Setelah mematikan mesin, Galih langsung turun dari mobil dengan tergesa memghampiri rumah bercat hijau muda., kemudian menyibak kerumunan sambil mengucapkan maaf dan menghampiri ibunya.
"Ibu!" Suara panggilan seseorang membuat semua yang berada dekat Atik menengok. Mengetahui bahwa keluarga korban telah hadir, mereka bergeser memberi tempat untuk sang anak mendekati ibunya.Meskipun Galih selalu mendapat perlakuan buruk, tetap saja ia memiliki kekhawatiran ketika orang yamg membesarkannya mengalami musibah. Satu tangannya terulur memegang tangan yang sedikit berkeriput, sambil memanggil dan menanyakan keadaan. Namun, Atik hanya terdiam. Tatapannya kosong seperti memendam beban.Berkali-kali mengusap lengan juga bahu sang ibu, tetap saja perempuan paruh baya itu tak merespon. Akhirnya, dengan sentuhan agak keras, Atik baru menengok."Galih!" Atik lengsung menghambur memeluk anaknya. "Ibu takut!" pecah tangis Atik yang sejak tadi merasa ketakutan."Mbak Ratih, maaf, ya. Aku jarang datang, sekalinya ke sini malah bawa keluh kesah." Marwa terlihat tak enak hati pada guru mengajinya. Sejak menikah, ia hanya berkunjung satu kali ketika perempuan yang selalu memberikan ilmu agama padanya itu pindah ke Bogor. Setelah itu, karena kesibukan suaminya, ia agak sulit untuk berpergian. Ingin keluar sendiri, tetapi Galih tidak pernah mengizinkan. Sebagai istri, Marwa hanya berusaha patuh. Namun, tidak dipungkiri jika ia jadi menjauh dengan guru mengaji juga temannya yang lain.Merupakan suatu kebahagiaan bisa bertemu kembali dengan perempuan berusia empat puluh lima tahun itu. Usia yang sama dengan almarhumah ibunya. Namun, Ratih terlihat lebih muda dan energik, terlebih anak kedua dari empat bersaudara itu selalu aktif dalam organisasi dan kegiatan masyarakat. Pembawaannya yang selalu berpikir positif dan ramah terhadap orang lain membuat Ratih banyak dikenal dan disukai sekitarnya."Ya ampun, ente kaya sama siapa
Melihat orang yang sudah ramai, Dito semakin resah. Rencananya untuk melarikan gagal di saat bertemu adik iparnya. Namun, bukan Pandu yang menjadi penyebabnya, melainkan dua orang satpam yang menyapa sehingga, membuat Lila bangun dan keluar rumah.Kala itu perempuan yang masih menggunakan piyama mendelik tajam melihat kunci mobil di tangan Dito dengan kondisi pintu pagar terbuka. Terlihat wajah yang memerah, tetapi masih ditahan karena melihat dua orang yang sedang berkeliling untuk ronda ditambah Pandu yang mematung dengan tatapan dingin."Eh, ini yang ngaku adikmu, Mas." Setelah penjaga keamanan komplek pergi, Lila menunjuk Pandu dengan curiga. Dito pernah mengatakan jika adiknya masih di kampung, sehingga ia merasa orang yang mengunjunginya adalah penipu, tetapi melihat kehadiran Pandu di depan rumahnya membuat Lila curiga."Ini Pandu, adik iparku." Sejenak Lika terperanjat, kemudian ia langsung menguasai diri. Wajah ayunya menyunggingkan senyum sinis.
Melihat video dari nomor tak dikenal, wajah Galih tampak pias. Suatu kebenaran telah dungkap oleh tiga orang yamg terlibat dalam kasus perselingkuhan sang istri. Tulang rahangnya mengeras dengan wajah memerah. Teringat dengan ibu juga kakaknya yang tega menuduh Marwa. Padahal ternyata itu adalah rencana jahat mereka. Marwa tidak bersalah.Napasnya memburu dengan dada yang mulai turun naik. Ingatannya melayang ketika perempuan yang dinikahinya diusir paksa bahkan dipisahkan dari Arum. Setelahnya, berbagai caci maki kerap dilontarkan Atik dan Gita terhadap Marwa. Galih mengeram, teriakan menggema di ruang tamu rumah ibunya. "Mas, Mas Galih!" Fitri yang baru keluar dari kamar bersamaan Pandu yang baru datang dari luar segera menghampuri Galih yang berteriak. "Mas, tenang, Mas!" Kedua adik kakak itu berusaha menenangkan kakak kedua mereka. Mereka juga sudah tahu apa yang telah terjadi. Video yang dikirimkam nomor tak dikemal juga membuat Pandu dan Fitri terkejut dan
Sebuah bangunan di pinggir jalan raya terlihat sangat ramai. Dari kaca jendela yang besar, terlihat banyak pengunjung yang datang untuk mencoba restoran baru yang terkenal enak di Jakarta Selatan. Kini, tempat makan tersebut membuka cabang baru di Jakarta Timur. Tentunya masyarakat yang sudah mengetahui restoran khas Betawi lewat video viral di media sosial itu tak akan melewatkan kesempatan untuk mencicipinya. Dengan setengah harga mereka dapat menikmati makanan yang sudah sering didatangi para food blogger. Hampir semuanya menyatakan jika makanan di restoran tersebut patut diacungkan jempol. Walaupun di tempat berbeda, tetapi masih dengan pemilik yang sama, tentunya rasa masakannya pun akan sama. Tampak wajah-wajah ceria yang terlihat menikmati setiap suapan yang singgah dalam mulutnya. "Mantab ini, sih, masakannya. Rempahnya melimpah," puji seorang lelaki yang tampak merem-melek menikmati setiap gigitan pecak ikan yang termasuk makanan best seller.
"Mas, tolong pegangin Arum sebentar, ya. Aku mau mandi," ucap Marwa sambil menyerahkan bayi berusia dua tahun kepada suaminya. Marwa hendak menitipkan anaknya karena dirinya ingin melakukan hal lain. "Apaan, sih! Suami baru pulang kerja, kok disuruh jaga anak!" ketus Galih tak memedulikan tubuh anak yang diserahkan. "Arum demam, Mas, jadi rewel. Ga mau ditinggal sendirian. Tadi pun aku masak sama bersihkan rumah sambil gendong. Cuma kalau mandi, kan, ga mungkin dibawa," jelas perempuan berusia dua puluh empat tahun itu. "Alasan aja, Kamu! Kan, bisa waktu Arum tidur terus kamu mandi," kesal Galih sambil melihat penampilan istrinya yang terlihat kucel. Selalu saja seperti itu ketika ia pulang kerja, menggunakan daster lusuh yang menurutnya tak enak dipandang mata, terlebih dalam keadaan belum mandi, membuat lengkap sudah pencemaran matanya. "Lagian kerjaanmu apa, sih, sampe mandi aja ga sempat," sungutnya lagi. "Arum maunya digendong, Mas. Kalau ditaruh di ranjang, dia bakalan keban
Marwa mengerjapkan mata ketika merasakan pergerakan di samping tubuhnya."Ya Allah, Arum!" Matanya membelalak ketika melihat kedua kaki dan tangan anaknya menghentak-hentak dengan mata yang mendelik. Ia segera bangkit duduk dan meraih tubuh anaknya. Galih yang mendengar jeritan istrinya juga terbangun dan beringsut menghampiri sang anak."Jangan digendong, Marwa, biarkan saja di atas tempat tidur. Miringkan tubuhnya!" perintah Galih ketika istrinya akan mengangkat tubuh Arum."Tapi, Mas ...." "Lakukan saja!"Meskipun tak tega, perempuan yang wajahnya dipenuhi kepanikan menuruti perkataan sang suami. Air matanya mengalir menatap putrinya yang kejang, sedangkan ia bingung harus berbuat apa. Ini pengalaman pertamanya. Namun, ketika manik hitamnya menatap mulut sang anak ia teringat tetangganya yang pernah mengalami hal serupa. Mulutnya dikasih sendok agar tidak menggigit lidahnya."Mau kemana?" tanya Galih meli
Seulas senyum terukir di wajah Marwa melihat anaknya yang tertidur lelap. Panas tubuh Arum telah turun, pun terlihat lebih segar, tidak pucat seperti pagi tadi.Mata bulatnya mengarah ke sebuah jam yang diletakkan di atas nakas. Pukul dua belas. Wajahnya menegang, sudah waktunya makan siang. Sang suami akan marah jika makanan belum tersaji, apalagi ada mertuanya, bisa dobel ia diomeli. Gegas Marwa meletakkan anaknya di kasur dan memberi penjagaan dengan beberapa bantal di pinggir ranjang, melangkah keluar kamar dan berjalan perlahan menuju ruang tamu, hendak bertanya mau dibelikan lauk apa untuk makan siang. Saat ini, ia belum sempat memasak.Langkahnya terhenti tatkala sayup terdengar pembicaraan sang mertua dengan suaminya. Ia mundur kembali dan bersembunyi di balik tembok pemisah antara kamar dan ruang tamu."Penyakitan?" lirih Marwa.Ada perasaan tidak suka ketika mendengar ibu mertuanya mengatakan tak ingin cucu-cucunya
Marwa turun dari ranjang. Mengendap-endap perlahan. Sekali lagi ia menengok ke arah sang suami memastikan jika sudah terlelap. Setelahnya, ia duduk di lantai dan mengambil ponsel yang sudah diamankan sebelumnya di kantong daster. Dalam kegelapan, Marwa membuka benda persegi panjang itu dan mulai menuliskan tentang cara memulai usaha online, lalu membaca dengan seksama setiap informasi yang ditemukan."Kalau sebagai firsthand sepertinya ga mungkin, karena membutuhkan modal lebih besar," gumamnya. "Udah gitu, harus nyetok barang di rumah pastinya," lanjutnya sambil menggeleng.Sekali lagi ia menelaah dan mencermati keterangan mengenai beberapa cara memulai usaha online. "Hem, reseller atau dropship, ya?" Wajahnya yang terpancar cahaya ponsel terlihat bingung. "Ah, sepertinya dropship saja yang tak harus menyetok barang." Dengan yakin ia memantapkan pilihan. Bukan tanpa sebab. Setelah mempelajari semuanya Marwa memili