Aku mengalihkan pandangan ke arah Pak Chandra yang sedang menatapku lalu aku berkata, "Saya setuju, Pak.""Silahkan ditandatangani."Aku mengangguk yakin. Bergegas aku membubuhkan tandatangan lalu kuselipkan nama di bawah tandatangan yang sudah tertempel oleh materai. Aku menerima jangka waktu selama enam bulan sebab aku yakin, di bulan itu aku sudah resmi bercerai dengan Mas Yoga. Seyakin itu kah diriku?Tentu!Tak lama lagi aku akan melayangkan gugatan ceraiku ke pengadilan. Proses perceraian pun pasti tak akan berlangsung lama. Sebab, tak akan ada penyelesaian soal harta gono-gini maupun hak asuh anak di persidangan nanti. Toh Mas Yoga pun juga sudah berniat menceriakan aku. Tentu ia senang hati kalau aku telah menggugat cerai dirinya, apalagi tanpa membawa secuil harta miliknya. Aku benar-benar bernapas lega.Kuletakkan lembaran kertas yang sudah kububuhi tandatanganku. Pak Chandra menyerahkan dua amplop tersebut. Dengan senang hati tentunya aku menerima amplop itu. "Hitunglah
Setelah membayar tagihan makanan, kami pun bergegas keluar, hingga saat kami hampir sampai di ambang pintu, gendang telingaku menangkap suara yang sangat aku kenali mengucapkan kalimat yang seketika menciptakan gemuruh di dalam dada. Seketika aku menghentikan langkahku saat mendengar suara dari seseorang yang begitu aku kenali. Maya yang menyadari langkahku yang terhenti, seketika ikut menghentikan langkahnya lalu menolehkan kepalanya ke arahku. "Rena sudah lima tahun nikah dengan Yoga, tepi belum juga mendapatkan keturunan. Ibu yakin, setelah menikah dengan kamu. Kamu akan cepat memberikan cucu pada Ibu. Dia itu perempuan mandul. Bukan perempuan sempurna."Deg. Seketika jantungku terasa berdegup dengan kencang saat mendengar penuturan yang keluar dari mulut ibu mertua. Entah sejak kapan ibu mertua datang ke kota ini. Di sana, di meja makan itu ada ibu mertua yang duduk memunggungi keberadaanku, sedangkan perempuan itu menghadap ke arahku. Mungkin ia belum mengenali aku yang merup
Akhirnya aku pun mengenakan sabuk pengaman, pun juga yang dilakukan oleh Maya. Hingga beberapa menit kemudian, mobil mulai keluar dari halaman cafe dan melesat membelah jalan raya. "Kamu tahu kalau mertua kamu ada di sini?" tanya Maya yang saat aku menolehkan kepala ke arahnya, pandangannya lurus ke depan menatap jalan raya. "Aku nggak tahu. Entah sejak kapan Ibu ada di sini. Bisa jadi hari ini dia baru datang.""Kok bisa sama selingkuhan suami kamu ya? Apa mereka sudah saling mengenal dan Ibu mertua kamu pun tahu soal hubungan gelap mereka? Dan ya, apalagi mertua kamu bilang soal cucu. Bukankah itu artinya ....""Ya, itulah yang juga aku pikirkan saat ini. Mungkin Ibu mertua sudah mengetahui dan mendukung perselingkuhan yang dilakukan oleh putranya, bahkan sampai mendukung ke jenjang pernikahan," jawabku dengan cepat saat kurasa Maya sengaja menggantung ucapannya. Mungkin ia tak enak jika ingin melanjutkan apa yang ingin ia katakan itu. "Kebangetan itu kalau sampai-sampai emaknya
Saat baru saja pintu itu terbuka terlihatlah tiga seseorang yang saat ini berdiri di hadapanku. Seseorang yang seakan-akan mampu membuat dekap jantung ini seketika seperti berhenti berdetak. Bagaimana tidak, aku melihat Mas Yoga, ibu mertua dan juga selingkuhan suamiku datang ke rumah ini. Aku tidak terkejut jika Mas Yoga membawa ibunya akan tetapi berani sekali dia membawa gundiknya itu untuk datang ke sini. "Assalamualaikum, Ren."Aku tersentak dari lamunanku saat Mas Yoga mengucapkan salam. Aku mengerjapkan kedua mataku. "Waalaikumsalam, Mas," ucapku. Bergegas aku meraih punggung tangan Mas Yoga lalu mencium punggung tangan lelaki itu, setelahnya aku pun mencium punggung tangan ibu mertua. "Ibu datang ke sini, Ren. Baru saja tiba," ucap Mas Yoga yang tentu saja adalah sebuah kebohongan, Padahal jelas-jelas tadi siang aku melihat ibu bersama gundiknya itu. Akan tetapi Mas juga mengatakan jika Ibu baru saja tiba."Dia siapa Mas?" tanyaku pura-pura tidak tahu."Oh dia, namanya muti
"Mas, makanannya habis?" "Iya Ibu dan mutiara lahap sekali makan masakan kamu, katanya enak," ucap Mas Yoga tanpa sedikitpun merasa bersalah. Bahkan lelaki itu masih dengan lahapnya memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. "Ya Mbak, masakan kamu enak sekali. Bolehlah nanti selama saya tinggal di sini, Mbak mengajari saya masak. Biar suami saya nanti betah makan di rumah dan tidak jajan di luar," ucap Mutia menimpali sembari melempar senyum. Senyum yang menurutku terlihat begitu memuakkan.Aku hanya melirik sinis ke arah perempuan itu pandanganku kembali tertuju pada Mas Yoga yang masih dengan lahapnya menyantap makanan itu. "Tapi aku sama sekali belum makan loh, Mas. Kok kalian enak sekali langsung menghabiskan makanan ini?" Mendengar suaraku yang mulai meninggi kepala Mas Yoga langsung terangkat pandangan itu langsung menatapku. "Kamu belum makan? Maaf ya, Mas, kira kamu sudah makan. Makanya Mas langsung ajak Mutia dan ibu untuk makan duluan. Mas bener-bener nggak tau," ucap
[Kamu siapa?][Kenapa anda pakai foto profil dengan foto wajah saya?][Woy, katakan siapa kamu! Apa maksudmu membuat akun dengan fotoku seperti itu? Apa tujuan kamu?!][Woy, katakan siapa kamu!]Begitulah rentetan pesan yang kubaca. Ada pesan yang lainnya sebenarnya, tapi isinya sama. Tentang Mas Yoga yang penasaran siapa aku. Aku hanya terkikik, bahkan ada riwayat panggilan masuk pada akun fake milikku itu. Saat aku ingin membalas pesan tersebut, tiba-tiba terdengar seperti suara seseorang yang tengah membuka pintu kamar. Cepat kukeluarkan akun tersebut lalu masuk dengan akun milikku sendiri saat melihat Mas Yoga sedang berjalan ke arahku. "Ren ...."Aku tak menghiraukan panggilan Mas Yoga, aku sibuk menjelajahi sosial media berwarna biru itu. Mas Yoga mendaratkan tubuhnya di bibir ranjang sembari menatapku saat aku meliriknya sekilas lalu membuang pandang kembali ke arah layar ponsel. "Ren, jangan bersikap seperti itu di depan ibuku. Kamu tahu sendiri kan ibu seperti apa orangnya
"Wah, gurame bakar dan sate ayam kesukaan ibu itu. Nah gitu dong, jadi menantu itu yang pengertian. Ada mertua datang disambut dengan baik. Disiapin makanan yang enak-enak, jangan hanya sayur sama sambel aja."Seketika gerakan tanganku saat ingin memasukkan suapan yang ke sekian terhenti saat mendengar suara itu. Terlihat Ibu langsung menghenyakkan tubuhnya di kursi yang ada di sampingku."Mana buat ibu, Ren?" tanya ibu mertua saat aku melanjutkan makan malamku tanpa memperdulikan kehadirannya. Sungguh, sebenarnya aku bukanlah sosok menantu yang begitu buruk. Hanya saja, rasa hormatku pada Ibu juga hilang saat tahu kalau ibu mendukung perselingkuhan putranya. "Rena cuma pesan satu, Bu," jawabku dengan enteng. Kuambil satu tusuk sate, lalu langsung melahapnya. Mendengar penuturanku, secepat kilat Ibu langsung berdiri dari tempat duduknya. Menatapku dengan sorot mata penuh api. "Cuma pesan satu?! Ibu, Mutia dan juga suamimu nggak kamu belikan?"Aku menggelengkan kepala. Memasang rau
Aku mengerjapkan kedua netraku saat sayup-sayup aku mendengar suara adzan yang berkumandang. Sejenak aku merenggangkan otot-otot di tubuhku. Saat aku membalikkan tubuh, ternyata Mas Yoga sudah tertidur di sampingku. Entah jam berapa semalam ia pulang, terlalu nyenyak aku tertidur hingga tak menyadari kepulangannya. Aku pun beranjak dari pembaringan, bergegas berjalan menuju ke arah kamar mandi setelah menyambar handuk yang menggantung di tempatnya. Setelah mandi pun bergegas kuselesaikan ritual mandiku. Aku melipat mukena berikut dengan sajadahnya lalu kuletakkan di tempat semula. Sekilas aku melirik ke arah jarum jam, ternyata sudah menunjukkan pukul hampir lima pagi. Kubangunkan Mas Yoga dan memintanya untuk segera menunaikan sholat dua rakaatnya. Aku berjalan keluar kamar, langkahku langsung tertuju ke arah dapur. Hal yang pertama aku lakukan setiap hari adalah memasak untuk menu sarapan pagi. "Nanti pokoknya bilang saja kalau semua ini hasil masakan kamu. Biar si mand*l itu n