Share

Bab 6

'Tolong jangan mendekat dan jangan sentuh aku!' ucap Kia dalam hati. Ia menunduk dan tak berani menatap wajah Zidan.

"Kenapa kamu takut sekali?" tanya Zidan. Pria itu kini sudah berdiri di hadapan Kia.

Kia hanya diam, ia tak mau menjawab atau menatap Zidan.

Zidan mengesah kasar melihat reaksi Kia, ia lalu mengatakan, "Bantu gosok punggungku. Mungkin di sana sudah banyak daki yang menempel."

Mendengar ucapan Zidan, Kia langsung mengangkat kepalanya. Namun, matanya terfokus pada dada bidang dan perut sixpack milik Zidan.

'Dia sedang depresi dan setahun belakangan ini mengurung diri di kamar. Apa dia sempat membentuk tubuhnya menjadi sebagus itu?' batin Kia sedikit curiga.

"Kamu terpesona dengan tubuhku?" celetuk Zidan.

"Ahh .. tidak!" bantah Kia.

"Mesum," gumam Zidan.

Kia tak sengaja mendengar gumaman Zidan yang menyebutkan dirinya mesum. Gadis itu merasa tak terima dan langsung marah kepada Zidan.

"Enak saja! Aku tidak mesum! Jangan kira aku tidak mendengar apa yang kamu katakan barusan," bantah Kia dengan nada suara lantang dan menatap tajam mata Zidan. Entah dari mana tiba-tiba ia mendapatkan keberanian.

Zidan mendengkus lalu tersenyum menahan tawa. "Kamu sangat emosian sekarang."

Kia tiba-tiba teringat kalau ia sedang menyamar menjadi Shakira. Kalau ia bersikap aneh sedikit, yang ditakutkan adalah jika Zidan menyadari siapa dirinya.

Suasana menjadi hening sejenak, kedua insan itu hanya saling pandang tanpa melakukan apa-apa selama beberapa menit.

"Ikut aku ke kolam spa," ajak Zidan. Ia menggandeng tangan Kia dan mengajaknya keluar kamar.

Kia tampak ragu, mendengar kata kolam renang saja sudah membuatnya cukup trauma.

"Jangan takut, itu hanya sebuah bak mandi kayu berbentuk bulat dengan air hangat di dalamnya dan itu tidak dalam," jelas Zidan. Ia seolah tahu apa yang dikhawatirkan oleh Kia.

***

Mereka berdua kini telah sampai di sebuah ruangan yang cukup besar. Ruangan itu berada di salah satu sisi rumah mewah milik keluarga Mahendra.

Baru saja memasuki ruangan, sudah tercium bau lilin aromaterapi yang terbuat dari beeswax. Aroma yang sungguh menenangkan dan manis menguar di indera penciuman Kia. Selain wangi, lilin yang dihasilkan oleh lebah itu juga membuat suasana menjadi terang dan nyaman. Meskipun hanya lilin-lilin itulah sumber penerangan di ruang tersebut.

Ruangan itu sepenuhnya terbuat dari kayu sehingga dominasi warna cokelat khas kayu menghiasi lantai dan dindingnya. Tak jauh dari pintu masuk, sudah ada bak bulat tidak terlalu besar yang terbuat dari kayu.

"Kamu percaya 'kan? Aku tidak bohong kalau ini hanya sebuah bak berukuran kolam anak-anak. Bahkan kedalamannya tidak sampai menenggelamkan lututku," ucap Zidan yang sudah berada di dalam kolam tersebut.

Kia masih bergeming dan bingung. Ia hanya diam sambil memikirkan banyak hal. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu.

"Ayo kemarilah!" seru Zidan sambil melambaikan tangannya ke Kia.

"Ta-tapi aku baru saja berganti baju. Nanti bajuku akan basah," sahut Kia pelan.

"Kalau basah nanti bisa ganti baju lagi. Apa susahnya?" Zidan membuat Kia menjadi tak punya alasan menolak permintaannya.

Mau tidak mau Kia pun berjalan mendekati Zidan. Ia mencoba melakukan apa yang diminta oleh Zidan, yaitu menggosok punggungnya.

Selama sepuluh menit Kia menggosok punggung Zidan. Dalam pikirannya, ia harus melakukan tugasnya yang pertama. Namun, ia gagal karena insiden kolam renang barusan.

"Kamu akan terlihat lebih baik jika memotong rambutmu," ucap Kia.

Zidan sontak menoleh ke arah Kia sehingga membuat gadis itu terkejut. Mata kedua insan itu saling beradu pandang dalam pikirannya masing-masing.

'Apa dia marah? Ini tugas pertamaku dari tuan Seto. Aku harap dia mau potong rambut,' batin Kia cemas.

'Apa penampilanku seburuk itu baginya? Mungkin rambut panjangku ini membuat aku terlihat seperti penjahat,' batin Zidan.

Tiba-tiba Zidan mengulum senyumnya, ia mengambil air dalam kolam itu dengan telapak tangan kanannya dan menyiramkannya ke pucuk kepalanya.

"Aku mau tapi dengan syarat." Zidan mendekatkan wajahnya ke wajah Kia.

"A-apa itu?" tanya Kia sambil menelan saliva-nya.

"Kamu yang potong rambutku. Aku tidak ingin orang lain menyentuhku," jawab Zidan penuh keyakinan.

***

Sebuah keranjang rotan kecil berisi gunting dan sisir sudah ada di samping Kia. Gadis itu hanya menatap secara bergantian ke alat yang akan digunakannya untuk memotong rambut Zidan dan seorang pelayan wanita yang baru saja meletakkan keranjang itu.

Beberapa saat yang lalu, Kia bahkan tidak menjawab atau menyetujui permintaan Zidan untuk memotong rambutnya. Namun, pria yang kini menatapnya tanpa berkedip itu mengambil tindakannya sendiri.

"Aku bahkan belum menyetujuinya, tapi kamu sepertinya sudah menyiapkan segalanya. Sejak kapan kamu merencanakan ini?" tanya Kia dengan intonasi suara yang meninggi.

Zidan terkekeh mendengar Kia yang sedang protes. Ia tidak menjawab, tetapi ia beranjak dari kolam dan berjalan menuju kausnya yang tergeletak tidak jauh dari situ.

"Aku hanya mempermudah tugasmu," jawab Zidan. Ia mengambil sebuah gulungan kertas sepanjang kurang lebih sepuluh centimeter dari balik kausnya dan membukanya di depan Kia.

"Ba-bagaimana bisa kamu punya itu?!" Kia terlihat terkejut dan langsung berdiri tegak.

"Kenapa 'sih kamu kaget sekali?" Zidan menautkan kedua alisnya heran.

"Kamu bahkan tidak terlihat seperti orang yang depresi!" teriak Kia tidak sadar.

Zidan mengerutkan kening karena berusaha mencerna pernyataan Kia yang baru saja ia dengar.

"Jadi kamu ingin melihat aku depresi?!" tanggap Zidan dengan nada suara sedikit meninggi.

'Mati aku ... aku kok bisa-bisanya bicara begitu? Namanya orang depresi, pasti dia tidak mau dianggap depresi. Dia pasti merasa sehat,' batin Kia.

Kia menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya. Ia sekarang sedang dalam masalah besar.

"Apa karena sekarang kamu dekat dengan Harry? Kamu terlihat sangat akrab dengannya! Dia bahkan rela terjun ke kolam renang untuk menyelamatkanmu, padahal dulu dia sangat tidak menyukaimu. Apa kamu punya hubungan khusus dengannya selama kamu pergi meninggalkan aku?!" cecar Zidan. Ia menghela napasnya sejenak dan mengacak rambutnya.

Kia tersentak mendengar ucapan Zidan. Ia merasa kalau misinya bisa saja kemungkinan gagal. Anehnya, ia malah merasa seperti orang yang ketahuan selingkuh dibelakang kekasihnya dan sekarang sedang disidang. Padahal ia bahkan tidak mengenal pria yang berada di hadapannya itu.

"Aku merasa kalau kamu seperti orang asing bagiku. Aku tidak tau apapun tentangmu sekarang," tambah Zidan dengan suara lirih. Sorot matanya terlihat sangat sedih dan tiba-tiba ia bersimpuh di lantai.

'Ya Tuhan ... apa keputusanku salah? Kehadiranku malah membuatnya semakin terluka. Harusnya dari awal aku menolak permintaan Tuan Seto,' sesal Kia dalam hati.

Kia menarik napas panjang dan berusaha mengatasi masalah ini. Ia merasa sedih melihat Zidan yang begitu rapuh. Inginnya untuk mengakhiri semua ini dan mengaku, tetapi hati kecilnya merasa tidak tega dengan pria yang sedang bersimpuh di hadapannya sekarang.

"Maaf ... sudah lama tidak bertemu denganmu membuat aku bingung dan canggung. Aku tidak tau kalau kamu begitu mencintai aku. Seharusnya kamu lebih menghargai dirimu sendiri dan jangan menjadi lemah hanya karena aku pernah pergi meninggalkanmu," ucap Kia.

"Yang aku ketahui, Zidan adalah seorang pria hebat yang sukses. Tapi yang aku lihat sekarang, kamu sangat lemah hanya karena aku. Tolong bangkitlah! Jangan salah paham dengan isi gulungan kertas itu, aku hanya ingin membantumu untuk bangkit kembali. Sekali lagi, maafkan aku," tandas Kia.

Perlahan Zidan mengangkat pelan kepalanya dan mulai menatap Kia. Ia berusaha bangkit dan berjalan mendekat ke arah Kia. Air matanya mengalir membasahi pipinya sambil menatap wajah gadis itu.

Zidan memeluk Kia erat, sementara Kia hanya bisa diam menerima pelukan itu.

"Maaf ... maafkan aku karena membuat kamu kecewa. Kamu pasti kecewa melihatku yang rapuh ini. Aku memanglah bodoh, seharusnya aku mencarimu saat aku yakin kamu masih hidup dan bukannya menjadi orang gila yang mengurung diri di kamar," ucap Zidan sambil menangis dipelukkan Kia.

Kia berusaha menenangkan Zidan dan menepuk-nepuk pelan punggungnya. Ia seolah tahu apa yang dirasakan oleh pria itu.

"Bangkitlah dan jadilah Zidan yang seperti dulu," pesan Kia.

Zidan hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan.

'Aku sepertinya tidak sanggup untuk mengaku sekarang. Aku harus terus membantunya karena aku sudah berjanji,' batin Kia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status