi oleh pendeta Raymen Perez selama 2 tahun yang tewas karena dihakimi massa oleh penduduk setempat atas tuduhan aliran sesat.Selama 7 tahun hidup seorang diri di flat kecil di Dallas, bersekolah di North High School Dallas dengan beasiswa prestasi.Menjalin hubungan dengan pria bernama Mattew Steward selama 5 tahun dan tinggal bersama."Kedua mata Tim menyempit mendengar penjelasan dari Hendrix."Menyedihkan...," ucapnya lirih."Apa dia tak kuliah atau bekerja?" tanya Tim ingin tahu.
"A-pakah ini tidak terlalu berlebihan Mr. Johnson?" tanyaku saat mobil yang membawaku berhenti tepat di depan villa mewah milik Tim Johnson yang akan aku tempati.Pria itu hanya tersenyum tipis."Tidak Miss. Scullys, hanya villa ini yang aku punya.Apa kau tidak suka?" tanyanya."Ah, tidak. Justru aku merasa ini terlalu mewah bagiku," sahutku lirih."Aku hanya ingin pengobatanmu berjalan lancar dan aku harap kau betah tinggal di sini.." tuturnya perhatian."Terima kasih.., Anda sangat perhatian," tuturku tulus dan pria itu hanya tersenyum mendengarnya.Supir pribadi Tim Johnson mengangkat tubuhku dari kursi mobil dan memindahkannya ke kursi roda yang sudah mereka siapkan."Biarkan aku yang mengantar Miss. Scullys masuk, kau tunggu saja disini Ray," perintah Tim Johnson pada supir pribadi yang bernama Ray itu."Baik tuan" jawab Ray seraya membungkukkan setengah badannya.Kami berdua mulai masuk ke dalam rumah mewah itu, sungguh ini pengalamanku untuk pertama kalinya masuk ke dalam ruma
( POV 3 )Selama beberapa hari Tim Johnson, bermalam di villa miliknya. Tak seperti biasanya karena memang inilah pertama kali Tim Johnson tidur di villa miliknya itu bahkan sampai beberapa hari.Belakangan ini dia sangat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga ia tak sempat datang berkunjung ke villa dan menemui Michelle Scullys. Entah kenapa selama itu pun, ia tak berhenti untuk memikirkan wanita yang ditolongnya itu.Apakah hanya perasaan kasihan atau simpatik ia sendiri tak mengerti, yang jelas setelah pandangan pertama di rumah sakit itu hati dan pikirannya tak bisa berhenti untuk memikirkan wanita malang itu.Seperti di malam itu, saat Tim Johnson pulang dari urusan pekerjaannya, ia kembali berkunjung ke villa lagi. Saat ia melangkahkan kaki di pintu masuk, ia mendengar suara piano dari ruang tengah villa, dekat perapian yang memang ada sebuah piano di sana."Siapa yang memainkan piano itu?" batinnya penasaran.Permainan piano itu membuat Tim Johnson terpesona karena begitu indah, h
Tak terasa ini sudah hampir bulan ke tiga sejak kecelakaan itu terjadi dan aku merasa kalau kondisiku benar-benar sudah pulih benar.Tangan dan kakiku sudah bisa digerakkan dengan leluasa, semua kegiatan hampir bisa kulakukan sendiri tanpa harus merepotkan Katherine atau morgan.Maka hari itu juga, aku pun berencana untuk pulang mengunjungi flatku.Flat itu adalah milikku, Mattew ataupun Gillian tak berhak ada disana.Setelah aku menghilang hampir 3 bulan bukankah mereka tidak berusaha mencariku.Maka akupun harus bertindak cepat sebelum mereka dapat menguasai rumah itu sepenuhnya. Karena itu aku meminta Morgan untuk mengantarkanku ke flat milikku siang itu juga."Kau pulanglah morgan, aku sudah tidak apa-apa," perintahku pada Morgan saat aku sampai di depan Flat milikku.Tapi Miss. Scullys kalau Mr. Johnson menanyakan Anda bagaimana?" tanyanya ragu."Dia pasti akan mengerti, tempo hari aku sudah mendapatkan izin darinya, jadi kau tenang saja ya..," sahutku meyakinkan."Baiklah kalau
"Kau tahu Michelle Scullys, bahwa kau itu wanita naif yang sok suci!!Kau pikir kami mau berteman denganmu selama ini, hah?! Cuuiihh!!Kalau saja otakmu itu tak encer aku dan Matt tak sudi berteman dengan yatim piatu sepertimu!!"Gillian menarik kasar rambut panjangku dan berkata dengan kedua matanya yang melotot sempurna dan aku hanya menatapnya tajam tak percaya, merintih menahan sakit akibat tarikan tangannya yang kasar di kulit rambutku."Kalian berdua, benar-benar pengkhianat!!" seruku keras.Kulihat Gillian mendengus kasar padaku dan Matt yang berdiri di depanku hanya menyeringai lebar seperti tanpa dosa."Selama aku dan Matt saling mencintai menjadi pengkhianat itu tak jadi soal, Michelle Scullys...karena tanpa kami berdua kau juga bukanlah apa-apa di mata sekolah dulu! karena dengan status sosial dan masa lalumu yang buruk itu siapa yang sudi untuk berteman dengan gadis berkasta rendah sepertimu ini?!!" ucapnya keras-keras begitu jelas di telingaku yang kini terasa panas mend
Setelah kepulanganku dari rumah sakit, Tim membujukku agar aku kembali ke villa miliknya. Tentu saja aku tak menolaknya, karena aku tak mau kembali ke flat itu lagi untuk saat ini karena hal itu sangat menyakitkan bagiku dan jika aku berada di sana sekarang aku akan selalu mengingat pengkhianatan dua manusia itu, Matt dan Gillian.Malam itu tak banyak yang kulakukan selain duduk termenung seorang diri di balkon villa yang ada di kamarku lantai dua. Kuambil minuman beralkohol yang ada di bar kecil villa milik Timothy Johnson ini.Entahlah aku tak tahu jenisnya karena ini untuk pertama kalinya aku minum dan rasanya tidak buruk juga. Tim ternyata cukup banyak memiliki berbagai jenis minuman yang berharga selangit ini.Kupandangi gelas berisi minuman berwarna merah maroon itu dengan tersenyum pahit. Tidak buruk juga malam ini, rasa kesepianku ditemani oleh minuman ini. Aku suka rasanya, karena ini membuatku sedikit tenang dan sejenak lupa akan masalah yang ada dalam hidupku selama ini."M