Share

Tak asing

4 bulan berlalu.

Sejak itu, hubungan alvin dan kanaya semakin dekat layak nya pasangan suami istri pada umum nya.

Alvin yang dulunya cuek, tak menerima perjodohan itu kini ia mulai menunjukkan perhatiannya meskipun itu terbilang kecil, namun mampu membuat Naya merasa menjadi istri yang sesungguhnya meskipun tanpa ikatan cinta.

Kanaya tidak mengerti perasaannya, apakah ia mulai mencintai Alvin apa enggak, namun saat berdekatan atau hanya sekedar berbicara dengan Alvin membuat ia merasa senang, dan ketika ia pulang larut membuat ia tidak tidur menunggu nya pulang, tak jarang, ia tidur di sofa.

Ia pun tak tahu, apa yang membuat Alvin yang dulunya Tidak menyukai kehadirannya. kini, pria itu mulai menunjukkan perhatian nya, walau pun hanya sekedar menyapa ketika pulang kerja atau pun menemani nya menonton ketika ia sedang libur kerja. Dan janji nya untuk mengantar dan menjemput naya untuk mengajar benar benar di tepati oleh pria tampan itu.

Senang? Tentu saja kanaya merasa begitu senang, ternyata mengenal dan dekat dengan seorang lelaki tak seburuk yang ia kira. Kehadiran Alvin telah mengubah hidup nya.

Semakin mengenalnya, semakin ia tahu bahwa suaminya itu ternyata berhati baik, dan begitu penyayang.

Kanaya yang sedang tersenyum sembari melamun, di kejutkan dengan Alvin yang tiba tiba duduk di sampingnya. Jantung keduanya berdetak kencang layaknya remaja yang baru mengenal cinta.

"Mau kerumah ayah?" tanya Alvin. Ia tahu kanaya sangat ingin bertemu dengan Alden.

Kanaya yang masih berusaha menetralkan jantungnya, langsung menoleh ke Alvin dengan perasaan senang.

"Boleh?" tanyanya.

"Hmm, kita bermalam aja di sana, selama seminggu, atau lebih kalo kamu mau," ucap Alvin membuat kanaya begitu senang dan antusias.

"Tapi apa dibolehin sama mama dan papa?" tanya Naya, ia gak mungkin pergi jika mertuanya melarang. Meskipun ia sudah sangat merindukan ayahnya itu.

"Tenang aja, tadi aku udah izin sama mereka. Dan di bolehin."

"Makasih banyak ya vin, aku memang udah kangen banget sama ayah," ucap wanita 23 tahun itu refleks memeluk Alvin.

Deg.

Jantung keduanya semakin terpacu dan keringat dingin membasahi pelipis mereka.

Kanaya yang sadar ia telah melakukan hal yang salah, refleks melepas pelukannya. Dengan perasaan malu, ia menatap alvin yang hanya terdiam di tempatnya. Mungkin terkejut pergerakan tiba tiba Naya yang terlalu bahagia.

"Maaf," cicit naya pelan, dan tidak di dengar oleh Alvin.

"Gak papa."

Setelah itu Hening, mereka sibuk dengan pikiran masing masing.

"Mmm kapan kita kesana?" tanya naya memulai percakapan kembali.

"Sebentar sore."

Kanaya hanya ber oh ria.

Tak lama, Karin ikut duduk di sofa samping naya.

"Lagi ngobrolin apa nih?" tanya Karin yang sedikit kepo.

"Mama kata Alvin, kita boleh nginap di rumah ayah. Mama beneran bolehin," kata naya sekaligus ingin memastikan itu benar atau hanya perkataan alvin saja.

"Iya, mama yang meminta Alvin mengajak kamu nginap di rumah ayah kamu nay, kamu pasti udah kangen banget kan sama rumah. Sekalian juga kamu melepas rindu," ucap karin.

"Terimakasih banyak ma. Makasih udah menjadi mama mertua naya yang begitu baik dan pengertian."

"Kamu kan menantu mama, sekaligus anak dari sahabat mama. Kehadiran kamu di rumah ini, semakin membuat keluarga kami berwarna naya. Mama mohon seberat apa pun rintangan nya kelak, kalian harus bisa mempertahankan rumah tangga kalian, yakinlah dan percaya bahwa kalian memang sudah di takdir kan oleh yang maha kuasa."

Naya yang tak tahu membalas apa langsung memeluk karin. Alvin tersenyum kecil melihat interaksi mereka.

****

Sore harinya, Alvin dan naya sudah bersiap siap akan pergi ke rumah ayah Alden, yang jaraknya tidak terlalu jauh. Kanaya hanya membawa 1 koper karena barangnya masih banyak di rumah.

Karin mengantar mereka sampai ke mobil, ada perasaan sedih ketika mereka meninggalkan rumah meskipun itu hanya 1 minggu.

"Kami berangkat ma, jaga kesehatan," kata naya sambil mencium punggung tangan karin.

"Iya nak,  kalian hati hati. Nikmatilah waktu kalian disana, kami akan berkunjung ketika sempat," kata Karin.

Mereka berdua menganggukkan kepalanya, lalu Alvin juga mencium punggung tangan ibunya.

Mobil yang di supiri oleh Alvin sendiri kini melesat membelah jalanan kota. Di dalam mobil, senyumnya tak pernah luntur dan Alvin yang sempat melirik itu, hanya tersenyum tipis.

Alvin menyimpulkan satu hal, membuat kanaya bahagia itu adalah suatu hal yang mudah. Seperti membawanya bertemu ayah, mengajaknya jalan jalan, membelikannya ice cream, coklat, dan memberikan barang yang sederhana, karena jika itu mahal ia akan menolaknya.

Apakah alvin harus bersyukur memilki kanaya dalam hidupnya? Alvin sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Secara tidak langsung, ia mulai mencintai naya, perasaan itu datang secara tiba tiba dan membagi hatinya kepada dua orang wanita, kanaya dan cinta pertama Alvin.

Selama 4 bulan pernikahan mereka, naya tidak tahu jika Alvin masih mencintai seseorang yang mungkin saja dirinya mengenalnya.

1 jam kemudian

Mereka sampai di kediaman keluarga Pratama, Naya turun masih dengan senyumannya, dan Alvin memarkirkan mobilnya terlebih dahulu kemudian menyusul naya masuk ke dalam.

"AYAAAAAH!"teriak naya menggelar di seluruh penjuru rumah.

Membuat pria paruh baya yang sedang menikmati secangkir kopi kesukaannya itu, menoleh ke sumber suara.

Naya segera menghambur ke pelukan sang ayah dan di sambut hangat oleh Alden. Ayah satu anak itu, memeluk putrinya erat, seakan tak ingin melepaskan.

Alvin hanya tersenyum singkat, melihat Naya yang berubah manja kepada ayahnya, ia pun ikut bergabung dengan mereka.

"Ayah kangen, naya kangen banget sama ayah," katanya masih memeluk Alden.

Alden terkekeh dengan tingkah putrinya, yang sudah menikah tapi masih bersikap seperti itu. Padahal mereka baru bertemu 2 minggu yang lalu.

"Ayah gak rindu sama naya?" tanya naya melepas pelukannya.

"Gak," jawab Alvin membuat Naya mengerucutkan bibirnya.

"Ih masa sih ayah gak kangen sama putri ayah sendiri."

"Ayah cuma bercanda, jangan ngambek. Naya emang gak malu sama nak Alvin, masa udah gede masih ngambekan."

Mengingat suatu hal, naya segera berbalik badan dan melihat dirinya dengan tatapan yang "tuh anak kesambet apaan deh," begitulah kira kira isi pikiran Alvin saat ini.

"Lupa," gumam Naya sembari salah tingkah.

Karena gumaman Naya cukup keras, Alden tertawa. Bisa bisanya Naya melupakan status nya kini.

"Baiklah berhubung naya lupa jika ia punya suami. Kalo gitu nak alvin mari kita ke ruang makan, hanya berdua, naya gak usah ikut."

Naya yang tak terima langsung protes

"Lah kok gitu? Kan naya juga lapar masa di tinggal sih," kata Naya.

Namun tak di urusi oleh kedua pria itu, mereka berjalan ke ruang makan tanpa memedulikan ocehan naya.

****

Naya sedari tadi tiba, tak pernah meluncurkan senyum nya. Mungkin karena ia begitu merindukan ayah nya.

Saat ini, Kanaya sedang berada di kamar, kamar nya sedari kecil. tadi nya dia hanya ingin berganti pakaian namun saat ia akan pergi, putri menelpon nya. Jadi ia pun akhirnya mengobrol bersama putri sampai lupa waktu.

Asik mengobrol, tiba tiba Alvin berteriak di depan pintu kamar.

"NAYA DI PANGGIL AYAH!" teriak nya.

"Suara itu?" kaget putri langsung terdiam di tempat nya.

"Put, udah dulu ya. Gue udah di panggil. Bye," kata naya.

"O..okay," jawab putri sekenanya.

Setelah memutuskan sambungan telpon, naya segera meninggalkan kamar dan bergabung dengan Alvin dan Ayah Alden.

****

London

Setelah panggilan terputus, putri mematung di tempat nya.

"Suara itu? Begitu tak asing untukku." gumam nya memandang ke arah foto seorang laki laki tampan yang sedang tersenyum cerah.

Pandang nya kosong, dunia nya seakan berhenti hanya karena mendengar suara yang begitu mirip dengan nya.

"Apa itu dia?" tanya putri.

Tapi sedetik kemudian ia menggelengkan kepala nya. "Tapi gak, gak mungkin. Mungkin suara nya saja yang mirip atau Karena aku saja yang merindukan nya, sehingga mengira suara suaminya naya itu adalah dia. Ingat putri, lu udah nolak dia dan gak seharusnya lo seperti ini," kata putri berbicara sendiri.

"Tapi gue juga gak bisa menyembunyikan ini. Gue juga udah sayang sama dia."gumamnya dengan sedih, ada perasaan menyesal setelah apa yang ia lakukan dulu, menolak seseorang yang begitu berharga, seseorang yang gak akan mungkin bisa ia dapatkan lagi.

"Gue harap lo benci sama gue," kata putri lalu kemudian wanita 23 tahun itu, melangkahkan kakinya keluar kamar untuk menemui mami nya yang baru saja tiba."

Hi sayang, sini duduk," panggil mami Putri menepuk sebelah sisi sofa sampingnya, mempersilahkan anak tunggal nya itu duduk di sampingnya.

Putri hanya tersenyum lalu menurut untuk duduk di samping mami nya, tanpa berkata apa apa.

"Sayang tau gak, tadi teman kamu nyariin, katanya kamu gak ngangkat telpon dia, gak balas chat dia, dia khawatir banget sama kamu, kirain kamu lagi sakit."

Perkataan mami nya gak di tanggapi oleh putri, bahkan sepertinya ia tak mendengar ibunya berbicara. Terbukti, gadis itu tampak melamun sedih.

"Putri," panggil mami nya.

"Sayang, putri," dan lagi lagi, putri hanya terdiam.

Sebegitu besarnya kah efek dari suara dari seseorang yang bahkan ia tak tahu bagaimana rupanya itu. Pikiran putri bercabang memikirkan banyak hal, di satu sisi ia memikirkan jika suami dari naya itu adalah seseorang yang pernah ia abaikan mendengar dari suaranya yang tak asing itu. Namun, di satu sisi lagi, ia menyangkal hal itu, gak mungkin naya mengenal apa lagi menikah dengan cowok itu. Mungkin saja suaranya sama namun dengan orang yang berbeda.

"PUTRI," karena tak tahan, akhirnya mami nya putri berteriak tepat di depan telinga sang anak.

Membuat putri langsung kaget, dan menatap sang maminya "iya. ada apa mi."

"mami sedari tadi ngajakin ngobrol kamu gak nyaut nyaut, terus mami liat kamu lagi melamun gitu."

"Ada masalah?" tanya mami putri dengan lembut.

Putri menggelengkan kepalanya sebagai jawaban "gak mi, putri cuma mikirin tugas aja."

"Calon dokter itu gak boleh banyak pikiran, ngelamun, gak baik."

"Iya mi, maaf."

Perkataan putri mendapat anggukan dari sang mami.

"Mmm mami tadi ngomong apa, waktu putri gak dengar?"

Tanya putri karena penasaran juga, siapa tahu hal yang penting.

"Tadi, teman kamu datang ke rumah sakit, menjenguk sepupunya terus gak sengaja ketemu sama mami. Dia nanyain kamu, kenapa gak di balas dan di angkat telpon nya, dia ngira kamu sakit. Dia juga khawatir banget sama kamu, kalo bisa kamu jangan mengabaikan dia terus. Kasian anak orang."

Putri menghela nafas, jadi hal yang ingin di bicarakan mami nya itu, hanya tentang dia. Putri kira hal yang penting.

"Sorry mi, putri emang sengaja melakukan itu," balas putri.

"Kenapa? Kasian loh dianya di abaikan terus sama kamu," tanya mami putri tak habis pikir dengan teganya anak nya itu berbuat seperti itu pada teman nya sendiri.

"Aku gak suka sama dia,"Kata putri to the point.

Ia tahu, siapa yang di maksud mami nya itu, tanpa menyebut nama nya. Seseorang yang selalu mengganggu nya selama 5 tahun terakhir.

Sebenarnya putri tahu bahwa mami itu berniat menjodohkan dirinya dengan cowok yang menurut putri terlalu over protektif itu. Bukan nya apa, tapi putri gak mencintainya meskipun ia terbilang tampan, kaya dan memiliki segalanya namun putri tak tertarik di tambah lagi mereka berbeda agama, keyakinan, negara meskipun sekarang ia tinggal di london tapi negara aslinya tetaplah indonesia. Dan kalau ingin jujur, putri menginginkan calon suami nya itu berasal dari indonesia agar ia bisa tinggal tetap di indonesia bukan seperti sekarang, tinggal di negara orang.

"Dia anaknya baik loh, perhatian banget sama kamu. Masa kamu kayak gitu sama dia."

"Mami kok ngomong gitu, kan putri udah bilang kalo putri gak suka sama dia. Meskipun menurut mami dia itu baik, sempurna tapi putri gak pernah tertarik sama dia."

"Put jika kamu nolak dia, kamu bakal menyesal seumur hidup, dimana lagi kamu bisa mendapatkan cowok kayak dia, udah baik. Ganteng, kaya, pokok nya sempurna banget."

"Mi aku gak pernah liat seseorang dari sempurna nya, apa yang dimiliki nya karena setiap manusia itu gak ada yang sempurna. Dan putri gak bisa berpura pura baik apa lagi untuk menerima nya. Putri tau, mami ingin putri menikah dengan dia kan, itulah alasan mami ingin kita tinggal di london, meninggalkan indonesia dan mengatakan pada putri kalau ini hanya lah urusan pekerjaan. Maaf mi putri gak akan pernah menerima dia."

Setalah mengatakan itu, putri meninggalkan rumah dengan marah. Ia memasuki mobil dan melaju dengan kecepatan di atas rata rata.

Meskipun orang tua putri adalah seorang dokter, tapi mereka gak pernah memikirkan bagaimana rasanya menjadi putri. Menuntutnya mendapatkan peringkat 1 setiap tahunnya, menjadi yang terbaik di antara siswa siswa terbaik, menyuruh nya menjadi dokter seperti keinginan dari kedua orang tua putri dan juga di suruh menerima seseorang yang tak ia suka.

Meskipun selalu tampak ceria, bahagia, cerewet, banyak tingkah, pintar tapi dia tetaplah seorang anak yang menginginkan kebebasan, contohnya memilih pasangan hidup sendiri, menjalani hidup sesuai keinginan nya bukan keinginan yang sudah di tentukan oleh orang tuanya.

Hidup putri bagaikan boneka yang di atur oleh kedua orang tua nya. Ia bagaikan burung yang hidup di dalam sangkar emas, gak ada kebebasan. Meskipun begitu di sayang, di manja namun putri gak pernah di biarkan untuk memilih jalan hidup nya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status