Share

Bab 6

Kendaraan roda empat yang aku tumpangi membelah jalan raya dengan kecepatan sedang, hingga puluhan menit kemudian mobil milik Maya berhenti di depan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Maya menekan klakson mobil beberapa kali hingga tak berselang lama pintu gerbang itu terbuka.

Sepersekian detik kemudian terlihatlah sosok lelaki berkumis tebal berperawakan tinggi besar dan berpakaian khas orang satpam menyembul dari balik pintu gerbang. Maya menurunkan kaca mobil hingga akhirnya satpam itu bisa melihat wajah Maya. Maya meminta orang itu untuk membuka pintu gerbang. Mungkin karena satpam tersebut sudah mengenal Maya sehingga ia itu membuka pintu gerbang setelah menganggukkan kepalanya ke arah Maya. 

Beberapa detik mobil melaju masuk ke dalam halaman rumah hingga pada akhirnya kendaraan roda empat kami berhenti tepat di depan rumah yang terlihat begitu megah. Rumah yang bergaya modern, berlantai tiga dan berwarna putih. Ada banyak bunga-bunga yang berjajar dengan rapi dan terlihat begitu terawat di depan rumah tersebut, tentu saja menambah kecantikan dan keindahan rumah ini. 

"Kamu sudah yakin kan?" tanya Maya kembali memastikan.

"Yakin, May, memang apa yang membuatku ragu? Daripada harta ini jatuh ke tangan Mas Yoga dan dinikmati oleh mereka berdua. Aku Benar-benar merasa tidak rela," ucapku meyakinkan Maya. 

Maya pun menganggukkan kepalanya beberapa kali. Aku melepaskan sabuk pengaman. Bergegas aku membuka tas yang kubawa guna memastikan jika surat-surat yang berupa sertifikat rumah sertifikat, sertifikat bangunan restoran dan juga BPKB mobil yang biasa digunakan oleh Mas Yoga sudah aku bawa. 

"Ayo kita turun," ajak Maya setelah ia pun melepaskan sabuk pengaman. 

Aku pun dengan cepat meraih gagang pintu mobil, menekannya, lalu mendorong pintu tersebut sehingga terbuka lalu aku keluar bersamaan dengan Maya. 

Aku dan Maya pun berjalan, menapaki teras rumah yang berlantai marmer. 

Maya menekan bel yang ada di samping pintu, hingga beberapa menit kami menunggu, pintu itu terbuka. 

"Ada yang bisa dibantu?" tanya seorang wanita paruh baya yang mengenakan daster bermotif bunga, berwarna coklat dan rambut yang digelung. Bisa kutebak, dia adalah seorang asisten rumah tangga di rumah ini. 

"Saya mau bertemu dengan Pak Chandra. Kebetulan tadi sudah janjian," ucap Maya. 

"Mbak Maya ya? Silahkan masuk, Mbak. Saya panggilkan Tuan dulu," ucap perempuan paruh baya itu sembari membuka pintu rumah semakin lebar. 

Sejenak aku dan Maya saling berpandangan, lalu melangkah masuk ke dalam rumah megah itu. Saat baru beberapa langkah, kedua netraku langsung disuguhi oleh nuansa ruang tamu yang terlihat begitu mewah. Guci bertengger cantik di sudut ruangan. Beberapa foto berukuran besar menggantung di dinding ruang tamu. 

Aku dan Maya saling berbincang sembari menunggu Pak Chandra keluar menemui kami. Sepanjang perbincangan kami, yang aku tangkap adalah jika Pak Chandra adalah sosok pria beristri empat dengan limpahan harta yang tak akan habis dimakan tujuh turunan. 

Beberapa menit kami menunggu, muncullah sosok pria berkumis tebal dengan bibir hitam, dengan tinggi tubuh kutafsir sekitar seratus enam puluh centi meter dengan tubuh bisa dibilang gemuk. Perut itu membuncit. Sudah seperti seorang perempuan hamil tujuh bulan. 

Benar-benar tak sesuai ekspektasi yang aku bayangkan. Kupikir pria yang ingin kutemui adalah sosok lelaki gagah, tampan dan juga maco sebab memiliki empat istri. Ternyata perkiraanku bereset. 

"Maaf sudah menunggu lama," ucap lelaki itu sembari menyalami kami satu per satu. 

"Tidak apa-apa, Pak," jawab Maya sembari mengulas senyum. 

"Oh, iya, Maya. Ada apa? Katanya ada urusan penting hingga membuat wanita secantik dan sesibuk dirimu mau menyempatkan waktu berkunjung di rumahku."

Serasa ingin tertawa rasanya saat mendengarkan celotehan lelaki berkumis tebal itu. Akan tetapi aku menahan kuat-kuat agar kedua sudut bibir ini tidak tertarik ke atas, takut jika ekspresiku akan menyinggung dirinya. 

Terlihat Maya tersenyum canggung lalu melirik ke arahku. 

"Begini, Pak ...." 

"Jangan panggil gitu, dong. Kesannya kok tua banget. Panggil saja Mas atau Om juga boleh." Pak Chandra memotong ucapan Maya. 

Tanganku terangkat, mengusap pucuk hidungku untuk menutupi bibir yang bergetar karena sudah tak bisa menahan tawa. 

Lihatlah, mentang-mentang lelaki berduit, ia seenak jidatnya merayu perempuan. Padahal dia sudah memiliki empat istri. 

Ah ... tapi wajar saja sih jika Pak Candra memiliki banyak istri, hartanya saja melimpah. Setidaknya ada sesuatu yang bisa dibanggakan dari lelaki berkumis dan berperut buncit itu. 

"Baik, Pak. Eh, Om, maksudnya ...."

"Nah, gitu kan enak didengar. Lanjutkan, apa yang ingin kamu sampaikan."

"Begini, Om. Teman saya ingin menggadaikan rumah, restoran beserta bpkb mobil." 

Cepat kedua netra Pak Candra beralih ke arahku. Aku menganggukkan kepala. Tanpa menyela. 

"Ada surat-suratnya?"

"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Junaidi
goblok SDH di upload terkunci.nyesel donloadnya,
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Duh w kirain mau balik nama ternyata digadain
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status