Share

Pertemuan

Keesokan pagi, dapur Umi diramaikan oleh santri yang tengah membantu mempersiapkan sajian untuk menyambut calon menantu Abah.

Nur juga ada di sana sedang menyiangi sayuran. Ammar yakin kalau gadis itu tengah menyimpan luka akibat dirinya sudah dijodohkan.

Ammar duduk di sofa depan televisi, ia menyetel berita terkini. Namun, mata Ammar sebentar-sebentar berlari ke dapur yang kebetulan terlihat dari ruang keluarga.

Semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang membersihkan karpet dari debu, menyapu halaman, dan sebagian santri perempuan membuat masakan.

"Gus, kok belum mandi? Ini sudah jam sepuluh, lho. Kata Umi, sebentar lagi Mbak Dia datang," seru Fatma adik nomor dua.

"Hm." Ammar hanya bergumam, tak juga menoleh ke arah Fatma.

Fatma berlalu, sepertinya gadis bertubuh kecil itu turut sibuk menerima perintah dari Umi.

"Adam, pasang karpetnya, ya. Dia sudah hampir sampai." Suara Umi mengganggu indra pendengaran Ammar. Entah kenapa Ammar kesal sendiri.

"Siap, Mi." Adam menjawab dengan gerakan hormat.

Umi masuk rumah, tetapi tak serta merta meminta Ammar untuk bersiap. Umi memberi kesan cuek pada putra sulungnya.

Ammar pun pura-pura fokus pada acara berita di televisi. Padahal ujung matanya melirik sampai ia kepayahan untuk melihat lagi.

"Adam, bantuin para santriwati siapin minum. Dia sudah sampai perempatan."

"Baik, Umi." Adam pun melewati ruangan tersebut untuk sampai ke dapur. Ia pun bersikap sama dengan Umi, seolah tak mengetahui keberadaan Ammar di sana.

Ammar memasang telinga tajam, ia benar-benar ingin mendengar percakapan orang-orang di depan.

"Kak, Mbak Dia ternyata cantik bgt, lho. Coba, Kakak ke depan. Salaman dulu." Adu Fatma pada Najma.

Najma pun tak kalah antusias, ia segera berlari menuju ruang tamu.

Kebetulan yang tak di sengaja, Ayudia duduk tepat di balik dinding Ammar menyandarkan punggung.

"Mbak Dia, kenalin, aku Najma. Adik Mas Ammar yang pertama."

"Ayudia," jawab Ayudia singkat padat. Setelahnya ia duduk dengan tenang.

Samar-samar Ammar mendengar suara Ayudia yang selembut sutra.

"Najma, coba ajak Mbak Dia keliling pondok."

"Baik, Mi." Najma menjawab singkat.

Dua gadis berparas mendekati kata sempurna itu, menghambur keluar rumah. Berjalan melewati gang sempit samping rumah. Bertepatan di dekat jendela kaca yang menembus hingga ke ruang keluarga. Ayudia dan Najma bertemu Adam.

"Mau kemana, Dik?" Adam bertanya pada Najma, Adam belum mengetahui siapa gerangan gadis yang bersama dengan Najma. Ia pun melempar sebuah pertanyaan tanpa melihat ke arah dua perempuan itu.

"Ngajak Mbak Dia keliling pondok, Mas." Najma menjawab dengan datar. Ia pun tak berkeinginan memperkenalkan Ayudia pada Adam. Karena itu memang tidak perlu.

Dengan reflek terkejut, Adam mengangkat kepala. Menatap gadis cantik dengan hidung bak prosotan itu dengan seksama.

"Ini, Ayudia? Kenalin, aku Adam." Pria tersebut sekonyong-konyong mengulurkan tangan kanan.

Ayudia secara ramah menyambut perkenalan dari Adam. Menampakkan senyum manis yang ia rasa masih dalam taraf wajar.

Namun, dari dalam, ternyata Ammar menonton adegan yang bukan sebuah film itu.

"Ayudia." Setelah mengenalkan nama dengan bersalaman, Ayudia menarik tangannya.

Dari dalam, Ammar ngedumel tanpa bisa dicegah.

"Dasar, cewek genit. Kaya gitu mau dijodohkan sama aku. Tetap Nur tiada dua kalemnya," gerutu Ammar.

Walau egonya menang, tapi nuraninya menuntut untuk lebih jauh melihat ke luar. Ya, karena Ayudia membelakangi jendela yang menyembunyikan tubuh gagah Ammar. Sehingga Ammar tak mampu melihat keanggunan dan kemanisan yang melekat di wajah Ayudia.

"Ya sudah, Mas. Najma kesana dulu ya." Pamit adik dari Ammar.

Ammar sampai berdiri dan membuka lebar-lebar gorden jendela tersebut, dengan ia tetap bersikap waspada.

Kemudian Ammar berlari menuju kamar Fatma, tujuannya tetap jendela yang di kamar itu. Sepertinya hari itu bukan keberuntungan Ammar, ia tak berhasil mendapati wajah imut-imut nan menggemaskan dari Ayudia.

"Gus, ngapain masuk kamarku!" teriak Fatma sedikit kencang. Fatma merupakan adik kedua Ammar, anak ketiga dari Abah Ahmad dan Umi Aida. Usianya 19 tahun, sudah mengerti urusan cinta.

Ammar serta merta berlari membekap mulut besar sang adik. Fatma pun meronta, ia berhasil melepaskan diri. Seketika Fatma melompat ke jendela, memastikan ada apakah Ammar sampai berdiri penuh misteri di balik gorden.

"Oohh, ternyata, Gus ngintip, ya?" Fatma menggoda, suaranya yang melengking cukup mengusik ego Ammar. 

Ketika Ammar hendak kembali membungkam mulut Fatma, gadis tersebut justru telah mengambil ancang-ancang lebih dahulu untuk kabur dari terkaman sang Kakak.

Sebelum menutup pintu kamar, Fatma sekali lagi menggoda Ammar.

"Bilang aja, pengen liat wajah Mbak Dia." Fatma menjulurkan lidah, lalu ia menutup pintu dan pergi.

"Dasar, bocah." Ammar mengepalkan tangannya. Ia pergi menuju kamar yang di khususkan untuk menaruh baju belum di setrika, ia mengambil sehelai kaos dan celana dasar hitam.

Dari sana ia berjalan ke kamar mandi yang ada di dekat dapur, ia mengguyur tubuhnya di sana. Kamarnya yang terletak diantara ruang tamu, tak memungkinkan untuk Ammar mengambil baju licin dari sana.

Ammar sukses mengurung egonya, setelah berpakaian rapi dan bersih, Ammar menghambur dengan para tamu yang berada di ruang depan.

"Eh, Ammar. Sini, Nak." Kyai Lutfi memanggil.

Ammar membungkuk dan duduk di sana, setelah menyalami tamu yang tak banyak itu.

Ammar tahu, di sana tak ada orang tua dari Ayudia. Hanya kakek, nenek dan paman Ayudia. Tak ada anak kecil. Pikiran Ammar melanglang buana. Tentang siapa Ayudia, statusnya apa dan banyak lagi.

"Nak Ammar, Atuk ingin berterima kasih pada, Nak Ammar. Terima kasih karena sudah menerima, Dia sebagai calon istri. Atuk mohon, Nak Ammar jaga Dia. Dia itu cucu Atuk satu-satunya sekaligus kesayangan Uti. Dia sudah ndak punya orang tua sejak kecil."

Satu fakta Ammar dapatkan tanpa perlu menyinggung sebuah pertanyaan ke arah sana. Ingin sekali Ammar mengatakan sejujurnya, tetapi yang keluar justru anggukan setuju.

"Iya, Atuk. Insyaallah, Ammar jaga dengan baik, Ayudia."

Ammar merutuki sendiri mulutnya yang lancar mengucapkan kalimat tersebut. Bisa-bisanya ia mengatakan hal yang bertolak belakang dengan hatinya.

Semua yang ada di ruangan tersebut tersenyum penuh kelegaan. Termasuk Abah Ahmad yang kemudian merangkul pundak putranya itu.

Umi pun turut mengusap punggung Ammar. Ammar berpamitan untuk ke belakang. Kala di dapur, Ammar menemukan Adam yang sedang menyeduh kopi hitam sembari senyum-senyum sendiri di depan jendela dapur.

Jendela dapur tanpa terhalang kaca, Adam bebas menerbangkan pupilnya sejauh yang mampu dicapai.

Ammar penasaran, ia pun berdiri di belakang Adam. Matanya bergerak mengikuti pupil Adam.

"Zina mata, Dam." Sengaja Ammar menyapukan telapak tangannya ke wajah Adam.

"Astaghfirullah, setan!" Adam terkaget, kopinya sampai tumpah mengenai telunjuk.

"Panas, Am," keluh Adam.

"Jaga mata, Dam. Dosa, bukan mahrom," tegas Ammar.

"Aku cuma memandang jodohku, Am. Lihat, Ayudia cantik banget." Seketika Adam mendapat pukulan keras di bahunya.

"Katanya kamu ndak mau, Am. Biar Ayudia sama aku aja," lanjut Adam tak kapok.

Dengan wajah masam, Ammar meninggalkan sahabatnya itu tanpa jawaban.

Sebenarnya, ia pun masih ingin berada di dapur untuk menuntaskan rasa penasaran terhadap wajah Ayudia.

Entah kenapa, Ammar kesal setiap kali Adam mengatakan dirinya akan menggantikan posisinya sebagai calon suami. Padahal, Ammar meyakini jika hatinya hanya untuk Nur seorang.

Ayudia menolehkan kepala ke sana-kemari, bukan melihat gedung-gedung pondok terkenal itu. Melainkan, mencari calon imamnya. Ayudia penasaran, ingin melihat sosok Muammar dari jarak dekat. Sejak tadi, gadis itu tersenyum sendiri. Mengkhayalkan pertemuannya dengan Ammar. Pasti Ammar lebih tampan dari grup penyanyi pria dari Korea itu. Batin Ayudia sudah menggila, hatinya berbunga-bunga.

Akan tetapi, sampai waktunya berpamitan pulang, ia tak juga menemukan sosok yang mirip Liminho itu.

Akhirnya Ayudia membungkus rasa penasarannya, untuk kembali dibawa pulang.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya.

* *

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Khaira
Jadi buat apa datang kalo ga di pertemukan? Masa calon pengantin cuma tau wajah calon pasangannya dr foto aja. Agak krg masuk akal deh
goodnovel comment avatar
Anggra
laahh kirain mirip Eun wo kan imut² gimana gituu si Ammar anehhh..GK suka tapi keppo...
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
ammar, kepo kn sm wajh calon....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status