Share

8. Panggilan Tak Terjawab

"Ummi, Abah sudah carikan rumah buat ummi yang dekat dengan rumah Abah dan Umma Najma. InsyaaAllah Minggu depan sudah bisa ditempati."

"Alhamdulillah kalau begitu Abah, ummi nurut saja sama Abah. Apakah Abah sudah bilang ke mbak Najma?"

"Belum, Ummi. Tak enak jika membahas hal seperti ini hanya melalui sambungan telepon. Besok Abah akan bilang sama Umma Najma."

Ini adalah malam ketujuhku bersama Salwa, yang artinya besok sudah waktunya aku kembali bersama istri pertamaku. Aku sudah sangat merindukannya, ini adalah kali pertama aku berjauhan dengannya selama seminggu. Biasanya hanya sehari dua hari aku tidak bertemu dengannya jika ada kegiatan luar kota, dan itupun jarang karena aku lebih memilih mengutus asistenku untuk keluar kota karena tak mau meninggalkan istriku seorang diri.

Saat ini aku sedang berada di dalam kamar tidur kami, sebelum tidur kami biasakan diri untuk mengobrol agar lebih mendekatkan diri satu sama lain. Aku memilih membelikan rumah untuk Salwa di kompleks perumahanku bersama istri pertamaku karena aku tak mau bolak balik dengan jarak yang lumayan jauh.

Aku tak mau mengumpulkan istriku dalam satu atap seperti pesan Abi. Awalnya Najma meminta agar Salwa ikut tinggal bersama kami, tapi aku tak mau hal itu terjadi karena kemungkinan terjadinya hal hal yang tak di inginkan semakin besar peluangnya.

"Abah, apakah sebelumnya Abah pernah berjauhan dengan mbak Najma dalam jangka waktu seperti sekarang ini?"

"Tidak pernah, ummi. Abah tak pernah meninggalkan Umma Najma selama seperti sekarang ini."

"Abah rindu mbak Najma?"

"Jangan tanyakan seperti itu ummi. Sekarang lebih baik kita bahas tentang kita saja, jangan membahas Umma Najma saat ummi bersama Abah, kerena itu akan melukai hati ummi."

"Ummi hanya bertanya Abah," ucapnya.

"Iya Abah tahu, jika ummi bertanya kabar Umma Najma akan Abah jawab, tapi jika bertanya soal seperti itu maaf Abah tak akan menjawab begitupun jika yang bertanya itu Umma Najma, Abah juga tak akan menjawab. Abah hanya ingin menjaga perasaan kalian agar tidak ada rasa sakit dan cemburu."

"Terimakasih sudah menjaga perasaan kami Abah. Maafkan Ummi, ummi janji tak akan bertanya seperti itu lagi."

"Tak apa, Ummi. Doakan Abah agar Abah menjadi suami yang adil buat kalian berdua."

"Selalu Abah,"

"Ya sudah, sekarang tidur, ya."

Aku mengajak Salwa sambil mengeratkan pelukan kami.

Dapat kurasakan istri mudaku itu mengangguk, sebelum kembali menatap wajahku. "Selamat malam, Abah." 

"Selamat malam, Ummi." Kucium keningnya serta kedua netranya.

******

"Abah, jam berapa Abah akan kembali ke rumah mbak Najma?"

Tanya Salwa saat kami baru selesai sarapan dan duduk di teras rumah yang di temani secangkir kopi dan camilan. Ibu tidak ada, beliau sedang pergi ke pasar.

"Nanti sore, Ummi."

"Ya sudah, ummi siapin baju-baju Abah dulu, ya," Salwa hendak bangkit, tapi mendengar penjelasanku dia mengurungkan niatnya.

"Nggak usah, Ummi. Baju-baju Abah yang di sana masih banyak, itu memang di simpan buat di sini."

"Oh, begitu Abah."

"Iya Ummi. Sekarang ummi siap-siap gih, kita ke mall hari ini, beli keperluan ummi."

"Nggak usah, Abah. 'Kan kemaren lusa sudah,"

"Nggak mau nih jalan-jalan sama suami?"

Salwa tersenyum malu-malu, aku lekas menariknya membawa ke kamar agar dia berganti pakaian yang lebih bagus.

"Pakai baju yang Abah belikan kemarin Ummi,"

"Baik, Abah."

"Abah tunggu di ruang tamu,"

Setelah selesai bersiap, Salwa menghampiriku dengan menggunakan baju gamis warna Army yang begitu pas dengan warna kulitnya.

"Handphone Abah ada di kamar, nggak mau dibawa?"

"Nggak usah, lagian itu belum keisi penuh baterainya."

"Oh," balasku.

"Udah siap, Ummi?"

"Sudah Abah," jawabnya

"Ya sudah, yuk berangkat!"

Kami pun berangkat menuju mall untuk membeli beberapa keperluan Salwa. Setibanya di mall, aku menggandeng tangan Salwa untuk memasuki pusat perbelanjaan yang begitu besar ini. 

Kami menuju pusat baju muslimah untuk membelikan Salwa beberapa potong baju. Tak lupa aku pun membelikan beberapa helai baju untuk Umma Najma.

Selesai berbelanja, kami menuju restauran yang tersedia di dalam mall.

"Kita makan siang sekalian," ajakku mumpung kami sedang di luar, pun biar Salwa tak perlu memasak ketika sampai di rumah nanti.

"Iya, Abah."

Setelah selesai makan siang, kami memutuskan untuk pulang. Lalu lintas siang ini begitu macet karena sekarang merupakan jam makan siang dan jam pulang sekolah. Tak lupa kami membungkuskan makan siang juga untuk ibu.

Jam satu siang barulah kami tiba di rumah, rasa lelah membuatku ingin segera mengistirahatkan tubuh ini di atas ranjang.

"Abah, sholat Dzuhur dulu," Salwa mengingatkanku ketika aku mulai memejamkan mata di pembaringan. Dia baru memasuki kamar karena harus memberikan makanan yang tadi dibeli kepada ibu.

"Ah, iya. Ummi mandi duluan saja, nanti Abah ganti ummi."

Selesai mandi kami melaksanakan sholat berjamaah di musholla bersama ibu juga. Selesai sholat aku mengajak Salwa untuk beristirahat sebelum nanti sore aku meninggalkan istri mudaku ini karena sudah waktunya aku bersama istri pertamaku.

****

"Ummi, jaga diri ummi baik-baik saat tak bersama Abah, Abah akan tetap menghubungi selama Abah di rumah Umma Najma."

"Iya, Abah. Abah hati-hati di jalan, ummi titip buah mangga ini ya buat mbak Najma."

Salwa menyerahkan satu kresek buah mangga madu yang sudah matang, memang di halaman samping rumah Salwa ada beberapa pohon mangga madu yang buahnya sangat lebat dan sudah mulai memasuki masa panen.

"Iya, terimakasih udah ngasih oleh-oleh buat Umma Najma, Ummi." ucapku sambil mengelus kepalanya yang tertutup khimar.

"Sama-sama, Abah."

"Abah pulang, assalamualaikum," pamitku.

"Wa'alaikum salam," balasnya.

Kecupan di kening Salwa tak lupa ku daratkan sebagai tanda perpisahan kami.

*****

Saat Adzan maghrib berkumandang, aku baru tiba di rumah. Aku begitu heran melihat keadaan rumah yang begitu sepi, bahkan lampu pun tak ada yang menyala. Kemana istriku?

"Assalamualaikum, Umma?" Aku memasuki rumah sambil memanggil istriku.

Satu persatu saklar lampu ku tekan agar rumah ini tak gelap lagi. Aku gegas menuju tempat tidurku, mungkin Najma sedang beristirahat, tapi tak mungkin, ia tak akan tidur saat sudah memasuki waktu ashar ke atas.

"Umma, Umma di mana?"

Aku meraih handphone ku di dalam saku celanaku, handphone yang sedari siang tidak aku nyalakan sama sekali. Saat aku nyalakan, terdapat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor Najma juga nomor Mbak Hanifah tetangga depan rumah.

Ada juga beberapa pesan dari aplikasi balon hijau, aku segera membuka pesan dari mbak Hanifah. 

Deg!

Aku begitu terkejut membaca pesan yang dikirim mbak Hanifah sekitar tujuh jam yang lalu.

Sheila FR

Aduduuh, kenapa yaa?? Ada apa dengan Umma Najma????

| 1
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Tth Im
tetap saja klu sy SBG istri pertama,gak ikhlas suami nikah lagi
goodnovel comment avatar
Yuli Jani
dari awal baca sampai sini...air mata ku ......
goodnovel comment avatar
Suriani Amir ZA
mewek bacanya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status