MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!

MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!

Oleh:  Evie Yuzuma  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
10 Peringkat
120Bab
93.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Bu Vamela tiba-tiba memutuskan pertunangan anaknya, Bara dengan Jingga. Alasannya sepele, hanya karena Jingga cuma seorang guru SD. Menurut Vamela, Jingga tak cocok bersanding dengan putranya---Bara. Padahal Jingga rela menunggu Bara menyelesaikan kuliahnya hingga S2. Namun, setelah itu hanya kepahitan yang ia terima. Mampukah Jingga melangkah tegap setelah terjatuh dalam kehancuran cintanya? Akankah dia melabuhkan hati pada seorang duda beranak satu yang begitu dingin dan kaku. Banyu namanya. Dia cuek dan terkesan tak tertarik dengan Jingga. Namun, Bu Fera---Ibu kandung Banyu memaksa mereka untuk dekat dengan alasan ada Aluna---gadis berusia enam tahun yang membutuhkan sosok Ibu seperti Jingga.

Lihat lebih banyak
MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sarah Aishah
bagus ciritanya
2023-12-25 15:33:15
0
user avatar
Siti Jaenab
menarik, jd ingin dibaca terus
2023-12-19 13:09:40
0
default avatar
Didin
akhirnya tamat juga baca yg sesion ini. btw ini belum tamat ya thor. ditunggu sesion selanjutnya yaa
2023-08-17 01:15:48
0
default avatar
Bkd
Mudah dicerna dan natural......️
2023-08-13 15:46:48
1
user avatar
Dias Sudiasa
semakin seru dan penasaran sama ni novel
2023-08-10 21:44:20
3
default avatar
Echa Rizka Sampurno
Keren, ini sudah tamat belum ya?
2023-08-08 11:46:22
1
user avatar
Evi Emelia
suka ceritanya......
2023-08-08 09:25:12
1
user avatar
Isabella
Ceritanya keren . semangat thoer
2023-08-02 01:37:43
1
user avatar
Liy ha
suka sama ceritanya ...
2023-07-30 03:16:16
1
user avatar
Beta Agustinus
lumayàn ceritanya
2023-07-28 08:37:05
1
120 Bab
Bab 1
“Kami datang ke sini, untuk membatalkan pertunangan. Anak kami, Bara, sudah menemukan jodoh yang lebih tepat. Karena itu, saya selaku ibunya, mohon maaf, jika kabar ini membuat keluarga Bu Nilam tidak nyaman.”Deg!Kabar itu membuatku tak bisa berkata apa-apa. Senyuman yang sejak semalam terkulum karena mendapat kabar jika keluarga Bara besok akan datang, kini redup.“Apa saya tidak salah dengar Bu Vamela? Hubungan mereka sudah cukup lama. Jingga---anak saya rela menunggu sampai Bara menyelesaikan S2 nya. Lalu, kenapa seperti ini?” Suara Ibu bergetar. Pasti dia sama kaget dan shocknya seperti aku.“Tidak, Bu Nilam. Ibu tidak salah dengar. Mulai saat ini, Jingga saya bebaskan dan boleh menerima pinangan lelaki lain. Maafkan kalau keputusan ini melukai keluarga Ibu, hanya saja ... maaf, anak ibu hanya guru SD, gak sebanding dengan putra saya.” Dia tersenyum, suaranya masih terdengar lembut, hanya saja terasa begitu menyakitkan.“Kami tak bisa lama. Dua minggu lagi, kalian bisa datang ke
Baca selengkapnya
Bab 2
Empat rakaat aku tunaikan. Usai shalat, aku berdoa. Tak banyak, hanya minta luka ini sembuh dulu, itu yang utama. Satu bulan, waktu yang belum lama. Luka ini masih terasa sangat perih, apalagi kalau sedang sendiri. Nama Bara masih memenuhi lubuk hatiku.Usai shalat, aku berjalan kembali ke gazebo di mana Una sedang makan kue keju kesukaannya. Omanya tampak tengah menelpon seseorang.“Pokoknya kamu buruan pulang, Banyu! Mama akan tahan dia biar gak pulang dulu!”Dia terdengar menjeda. Lalu kembali bicara, “Kamu harus lihat sendiri orangnya! Sekarang kamu harus gercep, ini waktu yang tepat. Mama dengar dia sedang patah hati! Dia baru saja ditinggal nikah tunangannya! Kamu gak bisa egois, Banyu. Una butuh Bunda baru. Kamu pulang sekarang atau Mama coret dari KK!”Mendengar obrolan Oma Fera dengan seseorang di seberang telepon membuat aku menerka-nerka arah pembicaraan mereka. Kok ada bilang sedang patah hati, jadi berasa aku yang sedang jadi bahan omongannya. Hanya saja, katanya Bunda ba
Baca selengkapnya
Bab 3
Hanya suara denting sendok yang terdengar. Makan malam yang aku kira akan ramai dengan teman-temannya Bu Fera ternyata sama sekali salah. Di ruang makan bernuansa lesehan ini, hanya ada aku, Aluna, Bu Fera dan Pak Banyu. Kami duduk melingkar di sebuah meja kayu yang didesain khusus. Rupanya selain ruang makan dengan kursi dan meja biasa, di teras dapur juga ada tempat bersantai yang memiliki tempat makan lesehan. Setelah kepulangan Pak Banyu tadi, Bu Fera langsung menggiring kami ke ruang makan.“Ayo yang banyak makannya, Jingga. Ini ikan salmon yang dimasak Bi Sesa itu sangat enak.” Bu Fera hendak mengambilkan potongan ikan salmon lagi ke piringku. “Saya sudah kenyang, Bu … makasih.” Aku bukan sudah kenyang sebetulnya, tapi sudah tak nyaman. Sejak kedatangan Pak Banyu, semua jadi terasa canggung apalagi sikap diam dan juteknya Pak Banyu mendominasi. Hanya Bu Fera saja yang mengajakku mengobrol sejak tadi.“Makan kamu kok dikit banget, Jingga, sebelas dua belas sama Banyu.” Dia melir
Baca selengkapnya
Bab 4
“Lurus dikit lagi, Pak. Lalu belok ke kiri. Rumah yang catnya warna hijau, depannya ada pohon mangga.” Aku memberikan arahan tanpa dia minta. Biar cepat sampai dan bisa bernapas lega. Namun, pada jarak beberapa meter lagi, aku menautkan alis ketika melihat mobil berwarna silver metalik sudah terparkir di depan rumah dan juga tampak kerumunan para tetangga.“Pak berhenti di sini saja!”Merasa tak enak hati dan takut jadi perhatian para tetangga yang tampak berkerumun di depan rumah, aku meminta turun dalam jarak beberapa meter lagi sebelum sampai. Hanya saja, mobil yang dia kendarai terus saja melaju.“Pak! Turun di sini saja!”Aku bicara agak kencang. Apa dia tuli sampai-sampai tak cukup satu kali aku bicara. Hanya saja, hasilnya masih sama mobil yang ditumpanginya masih melaju saja.Huft!Kini sudah terlambat, meskipun dia menoleh, mobil yang memberiku tumpangan sudah tiba di depan rumah dan beberapa pasang mata sudah melihatnya. Aku bergeming, kok kesel, ya? Kenapa dia pura-pura tul
Baca selengkapnya
Bab 5
Deg!Jadi, benar? Kedatangan mereka karena A Andi lagi? Belum habi rasa kagetku, terdengar suara Wak Tika yang muncul dari belakang.“Benar yang Ibu kamu bilang Jingga. Lagian orang gak punya kayak kamu itu jangan ngarepin cowok tajir kayak keluarga Bara. Harus tahu diri. Harus ngaca dan ngukur diri. Kamu itu tak ada apa-apanya buat mereka. Buktinya sekarang, bener ‘kan? Kamu di-PHP doang terus dibuang! Kata orang, kalau sudah gitu, pamali nanti. Bisa-bisa kamu jadi perawan tua dan gak ada yang mau lagi. Jadi terima saja Andi, dia sudah cinta mati sama kamu dari dulu.”Aku memijat pelipis, rasanya sebulan ini saja hidupku sudah terasa berat. Rasa sakit hatiku karena dikhianati keluarga Bara belum juga sirna. Belum lagi gunjingan yang aku tahu ramai di belakang. Ya, namanya hidup di pinggiran kota, aib seperti ini masih umum menjadi konsumsi para ibu yang berbincang setiap pagi di penjual sayuran.“Aku gak mikirin dulu masalah pernikahan, Uwak. Lagian aku dan A Andi ini masih sepupuan.
Baca selengkapnya
Bab 6
Aku membuka mata pagi ini dengan sedikit berat. Wangi aroma bawang goreng tercium. Shubuh-shubuh begini, memang biasa kalau Ibu sudah masak. Sejak kecil, Ibu selalu membiasakanku untuk bangun awal, katanya biar rejekinya gak dipatok ayam. Begitupun Ibu sendiri, dia pun setiap jam empat pagi sudah bangun. Apalagi, memang setiap pagi selalu membuat lemper isi ayam dan dititip ke warung Bu Intan. Lumayan uangnya bisa diputar untuk menyambung hidup. Hanya saja entah untuk hari ini.Aku menggeliatkan badan dan memaksa mata untuk terbuka. Lalu berjalan sambil menguap menuju ke arah dapur untuk membasuh wajah sekaligus wudhu. Benar saja, punggung Ibu sudah terlihat berada di dapur. Bunyi wajan beradu spatula terdengar.“Bikin nasi apa, Bu?” Aku berjalan mendekatinya.“Nasi goreng.” Ibu menjawab singkat.“Lemper gak bikin?” Aku celingukan nyari makanan terbungkus daun yang biasanya sudah rapi ditata dalam baskom.“Enggak, tadi kesiangan Ibu bangunnya. Rasanya kepala masih berat juga.”Aku han
Baca selengkapnya
Bab 7
Aku sudah berada di depan sebuah rumah yang cukup megah. Parkir di depan gerbang saja, rasanya minder kalau Vega merahku masuk ke dalam pagar. Apalagi ada dua mobil berjejer terparkir di depan rumahnya. Aku pun masuk saja karena pintu pagar sedikit terbuka. Baru aku hendak mengucap salam ketika tampak sepasang lelaki dan perempuan muncul dari dalam rumah, dari gesture tubuhnya sepertinya mereka cukup akrab. Aku mematung sejenak seraya menata hati yang tiba-tiba merasa semakin tak berarti. Pantas saja sikapnya begitu dingin padaku, rupanya memang circel pertemanannya bukan yang selevel denganku. Buktinya dengan perempuan itu, tampak sekali dia akrab dan sesekali tersenyum.“Cari siapa, Mbak?” Perempuan dengan rambut panjang yang diikat asal itu melihat ke arahku. Wajahnya terlihat terawat, berbeda denganku yang hanya disapu bedak bayi.“Nganterin gamis Bu Feni, Mbak!” Aku tunjukkan tentengan plastik berisi gamis pelanggan Ibu.“Oh, gamis Mama, ya? Bentar.”Dia pun menerima plastik yang
Baca selengkapnya
Bab 8
“Eh, kenapa berkemas? Kamu juga harus ikut! Una bilang, Miss Jingga juga diundang! Ini Ibu sudah siapkan pakaian ganti buat kamu!” tukasnya seraya memamerkan senyumannya yang bagiku, rasanya mencurigakan. Kebetulan Pak Banyu baru keluar juga dari dalam rumah dan tanpa sengaja kami sejenak beradu pandang, sebelum akhirnya kami sama-sama membuang muka dan aku mengalihkan pandangan pada pakaian yang diulurkan Bu Fera.Ehhh … kok corak bajunya samaan dengan Pak Banyu?“Ahm, saya pakai baju ini saja, apa boleh?” tanyaku, sungkan rasanya harus menerima pemberiannya. Lagi pula, pasti bajunya mahal.“Hmmm … tapi dress codenya warna pastel, Jingga.” Bu Fera menjelaskan.“Oh baik kalau begitu, maaf merepotkan.” Aku pun menerima pakaian yang masih dilipat itu, lalu beranjak minta diri dan berganti pakaian di toilet. Jadi ingat, gamis yang tadi pagi kuantarkan ke pelanggan Ibu juga ada yang bahannya seperti ini dan warnanya juga.Sebuah gamis warna pastel dengan corak hitam, akhirnya kupakai. Bis
Baca selengkapnya
Bab 9
“Mamanya Una hari ini bertunangan. Dia mengundang kami untuk datang. Semoga kamu gak keberatan menjadi pasangan Banyu malam ini. Maaf kalau Ibu gak bilang dulu sama kamu, Ibu khawatir, kamu akan menolak. Ibu hanya ingin menunjukkan, Una baik-baik saja tanpa perempuan tak berhati itu.” Suara Bu Fera bergetar. Aku melihat ada rasa sakit yang teramat dalam terpancar.Ya Tuhaaan … jujur, aku merasa kesal. Kenapa harus berbohong sejak awal? Apa Bu Fera pikir aku ini apa?Eh bentar? Berbohong? Rasanya memang tak ada kebohongan yang Bu Fera sampaikan. Dia hanya bilang Una yang mengundangku. Hanya akunya saja yang terlalu, ah, entah. Masa iya aku percaya kalau ada perayaan gigi tanggal versinya Una.“Maafin Ibu, Jingga. Kamu hanya perlu berada di tengah-tengah kami tanpa mengakui apapun, tanpa menjelaskan apapun pada siapapun. Itu saja.” Bu Fera menatapku dengan tatapan memelas. Baru kali ini aku melihat dia begitu lemah. Biasanya apa-apa selalu terlihat bersemangat, sigap dan sat set.Kupeja
Baca selengkapnya
Bab 10
“Banyu, di sini kamu rupanya! Mau dansa gak?” Pertanyaan itu membuat kami semua mendongak. Seketika Bu Fera yang mengambil alih jawaban.“Banyu memang akan berdansa, tapi sama Jingga … ini sebentar lagi juga mau maju ke depan. Iya ‘kan Banyu?” Bu Fera memasang senyuman dan menatap tajam pada perempuan itu.Eh, kenapa? Aku lagi?Seketika perempuan tersebut mendongakkan wajah dan menatap ke arahku. Dia menatap lekat sambil menyipitkan mata sekilas dengan alis saling bertaut seolah mengingat-ingat. Namun tak ada kalimat apapun yang dia ucapkan hanya tersenyum dan mengangguk lalu menoleh pada Pak Banyu.“Ya sudah, aku balik ke tempatku dulu kalau kamu sudah ada pasangan!” tukasnya. Tak tersirat rasa kesal maupun kecewa, dia pun mengangguk ke arahku dan berkata, “Titip Banyu, ya!”Aku hanya tersenyum, lebih tepatnya nyengir kuda. Emangnya dia barang yang bisa dititip-titipin?Seperginya wanita itu, Pak Banyu melirik ke arah Bu Fera dengan tatapan yang sepertinya mengatakan, mama apa-apaan,
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status