Share

4. Hari Pernikahan

.Happy Reading๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ

"Abah, setelah Salwa sah menjadi istrimu, setelah selesai acara perlakukanlah dia sebagaimana engkau memperlakukan diriku dahulu."

Najma yang saat ini sedang memakaikan baju pengantin untukku menasehatiku agar aku melakukan hal yang sama kepada Salwa sebagaimana yang aku lakukan kepadanya dulu.

"InsyaaAllah, Umma."

Tadi, pagi-pagi sekali Najma sudah berada di ruang setrika untuk melanjutkan menyetrika baju yang aku kenakan sekarang ini karena semalam belum selesai.

Dia begitu telaten memakaikan baju serta memasang kancing pada kemejaku, tak lupa dia juga menyemprotkan parfum kepada beberapa bagian tubuhku. Setelahnya dia mengambil peci dengan warna putih dan memakaikannya di kepalaku, tentunya dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajah cantiknya.

Pakaian serba putih kini sudah melekat sempurna di tubuhku. Begitupun dengan istriku, ia juga menggunakan gamis putih yang indah dan tak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Gamis putih yang bertaburan mutiara dari bagian pinggul hingga kaki serta bunga-bunga indah bertaburkan manik-manik di sepanjang pinggiran bagian bawah dan juga pada bagian pergelangan tangannya. Sungguh sangat cantik.

"Duduklah, Abah!" Pintanya sambil menuntunku menuju sofa yang ada di kamar kami. Aku menurut saja dengan segala perintahnya.

Dia mengambil sepatu dan berjongkok di hadapanku sambil memakaikan sepatu itu di kakiku, aku berusaha mencegahnya, tapi dia menolak dengan berkata, "Tak apa, Abah. Ini adalah bentuk bakti Umma kepada Abah."

Ya Allah, begitu mulianya istriku ini. Entah adakah kata di atas kata mulia yang pantas disandingkan untuk bidadariku ini?

"Umma, duduklah di sini!" Pintaku sambil menepuk sofa kosong di sebelahku. Dia pun menurut dan duduk di sampingku.

"Umma?"

"Iya, Abah?"

 "Sekali lagi Abah mau tanya, Umma beneran ridho dipoligami? Umma ikhlas? Umma nggak apa-apa Abah menikah lagi?"

 "Abah, sudah berkali-kali Abah bertanya seperti itu, Umma sangat ridho Abah, Umma  ikhlas, Umma nggak apa-apa, Umma baik-baik saja dan akan tetap baik-baik saja. Percayalah Abah, ini semua demi kebaikan kita bersama," jawabnya dengan begitu mantap.

 "Terima kasih atas kelapangan hatimu Umma, Abah akan tetap mencintai dan akan selalu mencintaimu." ujarku sembari menatap kedua matanya sebagai bukti bahwa aku bersungguh-sungguh dengan apa yang aku katakan.

 "Umma percaya, Abah. Semoga rumah tangga yang akan kita bina bersama istri baru Abah menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah,"

 "Aamiin."

 Aku memeluknya, mendekapnya dengan begitu erat untuk menenangkan hatiku ini. Karena jujur, aku merasa begitu gugup akan pernikahan yang sebentar lagi akan aku laksanakan.

 "Abah, apakah Abah sudah hapal betul dengan kalimat ijab qobulnya?"

 "InsyaaAllah sudah, Umma."

 "Syukurlah kalau begitu, ya sudah Umma keluar dulu, mau melihat persiapan perlengkapan yang akan di bawah kerumah calon adik maduku,"

 "Tidak usah, Umma. Di sini saja sama Abah, pasti keluarga yang lain sudah mempersiapkannya." aku melarangnya dan memintanya untuk tetap menemaniku di sini. 

Keluarga besarku akan turut hadir menyaksikan pernikahan keduaku ini. Sebagian besar bahkan hampir seluruh keluargaku sangat menyayangkan aku yang akan menikah lagi dan menduakan wanita sebaik Najma. Namun, dengan keindahan tutur kata Najma dalam menjelaskan semua, mereka tidak lagi membahas hal itu. Meskipun mereka sudah bungkam, tetap saja mereka terlihat tak suka dengan keputusanku, karena setahuku mereka begitu sangat menyayangi Najma.

 Setengah jam berlalu, ibuku mengabari kalau semua persiapan sudah lengkap dan waktunya kita untuk berangkat ke rumah mempelai wanita.

 Kami sekeluarga pun berangkat menggunakan beberapa mobil, Abi dan ummi pun turut serta ikut menyaksikan menantunya ini menikahi wanita lain. Aku, Najma, Ibu, umi serta Abi berada dalam satu mobil dengan Abi yang menyetirnya.

 Dalam perjalanan menuju rumah Salwa, kami diliputi keheningan, tak ada yang bersuara. Najma yang duduk di sampingku menggenggam tanganku dengan begitu erat dengan mulut berkomat-kamit melantunkan sholawat. Sesekali dia memejamkan matanya dan menghela nafas dengan panjang, kemudian dia tersenyum kearahku yang tengah memperhatikannya, seolah dia mengatakan

 "Aku baik-baik saja."

 Setibanya di rumah Salwa, kami di sambut dengan begitu hangat oleh keluarga calon istriku tersebut. Seserahan kami serahkan kepada pihak keluarga. Najma tak lagi ada di sampingku membuat aku semakin grogi, dadaku berdebar, berkali-kali ku lafadzkan  kalimat bismillah, tapi tetap saja, itu tak mengurangi rasa grogi yang menyerangku sejak di rumah tadi.

 Rumah minimalis dan tampak begitu sederhana inilah yang akan kami langsungkan ijab qobul. Tak besar, juga tak mewah tapi suasana yang asri membuat diri ini betah berada di sini.

 Kami semua di persilahkan masuk oleh seorang paruh baya laki-laki yang ku ketahui sebagai pakde Salwa yang akan menjadi wali nikahnya karena ayah Salwa sudah berpulang ke Rahmatullah sejak enam belas tahun yang lalu. Sedangkan Najma, entah apa yang ia tanyakan kepada seorang ibu-ibu sehingga ibu-ibu itu mengantar Najma ke dalam menuju suatu ruangan mungkin tempat calon istriku.

 Aku duduk di depan penghulu, keringat dingin mulai membanjiri wajahku.

"Sudah siap?" Tanya pak penghulu.

 Sekilas aku melihat kearah ibu juga umi, kedua wanita itu terlihat mengeluarkan air matanya seiring dengan senyum yang seolah di paksakan mereka menganggukkan kepalanya kepadaku.

 "InsyaaAllah siap, Pak," jawabku.

 "Baiklah, saya persilahkan kepada bapak Akbar sebagai wali dari Saudi Salwa untuk menjabat tangan mempelai laki-laki."

 Kemudian paman Akbar menjabat tanganku

 "Bismillahirrahmanirrahim, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Muhammad Hamdan Alfariki bin Almarhum Zulkifli dengan Salwa Nafisah binti almarhum Hussein dengan maskawin seperangkat alat sholat dan perhiasan dua puluh gram di bayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Salwa Nafisah binti almarhum Hussein dengan mas kawin tersebut, tunai!"

 "Bagaimana saksi? Sah?"

 "Sah!"

 "Alhamdulillah,"

 Puji syukur kami panjatkan kepada Allah karena acara ijab qobul sudah selesai di laksanakan dengan lancar dan khidmat.

 "Sekarang silahkan kamu jemput istrimu untuk menandatangi surat nikah," ucapnya.

Aku bangkit dan perlahan menuju ruangan yang katanya kamar milik Salwa. Aku khawatir Najma juga ada di dalam, karena selama proses ijab qobul tadi dia sama sekali tak menampakkan batang hidungnya.

 Perlahan aku mengetuk pintu, aku mendengar percakapan di dalam dan aku sangat familiar dengan suara salah satu perempuan tersebut. Dia istriku yang sedang menyuruh adik madunya untuk membukakan pintu.

Rasa bahagia dan rasa bersalah bercampur menjadi satu di hatiku. Bahagia karena akhirnya aku bisa menikahi Salwa, dan merasa bersalah karena telah menduakan istri sebaik Najma.

Pintu terbuka menampakkan seorang perempuan dengan balutan kebaya warna putih dan riasan wajah yang tampak natural membuat ia terlihat begitu cantik. Aku terbuai akan kecantikan Salwa, sepersekian detik aku memandangi wajah cantik yang beberapa menit ini sudah sah menjadi istriku.

"Assalamualaikum, Mas," sapanya padaku sambil mengulurkan tangannya.

Aku menerima uluran tangannya dan diapun mencium punggung tanganku dengan takdzim.

"Wa'alaikumsalam, Dik," balasku.

Kemudian aku mencium keningnya lumayan lama sambil menghirup aroma melati yang menjadi hiasan di atas kepala Salwa. Aku memeluk Salwa untuk pertama kalinya, dan saat itu pula kedua netraku menangkap wajah seseorang yang tersenyum kepadaku.

"Najma!"

Dia, istri pertamaku menyaksikan suaminya ini memeluk adik madunya. Dia tersenyum, tapi ada garis bening memanjang di pipinya yang berasal dari kedua matanya. 

Najmaku menangis!

Tapi, air mata itu segera dihapusnya dengan jari lentiknya sebelum dia bangkit dan berlalu memasuki ruangan kecil yang kuyakini itu adalah kamar mandi. 

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Makandolu Effy
laki laki mahhh bohong aja bilang ngerti kalau isterinya sakit hati jujur hatinya lagi bersorak sorai....hhhh karakter perempuannya ngeselin
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
nanti juga akan di rasa setelah waktu berjalan saat hidup bersama kan belum di jalani
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
othornya mungkin mau begitu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status