Share

7. Alasan Dulu Jihan Pergi

Jihan mulai melancarkan aksinya.

Dia tak menyerah untuk membuat Keenan terus bertemu dengan dirinya dan mengabaikan Nilam, sang istri.

"Mas Keenan, temenin belanja."

Suatu siang, dia tiba-tiba menelepon dan mengajak Keenan berbelanja di hari minggu, hari di mana seharusnya dihabiskan Keenan dengan Nilam.

"Maas, aku takut tidur sendirian, temenin ngobrol sampai tertidur, ya."

Pada hari berikutnya, dia meminta tolong hal lain.

"Mas, Mas! Ada tikus di kamar! Aku takuuut."

Dia juga meminta tolong kepada Keenan untuk datang ke rumah karena hal hal yang sepele.

Keenan yang terbawa efek guna-guna Jihan, tidak pernah bisa menolak dan selalu datang kapan pun dipanggil Jihan.

Keenan mengira ke tidak sanggupannya menolak semua permintaan Jihan, karena wanita itu adalah teman masa kecilnya yang baru saja tertimpa musibah, dia sama sekali tak pernah menduga bahwa sang teman, memiliki niat tidak baik pada rumah tangganya.

Sementara itu, Jihan merasa sangat senang karena dia kini lebih sering menghabiskan waktu dengan Keenan daripada Nilam.

Apalagi Jihan sekarang bekerja di tempat yang sama dengan Keenan, membuat dirinya bisa tahu sebagian besar kegiatan Keenan.

"Aku nyesel banget ngelepas dia pas nikah dulu. Siapa yang tahu kalau dia jadi sesukses ini sekarang hanya dalam waktu dekat?"

Jihan bicara sendiri sambil menopang dagu.

Setahun yang lalu, Keenan hanya pegawai kantor biasa seperti dirinya, tapi sekarang karier Keenan semakin naik dan naik.

Bisa saja suatu hari Keenan akan ditunjuk sebagai salah satu direktur di perusahaan tempat mereka bekerja.

Jihan merasa ngeri membayangkan jika wanita kampung yang menjadi istri Keenan sekarang, akan menikmati semua kesuksesan itu.

"Nggak boleh. Kapan lagi aku bisa dapat cowok baik dan loyal kayak Keenan, aku llnggak bakal nyerah membikin Keenan sering bertemu denganku dan suka sama aku lagi," tekad Jihan.

Dulu dia kabur dari pernikahan dengan Keenan, karena takut seumur hidup akan menjalani kehidupan yang irit dan tidak bisa berfoya-foya karena gaji suaminya yang kecil, karena itu sebelum Keenan berhasil mengambil keperawanannya di malam pertama pernikahan mereka, Jihan memutuskan kabur.

Dia lalu bertemu dengan pria yang jauh lebih mapan daripada Keenan, seorang direktur di salah satu perusahaan asing.

Jihan merasa sangat senang karena telah menemukan pria yang bisa menanggung kehidupan hedonnya.

Mereka pun menjalin kasih.

"Kekayaan yang dimiliki Keenan bahkan nggak ada sepertiganya dari kekasih baruku, untung aku nggak jadi nikah dengan Keenan dan mertahanin keperawanan aku, jadi nilai jual ku pasti masih tinggi."

Dengan pikiran seperti itu, Jihan benar-benar membuang Keenan dari pikirannya.

Jihan bahkan tidak peduli apakah Keenan saat ini hancur atau trauma karena tindakan tak bertanggungjawab yang dia lakukan. Dia sibuk mengejar kebahagiaannya sendiri.

Kekasih baru Jihan yang seorang direktur, juga tampak sangat senang saat mendengar dari Jihan bahwa dia masih perawan ting ting.

Jihan diperlakukan lebih istimewa oleh sang kekasih semenjak dia mengakui dirinya sebagai perawan.

Awalnya Jihan merasa sangat bahagia karena seluruh keinginannya dikabulkan oleh sang direktur.

Meski wajahnya tidak begitu tampan, tapi kantong sang kekasih begitu tebal. Jihan merasa menemukan orang yang tepat yang menjadikan dirinya seorang ratu.

Jihan pun keluar dari pekerjaan lama dan ikut sang kekasih pindah ke ibu kota tempat, Will, nama kekasihnya, pindah.

Dia sudah membayangkan bahwa akan menjadi seorang nyonya besar begitu Jihan ikut pergi ke ibu ota bersama Will.

Namun, kenyataan yang begitu buruk datang padanya, dari pengakuan Will.

"Jihan, aku mau jujur sama kamu," ucap Will saat mereka makan malam di sebuah restoran mahal di ibu kota.

Ini hari ketiga setelah dia mulai tinggal di apartemen Will yang mewah, semenjak hari pertama, Jihan sampai melayang karena terus dihujani Will berbagai macam kemewahan yang tak pernah dia bayangkan.

Pada hari pertama pindah, Jihan memberikan keperawanannya kepada Will, karena yakin akan dinikahi pria itu.

"Iya, Will. Jujur aja, emangnya ada apa?" tanya Jihan sambil menyesap anggur di gelasnya.

Jihan tersenyum dengan sangat elegan di depan Will, merasa sangat yakin bahwa Will akan melamarnya malam ini karena mereka telah memadu kasih dengan begitu panas beberapa hari yang lalu.

Jihan telah memberikan keperawanannya yang berharga untuk Will, jadi Will pasti akan menikahi dirinya, kan?

Will menggenggam tangan Jihan, meremas nya sedikit sehingga membuat Jihan tersenyum malu-malu, jantungnya berdebar karena tak sabar menunggu Will mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi cincin yang akan digunakan pria itu untuk melamarnya.

"Jihan, jadi sebenarnya.... "

Will tidak melanjutkan ucapannya, terlihat begitu ragu-ragu.

"Iya, Will? Katakan aja, nggak usah sungkan," desak Jihan, tak sabar.

"Kamu tahu sendiri kan aku bakal pindah dari sini beberapa saat lagi karena akan dikirim ke pusat perusahaan aku yang ada di luar negeri, jadi, hmmm.... "

Jihan menunggu Will menyelesaikan ucapan dengan semangat. Menebak apa kira-kira yang akan dikatakan oleh Will sampai membuat dirinya tampak kesulitan bicara seperti itu.

Ayolah, apa susahnya mengatakan 'Will you marry me?' gumam Jihan dalam hati dengan tak sabar.

Dia sendiri tahu bahwa Will tidak lama lagi akan pindah ke luar negeri karena akan naik pangkat dan berada di kantor pusat, Jihan sendiri merasa tak keberatan ikut pindah dengan Will ke luar negeri. Bukankah keren jika dia menjadi seorang nyonya besar yang akan tinggal di luar negeri?

Membayangkan kehidupan mewah dan glamour yang akan dia dapatkan begitu dinikahi oleh Will, membuat Jihan tersenyum senyum sendiri.

Benar-benar keputusan yang tepat kabur dari pernikahan dengan Keenan yang mungkin seumur hidupnya hanya akan menjadi pegawai kantor dengan gaji tidak seberapa.

"Jihan, kamu tau aku selama ini benar-benar tulus suka kamu, kan?"

Will tiba-tiba menanyakan hal itu, yang dibawa Jihan dengan anggukan.

"Iya, Will. Aku tahu. Kamu pria paling tulus yang pernah aku temui," jawab Jihan yang membuat raut tegang di wajah Will perlahan rileks.

"Ya, kamu benar. Aku benar-benar tulus saat bilang suka sama kamu, Jihan. Aku juga sangat suka dengan wajahmu, ini benar-benar seleraku, yang nggak mudah aku temukan di mana pun, Sayang," ucap Will, membelai lembut punggung tangan Jihan.

"Kamu terlalu melebih-lebihkan, Will. Aku nggak secantik itu," jawab Jihan, menyisipkan sedikit rambutnya ke telinga dengan senyum malu-malu.

Sebenarnya Jihan sendiri sangat percaya diri dengan wajahnya, jadi dia tak menampik secara terang terangan bahwa ucapan Will salah.

Wajah Jihan adalah tipe wajah wanita yang terlihat lemah lembut sehingga membuat seseorang yang melihatnya, secara naluriah memiliki keinginan untuk memilikinya.

Dia juga menghabiskan banyak uang untuk merawat aset yang berharga miliknya ini, sehingga saat kenal dengan Will, Jihan merasa jika perjuangannya merawat tubuh terbayar lunas.

"Aku nggak melebih lebihkan, Han. Aku benar-benar suka wajahmu, aku nggak ingin pisah sama kamu apalagi setelah hari di mana aku mengambil keperawananmu, kenangan itu terus tersimpan di kepalaku meski kita sudah melakukannya beberapa hari yang lalu. Aku benar-benar tidak ingin pisah sama kamu, Jihan."

Jihan tersenyum mendengar ucapan Will, diam-diam melirik ke saku Will, menunggu cincin lamaran keluar dari sana.

"Aku juga nggak ingin pisah sama kamu, Will. Jadi, apa yang tadi mau kamu bicarakan tentang akan jujur itu?" tanya Jihan dengan lembut, menyembunyikan keserakahan di matanya karena membayangkan akan memiliki semua harta Will.

Ditanya seperti itu, Will mengusap keningnya dengan sapu tangan yang dia bawa, menatap Jihan dengan pandangan goyah.

"Jadi, Jihan. Sebenarnya... ehm, aku... aku bukan perjaka."

Ucapan Will membuat mata Jihan langsung terbelalak lebar.

Namun, kejutan yang sebenarnya belum datang. Will tidak berhenti di pengakuan tidak perjaka, kata-kata yang seperti bom Hiroshima di telinga Jihan, meluncur dari mulut Will.

"Aku... aku sebenarnya sudah memiliki istri dan 4 orang anak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status