Share

3. Jadi Pelampiasan

"Kamu nggak nyuruh aku duduk, Mas? Apa karena udah nikah terus sekarang kamu gini?"

Jihan bertanya dengan wajah yang masih tersenyum manis sehingga menambah kecantikannya, tapi tatapan mata lentiknya menyorot Nilam dengan tajam. 

"Oh? Ah! Silakan duduk, Han. Nilam, geser."

Keenan dengan kejam menyuruh istrinya Nilam untuk pindah tempat duduk, sehingga kursi yang menghadap Keenan, yang tadi ditempati Nilam, kini diduduki Jihan. 

"Mas Keenan nggak usah repot repot kayak gini, aku jadi malu. Gimana kalo istri baru mas Keenan nanti ngiranya mas Keenan masih suka aku?"

Jihan bertanya dengan tatapan menggoda ke arah Keenan, yang membuat pria itu menjadi tergagap-gagap, mengabaikan Nilam sama sekali. 

"Mas.... "

Nilam membuka suara, mencoba mengatakan bahwa dia tak nyaman di sini dengan kedatangan Jihan, tapi Keenan malah melotot ke arahnya. 

"Habiskan makanan kamu dan jangan banyak protes. Aku sedang sibuk bicara sama Jihan!"

Mendengar Nilam dimarahi suaminya, Jihan tersenyum lebar dengan tatapan sinis kepada Nilam. Membuat Nilam menbelalakkan matanya dengan kaget. 

Ekspresi sinis milik Jihan itu serta merta menghilang begitu dia menatap Keenan, wajah cantiknya berubah menjadi manis, manja dan menggemaskan. 

"Mas, aku kangen lho sama kamu. Kamu nggak pernah menghubungi aku lagi dan tahu-tahu malah udah nikah. Kenapa pas nikah nggak ngundang aku, Mas? Jahat sekarang ya kamu!"

Jihan protes dengan manja, yang anehnya Keenan tidak terganggu sama sekali dengan protes manja dari Jihan, malah nyaman dan menghibur wanita itu. 

Perilaku ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Keenan pada Nilam yang saat ini istri sahnya. Bahkan  sekarang, keduanya asyik bercengkrama sambil benar-benar mengabaikan Nilam. 

Nilam tidak tahu apa maksud Jihan tiba-tiba datang ke sini, mengganggu makan malam mereka dan bersikap seperti istri manja saat dulu dia yang kabur meninggalkan Keenan, tapi yang pasti, Jihan seperti berniat memanasi Nilam. 

Nilam yang diabaikan, merasa perutnya sangat sakit. 

"Mas, perutku sakit banget. Ayo pulang, yuk," ajak Nilam kepada sang suami yang terus terlibat percakapan seru dengan Jihan, benar-benar seperti lupa bahwa istrinya adalah Nilam, bukan Jihan. 

Keenan menoleh kepada Nilam dengan ekspresi terganggu. Kemarahan jelas tercetak di wajahnya yang tampan. 

"Aku sedang sibuk sama Jihan ini! Kamu tuh nggak bisa emang ya lihat orang seneng sedikit aja! Kalo perut kamu sakit, ya pulang sana!"

Keenan tidak ragu-ragu membentak Nilam di depan Jihan. Membuat Jihan tersenyum menang kepada Nilam yang sedang mengernyitkan dahi menahan sakit di perutnya. 

"T-tapi, Mas. Gimana aku bisa pulang? Aku nggak bawa uang."

Nilam mengatakan itu dengan wajah memelas, berharap sang suami merasa simpati sedikit saja dan setuju untuk pulang. Sayangnya apa yang diharapkan Nilam hanyalah harapan kosong karena Keenan malah melotot marah padanya. 

"Kamu ini kok ngerepotin aja kerjaannya, sih! Nih, uang! Pesan  taksi sana! Aku masih lama!"

Keenan menaruh satu lembar merah di meja dengan sedikit menggebrak meja, memandang Nilam dengan jijik. 

"Mas, jangan kasar gitu dong sama istri. Dia kan sekarang istri kamu, Mas."

Jihan mengatakan hal itu dengan tatapan sok simpati kepada Nilam, tapi Nilam yang sedang memegangi perutnya tidak merasakan simpati sama sekali. 

"Istri apa! Aku nggak sudi nganggap dia istri! Bisanya bikin malu saja!"

Keenan kembali menghina fisik tubuh Nilam yang dekil tanpa henti, membedakan Nilam dengan Jihan yang seperti langit dan bumi. 

Nilam hanya meringis dihina sedemikian rupa oleh Keenan, sedangkan Jihan tertawa dengan malu-malu karena Keenan terus memujinya. 

Nilam akhirnya memutuskan pergi dengan langkah pelan meninggalkan restoran. Di balik punggungnya, Keenan dan Jihan tetap bercengkrama mesra satu sama lain, tak memedulikan Nilam sama sekali. 

Nilam merasa hatinya nyeri, seperti apa sebenarnya pernikahan itu? Dia bertanya-tanya. 

"Kenapa mas Keenan sangat jahat padaku? Sejelek itukah aku?"

Nilam bergumam dengan memegang dadanya yang terasa sakit. Sampai rumah, dia langsung masuk kamar karena takut ditanya mertua kenapa pulang lebih dulu daripada Keenan. 

Nilam sendiri heran dengan Keenan, katanya ditinggal Jihan kabur, tapi kenapa saat bertemu wanita itu lagi, Keenan terlihat sangat senang? 

Saat mereka berhubungan badan kemarin pun, Keenan menyebutkan nama Jihan, bukan namanya. Sepertinya sang suami masih sangat mencintai mantan istrinya. 

Nilam hanya bisa menyimpan rasa sesak itu sendirian, mau bagaimana lagi. Dia tak bisa pergi ke mana pun, meski sifat suaminya seperti ini. 

Nilam berbaring di ranjang, mencoba tidur untuk melupakan semua yang terjadi tadi di restoran. 

Saat dia hampir tertidur, seseorang masuk, sepertinya Keenan sudah pulang. 

"Mas Keenan?"

Nilam spontan berbalik untuk menyapa suaminya, tapi saat tatapan mereka bertemu, Keenan langsung mengalihkan pandangan dan mematikan saklar lampu. 

"Mas, apa yang kamu.... "

"Diam, nggak usah ngomong! Sekarang lepasin semua baju kamu! Aku matikan lampu karena nggak mau lihat wajah kamu yang jelek dan kulit kamu yang kasar. Jadi nurut!"

Di tengah kamar yang gelap gulita, Nilam hanya bisa mengangguk. 

Nilam dengan patuh melepas semua pakaian yang melekat di tubuhnya, sementara itu Keenan yang sepertinya sudah melepaskan celana, naik ke atas ranjang. 

"Ouhh! Mas!"

Keenan yang seperti sudah tak sabar, membaringkan tubuh Nilam dengan kasar dan naik ke atasnya. 

"Kubilang jangan bersuara kalo kamu nggak mau ku tendang pergi dari rumah ini dan menjadi gelandangan! Aku melakukan ini karena melampiaskan hasratku yang nggak kesampaian kepada Jihan setelah ngobrol sama dia tadi, jadi kamu Jihan sekarang!"

Keenan memuntahkan kata-kata jahat itu dengan tanpa penyesalan, lalu mulai melakukan hubungan aktivitas yang hanya membuat pipi Nilam berlelehan air mata. 

Nilam hanya bisa mencengkeram sprei dengan mata menahan tangis, bagaimana bisa suaminya menyuruh dia berperan sebagai mantan istrinya di atas ranjang? 

Ini membuat hati Nilam sangat sakit. 

"Jihan, ah, Jihan.... "

Saat pusaka sang suami menembus pintu masuk Nilam, Keenan terus menyebutkan nama Jihan. 

Setiap satu hentakan tubuh bagian bawah, Keenan tak henti hentinya menyebut nama Jihan, seperti sedang membayangkan benar-benar ber cinta dengan wanita itu. 

Dia juga menutupi mulut Nilam dengan kain sehingga kain sehingga wanita itu tak bisa bersuara. 

Saat ini Keenan benar-benar menganggap Nilam adalah Jihan, apalagi kamar mereka gelap gulita sehingga Keenan tidak perlu melihat wajah sang istri yang menurutnya sangat jelek karena dia masih belum bisa melupakan Jihan. 

Nilam hanya bisa meneteskan air mata tanpa suara saat Keenan semakin liar dan kasar memperlakukan dirinya dan terus menerus menyebut nama Jihan. Menganggap dirinya sedang melakukan aktivitas itu bersama wanita bersama Jihan. 

"Ahhh, Jihan. Tubuhmu sangat luar biasa! Aku, aku mau keluar, Jihan! Ini sangat enak..."

Goyangan Keenan semakin kuat, membuat tubuh Nilam sedikit terpantul pantul, pusaka milik Keenan juga menusuk pintu masuknya dengan ganas sementara tangan Keenan meremas kedua gundukan Nilam dengan kasar, menandakan bahwa pria itu sepertinya hendak mencapai puncak kenikmatan. 

Tangan Nilam mencengkeram sprei dengan kuat menahan sakit saat gerakan Keenan semakin kasar dan kasar, dia tak bisa berteriak atau protes karena mulutnya yang tersumpal kain.

Beberapa saat kemudian, pusaka milik Keenan terasa berkedut di dalam lubang  Nilam yang basah, setelah mencapai puncak kenikmatan, tubuh tegap Keenan ambruk di sampingnya. 

"Pergi dari sini! Kamu cuma ganggu!"

Setelah memakai tubuhnya sedemikian rupa, Keenan dengan jahat menendang tubuh Nilam dari ranjang mereka. 

Nilam hanya bisa merangkak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan pipi berlelehan air mata. 

Haruskah dia mempertahankan pernikahan ini? Haruskah? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
penulis g punya otak dg cerita hina kayak gini. leluasa banget melecehkan wanita lewat nilam. karakter ciptaan mu yg tolol sangat luarbiasa njing!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status