Share

Menerima.

2 minggu berlalu

Kini Kanya sudah memutuskan apa yang harus ia lakukan, ia sudah memikirkannya matang matang, dan semua resikonya akan ia tanggung.

Kanaya menghampiri ayahnya yang sedang berkutat di depan komputer, di ruang kerja nya.

Tok. Tok. Tok.

"Ayah..."

"Masuk," kata Alden.

Setelah mendapat izin, Kanaya dengan gerakan pelan membuka pintu itu, dan berjalan ke arah ayahnya yang fokus pada komputer di depannya.

"Apa Kanaya ganggu ayah," tanya Kanaya melihat ayah nya sedang sibuk.

"Enggak, tapi tumben putri ayah ke sini," jawab Alden sembari masih fokus pada komputer nya.

"Naya pengen ngebahas masalah 2 minggu yang lalu yah soal perjodohan itu."

Alden mengalihkan fokusnya pada komputer lalu menatap seksama naya, siapa tau aja kan ia salah dengar.

"Ayah kira kamu udah lupa," jawab Alden.

"Gak yah. Kanaya mau ngasih tau, kalo naya udah setuju buat nikah sama anak sahabat nya bunda," kata naya serius.

Alden semakin mengernyitkan alisnya bingung, ada apa dengan Kanaya? Mengapa ia tiba tiba ingin menerima perjodohan itu, batin Alden bertanya.

"Kamu yakin?" tanya Alden memastikan.

Kanaya tersenyum menatap ayah nya yang tampak ragu dengan jawaban nya barusan, maka ia pun dengan mantap menjawab.

"Iya. naya yakin. Aku udah mikirin semuanya matang matang, dan keputusan Kanaya ingin menikah dengan anak dari sahabat nya bunda. Mungkin aja, orang itu memang jodoh Kanaya."

"Tapi ayah gak mau jika seandainya suatu hari nanti kamu akan menyesal nak," kata Alden yang sebenarnya masih ragu.

"Naya akan tanggung semuanya, pernikahan akan bertahan jika kedua nya saling mempercayai dan mencintai. Dan Kanaya akan berusaha mencintainya."

Jawab Kanaya begitu yakin, namun sebenarnya di hati nya ia ragu, tidak yakin dengan keputusan nya sendiri. Tapi bunda, Kanaya siap dan rela di jodohkan.

"Baiklah jika itu keputusan kamu. Besok ayah akan bertemu dengan mereka dan membicarakan nya lagi, kamu pasti melakukan ini demi bunda kan."

"Iya yah. Naya gak mau mengecewakan bunda karena janjinya gak di tepati."

"Yasudah pergi lah tidur. Ini udah hampir tengah malam," kata Alden melihat jam di ponselnya.

"Iya, ayah juga istirahat. Jangan terlalu capek. Good night."

"Good night too. Setelah ini ayah langsung tidur."

Kanaya keluar dari kamar dan pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.

"Naya harap, semuanya akan lancar dan hal hal buruk yang selalu naya pikirkan gak terjadi. Amiin," batin naya berdoa.

****

Siang hari ini, di kantornya, Alden membuat janji dengan karin dan suaminya Bisma. Untuk membahas masalah perjodohan itu.

Tepat di jam 10.00 ini, mereka sampai di kantor Alden.

Sekretaris yang bertugas menunggu kedatangan mereka langsung saja mengantar kedua tamu terhormat itu, keruangan Alden.

Tok tok

"Permisi pak, tamu nya sudah datang," kata si sekretaris, sambil membuka pintu.

"Persilakan mereka masuk,' jawab Alden.

"Baik pak," sekretaris itu membungkuk sopan lalu menyuruh tamu yang di maksud itu masuk ke dalam.

"Silahkan duduk pak bu," kata Alden mempersilahkan mereka duduk di sofa di hadapannya.

"Terimah kasih pak," jawab bisma.

"Terima kasih pak, bu atas ke datangnya," kata Alden sopan.

"Iya pak Alden. Kalo saya boleh tau, mengapa tiba tiba bapak mengundang kami dengan tiba tiba,"tanya bisma.

"Begini, saya ingin membahas tentang masalah perjodohan itu, yang tempo lalu pernah kita bicarakan."

"Kanaya, putri saya sudah setuju menikah dengan anak kalian," lanjut Alden.

"Benarkah itu pak?" hanya karin dengan raut bahagia.

"Iya bu, tadi malam naya mendatangi saya dan mengatakan ingin menerima perjodohan itu," kata Alden.

"Alhamdulillah. Karena kami juga sudah sangat menginginkan seorang cucu sebagai pewaris perusahaan keluarga kami," kata Karin begitu antusias.

"Tapi apakah putri bapak sudah memikirkannya baik baik?" tanya Bisma.

"Iya pak, anak saya sudah yakin dengan keputusan nya."

"Terima kasih banyak pak Alden," kata Bisma.

"Saya gak sabar ketemu sama Kanaya, pasti ia cantik seperti kaila, ibunya," kata Karin senang.

Sedangkan Alden dan bisma hanya tersenyum dengan sikap karin.

"Kalo gitu, mari kita memutuskan tempat, tanggal dan keperluan lainnya untuk keperluan pernikahan mereka," ujar bisma.

"Kalo bisa gak udah terlalu mewah, karena naya lebih suka yang sederhana," kata Alden.

"Dia benar benar mirip Kaila," gumam karin.

Tak terasa, 45 menit telah mereka habiskan mengobrol, dan kini mereka harus pamit karena ada urusan penting.

"Baiklah, pak. Kami permisi dulu, semoga aja acaranya bisa berjalan lancar," kata Bisma menjabat tangan Alden.

"Amiin. Terima kasih ada waktunya pak," balas Alden.

"Kami permisi."

Mereka berdua pun meninggalkan kantor Alden, dengan perasaan senang.

Sedangkan Alden, sebenarnya ia ragu untuk menikahkan Kanaya dengan anak bisma dan karin. Tapi semuanya sudah terlanjut, ia hanya berharap semoga Kanaya akan selalu bahagia.

Alden kemudian memutuskan untuk menelpon Kanaya, sekalian memberi tahu nya akan pulang larut malam.

"Halo," sapa Kanaya setelah panggilan tersambung.

"Kamu lagi apa nak,"

"Naya lagi di rumah rara yah."

"Ayah mau ngasih tau, kalo malam ini ayah pulang larut malam. Kalo bisa kamu minta sama rara buat nemenin kamu di rumah."

"Iya ayah."

"Dan satu lagi,"

"Apa itu yah?" tanya naya penasaran.

"Tadi ayah sudah membicarakan nya dengan teman bunda mu itu, dan kami sudah memutuskan waktu dan tempatnya."

"Ok yah," jawab Kanaya singkat, karena ia tak tahu harus membalas apa perkataan ayahnya itu.

"Kamu hati hati yah, ayah tutup telponnya."

"Iyah."

****

Di rumah rara, salah satu sahabat Kanaya. Rara menatap heran naya yang melamun setelah panggilan putus dari ayahnya.

"Loh napa nay? Kesambet yah?" tanya Rara sambil memakan cemilan nya.

Kanaya tersadar. "Gaklah. Gue cuma mikirin aja. Apa keputusan gue ini udah benar ya," kata Kanaya.

Ia memang sudah menceritakan semuanya.

"Gue gak bisa membantu lo untuk masalah yang ini nay, karena lo yang akan menjalani nya, keputusan ada di tangan lo sendiri," kata Rara.

"Hmm gue sebenarnya takut, kan gue seeing nonton film yang di jodohkan itu, endingnya gak akan bahagia, entah itu perselingkuhan lah, apa lah pokonya pernikahan tanpa dasar cinta itu gak akan bertahan lama."

"Makanya lo jangan mikir yang macam macam. Kalo semisalkan hal itu terjadi, yah lo tinggal jalani aja. Semuanya kan udah terjadi gak mungkin bisa di ulang."

"Tapi semoga aja sih, itu gak terjadi."

"Amiin,"

"Eh ra, nginap di rumah gue yuk. Bokap gue pulang larut malam, gue sendirian di rumah."

"Ok, bentar gue ambil barang dulu."

Sementara rara menyiapkan barangnya, Kanaya menunggu di sofa sambil menonton.

25 menit barulah rara selesai.

"Udah yuk, berangkat." kata Rara setelah sampai di ruang tamu.

Kanaya kaget melihat rara yang membawa dua koper.

"Kok lo bawa koper? Kan cuma semalam bukan tinggal sampai setahun," kata Naya heran.

"Gak papa lah nay, kapan lagi coba gue bisa nginap lagi di rumah lo. Kan kalo lo udah nikah udah gak mungkin lagi gue nginap di rumah lo."

"Iye deh, terserah lo."

1 bulan berlalu

Pesta pernikahan Kanaya dengan Alvin berjalan lancar, meskipun tak mewah dan hanya keluarga yang di undang acara tersebut tetap berjalan dengan meriah.

Ketiga sahabat Kanaya tentu saja tidak ketinggalan. Mereka bahkan yang sangat bersemangat. Dina, rara dan salsa minus putri yang masih berada di london.

Saat pertama kali bertemu dengan Alvin, Kanaya entah kenapa takjub dengan wajah pria yang sudah resmi menjadi suami nya itu. Kulitnya yang putih, tinggi, tatapan nya yang tajam dan juga ia sedikit dingin seolah ia tak setuju dengan pernikahan ini.

****

Kanaya dan alvin sedang berada di rumah keluarga alvin. Kanaya duduk terdiam di sofa sedangkan orang asing yang sekarang menjadi keluarganya itu, tengah memandangi nya.

Wanita paruh baya yang sekarang berstatus sebagai ibu mertuanya itu, duduk di samping nya. Menambah rasa gugup yang sedari tadi coba ia sembunyikan.

"Nak kamu kenapa? Kok sedari tadi diam terus" tanya wanita itu dengan lembut.

Dengan rasa gugup, Kanaya menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya "Naya gak papa tante."

"Kok manggil tante, panggil mama. Kan sekarang kamu udah jadi anak nya mama."

Naya terdiam beberapa saat, sampai akhirnya ia berani menatap wajah mertuanya "ma...ma,"kata naya dengan senyuman manis nya.

"Kamu benar benar cantik nak, mirip sekali dengan ibumu."

"Makasih tan, eh mama," kata Naya.

"Nanti juga terbiasa kok. Mulai sekarang anggap mama kayak ibu kamu sendiri, mama mungkin gak akan bisa gantiin posisi bunda kamu, tapi mama akan berusaha jadi ibu yang baik buat kamu. Kamu sekarang jangan sedih lagi yah, kan sekarang ada mana," kata Karin tulus.

Kanaya terdiam mendengar kata kata dari karin, ibu mertuanya. Ia gak pernah mengira kalo mama mertuanya begitu baik, yang ia kita mertuanya itu akan jahat dan membencinya seperti film film yang sering ia tonton.

"Makasih banyak ma," kata Naya.

"Iya sayang."

Hal itu tak luput dari perhatian Alvin dan bisma. Memang, dulu mereka sangat menginginkan anak perempuan namun yang lahir anak laki laki, yaitu Alvin. Karena sebuah kecelakaan, membuat karin tidak bisa lagi memiliki anak.

Mereka terus mengobrol meskipun Kanaya masih canggung dan asing berada di tengah tengah mereka. Namun keluarga ini, begitu baik. Kecuali Alvin yang sedari tadi hanya diam, mungkin ia belum terima dengan pernikahan ini.

"Kalau boleh tau, naya kok bisa pada akhirnya menerima perjodohan ini, kan kata ayah Kanaya, ingin kerja dulu dan belum siap. Kamu gak terpaksa kan menerimanya," tanya Karin.

Kanaya yang mendapat pertanyaan itu, mendadak bingung. Apa yang harus ia katakan, sebenarnya ia menikah karena memang terpaksa, tak ingin mengecewakan ayah dan bunda nya. Tapi masa Kanaya harus jujur.

"Mmm sulit buat di jelasin ma, yang pasti Kanaya gak terpaksa kok nerima nya, itu berdasarkan keinginan Kanaya sendiri," jawabnya.

"Makasih ya sayang, udah mau jadi istrinya Alvin. Semoga aja pernikahan kalian bisa langgeng sampai tua bahkan sampai mati," kata karin membuat Kanaya tersenyum. Namun senyum itu luntur ketika Alvin bersuara.

"Lebai deh," kata Alvin dingin.

Sontak saja, Bisma menegurnya "Alvin!" bentak Bisma.

"Maaf pah," kata Alvin tak ingin dimarahi.

"Sayang maafin Alvin yah, ia memang begitu orang nya," kata karin yang tak enak hati pada Kanaya.

"Iya mah."

"Naya kalo udah ngantuk tidur aja," kata bisma yang tadi melihat Kanaya menguap menahan kantuk tapi terus di ajak bicara oleh karin.

"Naya udah ngantuk ya. Yaudah naya tidur aja," kata Karin.

Kanaya yang merasa tak enak, masa ia duluan yang tidur dari pemilik rumah, bukan kah ia tidak sopan jika tidur duluan. Tapi kantuk benar benar menyerang nya, ia memang tak biasa begadang.

"Nanti aja mah, naya belum ngantuk," kata Kanaya berusaha agar terlihat segar dan tidak mengantuk.

"Kamu jangan bohong, ayah kamu tadi bilang kamu sudah tidur sebelum jam 10 malam."

"Maaf, ini memang kebiasaan Kanaya dari kecil," kata Kanaya menundukkan kepala nya seolah ia sedang membuat suatu kesalahan.

Melihat Kanaya menunduk, karin mengelus surai hitam milik menantu nya itu. "Nak, gak usah minta maaf. Gak ada yang marah, naya lebih baik tidur sekarang dari pada nanti sakit," kata Karin lembut.

"Iya, makasih," jawab Kanaya.

"Sini mama antar ke kamar baru kamu."

Kanaya menurut dan mengikuti langkah ibu mertuanya setelah tadi pamit pada bisma dan alvin juga.

Kanaya di bawa ke lantai 2, Dimana kamar yang di maksud oleh karin berada.

Karin membuka salah satu pintu kamar, dan Kanaya pun ikut masuk ke dalam.

"Mulai sekarang ini menjadi kama kamu dan alvin. Kalo kamu butuh sesuatu bilang sama mama yah," kata karin.

"Iya mah. Terima kasih."

"Istirahat ya nak," kata Karin menutup pintu itu.

Kanaya menghembuskan nafas nya. Mulai hari ini dan seterusnya ia menjadi istri alvin, banyak hal yang akan berubah dalam hidup nya mungkin.

Termasuk berbagi kamar, yah Kanaya tau mulai sekarang ia harus berbagi kamar, menyiapkan keperluan Alvin dan masih banyak lagi.

Karena ngantuk, akhirnya Kanaya tertidur dan meletakkan bantal guling di tengah sebagai pembatas.

Di ruang keluarga

Alvin yang masih sibuk dengan ponsel nya di kaget kan karena karin yang tiba tiba mengambil ponsel nya.

"Ma balikin ponsel aku," kata Alvin.

"Gak. Siapa suruh tadi kamu bilang gitu di depan Kanaya, itu membuat naya tersinggung vin," kata Karin duduk di samping bisma.

"Kan emang benar. Itu tuh termasuk lebai, gak usah mengharapkan sesuatu yang gak mungkin bisa terjadi," kata Alvin.

"Maksud kamu apa vin?"

"Ok, aku menerima pernikahan ini, tapi jangan pernah paksa aku untuk menerima apa lagi cinta sama dia, karena hal itu gak akan pernah terjadi ma, pa."

"Mama gak maksa kamu buat mencintai dia vin, tapi jangan salahkan mama jika suatu hari nanti kamu sendiri lah yang takut kehilangan nya," kata karin.

"Gak akan pernah," kata Alvin dengan yakin.

"Takdir itu gak ada yang tahu. Dan semakin berjalan nya waktu. Papa yakin kamu akan mencintai nya, memang sekarang kamu bilang gak akan pernah mau karena kalian belum saling mengenal," kata bisma.

"Kamu gak usah berharap sama dia yang gak pernah datang lagi, dia udah pergi ninggalin kamu apa semua iti gak cukup buat ngehilangin cinta kamu sama dia," kata karina.

"Gak akan pernah. Selama nya alvin mencintai dia, bukan naya wanita pilihan kalian," kata Alvin lalu berdiri dari duduk nya, keluar dari rumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status