Kedatangan Agni dan Sherly disambut kesiap tertahan dari salah satu meja di depan pelaminan, khususnya dari Andin Pramono adik ipar Agni.
Dalam keluarga besar Pramono, hanya Andin dan Shaka Pramono sang ayah mertua yang menerima kehadiran Agni. Namun kini, ia merasa tidak ada yang menerima kehadirannya dan Aska. Ia tidak menyangka, jika dua orang yang sangat ia percaya ikut andil menipunya selama ini.
Agni yang merupakan seorang yatim piatu dan berasal dari kelurga sederhana, memang tidak diterima baik oleh keluarga Andi. Hinaan dan tatapan merendahkan dari keluarga Pramono, sudah menjadi makanan sehari -hari bagi Agni.
Kini, tatapan itu juga yang diterima oleh Agni sejak dia menginjakan kakinya di Ballroom hotel itu. Tatapan terkejut Agni dapatkan dari beberapa rekan kerja Andi, yang memang mengenalnya sebagai istri Andi.
Tatapan penuh kekagumanpun Agni dapatkan dari para kaum Adam. Agni yang hari itu mengenakan long dress mermaid berwarna hitam dengan leher berbentuk Sabrina, memang sangat menarik perhatian. Di tambah lagi dengan rambut ikalnya yang disanggul rapih, dan menunjukkan leher jenjangnya, semakin menambah pesona ibu satu anak itu.
Agni hanya tersenyum sopan untuk menanggapi tatapan berbeda makna dari orang-orang itu, sembari melangkah ke arah pelaminan.
Agni mengabikan wajah kaku Andi, tatapan sinis ibu mertuanya serta tatapan rasa bersalah dari ayah mertuanya.
Namun, ada satu hal yang sedikit mengganggu Agni, dia seperti melihat tatapan kepuasan dan sedikit ejekan dari mata Laras. Akan tetapi, tatapan itu segera berubah menjadi kesedihan yang menurut Agni sedikit dibuat-buat. Tapi, Agni tidak peduli dengan Laras. Fokusnya sekarang hanya tertuju pada Andi.
Setelah sampai di depan Andi, Agni mengulurkan tangannya. “Selamat ya Mas,” ucap Agni sembari tersenyum.
“Sa-sayang i-ini,” ucap Andi terbata-bata.
Dia juga bingung dengan semua ini, bukannya Laras sudah berjanji untuk tidak mengundang Agni dan Sherly, lalu kenapa istrinya bisa ada di sini? Andi menatap Laras dengan tajam. Namun, Laras pura-pura tidak sadar dengan tatapan tajam dari suaminya itu.
Sebelum Andi dapat melanjutkan kata-kataya, Laras lebih dulu menyela. “Agni maafin gue ya, gue udah mau jujur sama lo, tapi nggak tega," ucap Laras dengan nada sedih.
"Gu-Gue sama mas Andi udah saling cinta sejak dulu. Kita nahan diri selama ini buat jaga perasaan lo doang. Kalau lo mau marah, marah aja sama gue, pukul gue aja Ni, jangan mas Andi," ucap Laras dengan mata berkaca-kaca. Namun, terdengar tidak tulus di telinga Agni.
Mengabaikan drama Laras, Agni kembali menatap Andi dengan lekat. “Kamu tau mas, dari semua orang yang ada di dunia ini, kamu adalah orang yang paling aku percaya. Tidak pernah ada dalam bayanganku, bahwa kamu akan mengkhianati aku, mas,” ucap Agni dengan senyum tipis, dan mata berkaca kaca. Dia sudah berusaha tegar, akan tetapi ini terlalu menyakitkan baginya.
"Tidak perlu drama. Kamu tahu latar belakang keluarga kami 'kan, Agni. Tidak mungkin lah, kami bisa bertahan dengan menantu miskin seperti kamu," suara sumbang Rani Pramono, ibu mertua Agni terdengar. Tidak lupa tatapan sinis dari wanita paruh baya itu.
Namun, seperti Laras tadi, Agni juga tidak peduli dengan Rani. Fokusnya hanya pada Andi saja.
Agni menenangkan dirinya dengan menarik nafas panjang. Kemudian, kembali menatap Andi. "Aku pulang mas, sekali lagi selamat. Dan, aku menunggu surat cerai dari kamu," ucap Agni lagi, sambil turun dari pelaminan.
Saat kata cerai keluar dari bibir Agni, Andi seperti dihantam palu Godam. Dadanya terasa sesak. Dia tidak ingin bercerai dengan Agni, Andi masih sangat mencintai wanita itu.
Hubungannya dengan Laras terjadi karena dia khilaf, bukan karena cinta seperti hubungannya dengan Agni. Pernikahan ini pun, hanya bertujuan untuk memberikan status pada putrinya Laura dan anak dalam kandungan Laras saja. Bukan karena dia mencintai Laras, atau ingin Laras resmi jadi istrinya. Karena bagi Andi, sampai kapanpun istrinya hanya satu, Agni. Bukan Laras atau siapapun.
...
Melihat Andi yang mulai goyah seakan ingin mengejar Agni, ekspresi Laras berubah menjadi benci.
Namun, dengan cepat Laras merubah ekspresinya menjadi sangat menyedihkan, kemudian memegang tangan Andi dengan erat sambil menyalahkan dirinya. “ini salah aku mas, coba kalau aku nggak hamil waktu itu, pasti semuanya nggak bakal kayak gini," ucap Laras dengan penuh kesedihan.
"Agni pasti kecewa banget sama kita, Mas. A-aku nggak tau harus ngelakuin apa biar dia nggak minta cerai dari kamu. Ka-kalau dengan aku berlutut dan minta maaf sama Agni bisa ngurangin kemarahannya, akan aku lakukan mas,” lanjut Laras, dengan air mata berlinang.
Mendengar menantu kesayagannya ingin berlutut di depan Agni, Rani Pramono langsung menunjukkan raut tidak suka. “Jangan bicara sembarangan! Dia tidak layak mendapatkan semua itu! Andi, tenangkan istrimu."
Andi yang memang sangat patuh pada ibunya, langsung menarik Laras kedalam pelukannya, kemudian mengusap punggung Laras untuk menenangkan wanita itu. Namun, pikiran Andi terus mengikuti Agni.
‘maafkan aku sayang’ batin Andi.
....
Andi yang terlalu fokus dengan kepergian Agni, tidak menyadari seringai kepuasan di wajah Laras.
Laras memang sudah lama memendam rasa pada Andi. Bahkan jauh sebelum Andi mengenal Agni.
Dulu, Laras yang sedang dalam perjalanan menuju rumahnya, hampir dilecehkan oleh beberapa preman, dan Andi lah yang menolongnya waktu itu.
Sejak saat itu, Laras selalu memperhatikan Andi, bahkan mengikuti Andi kemanapun seperti penguntit. Lama kelamaan perasaan kagumnya pada Andi berkembang menjadi cinta, cinta itu berubah menjadi obsesi, saat Andi tidak pernah memandang kearahnya.
Saat tahu kalau superhero nya menyukai salah satu siswi miskin di sekolahnya, Laras yang notabene anak orang berada, rela merendahkan diri untuk berteman dengan Agni. Hal itu Laras lakukan semata-mata agar lebih dekat dengan Andi. Sekalipun Andi hanya memandangnya sebagai ‘sahabat Agni’.
Selama Andi dan Agni berpacaran hingga menikah, Laras tetap mengawasi mereka. Dia selalu mencari celah agar bisa masuk kedalam hubungan mereka.
Dan mendapat berkah dari langit, perusahaan Andi tiba-tiba mengajukan kerjasama dengan perusahaan milik keluarganya.
Laras tidak peduli dengan penilaian orang lain, dia tidak peduli apakah cara yang ia gunakan salah atau benar. Bagi Laras, hasil adalah yang utama.
Dalam setiap kesempatan, Laras selalu berusaha menggoda Andi. Andi yang awalnya tahan godaan, lama kelamaan pertahanannya runtuh juga. Sebagai pria normal, Andi tidak mungkin menolak wanita yang menawarkan kenikmatan tanpa ikatan padanya. apalagi Laras tidak pernah meminta imbalan apapun.
Sejak mereka melakukannya pertama kali di kantor Andi, mereka terus mengulanginya disetiap kesempatan. Andi dan Laras seolah ketagihan dengan rasa satu sama lain.
Andi yang terlalu tenggelam dalam kenikmatan yang ditawarkan Laras, tidak menyadari badai yang tengah menantinya di depan.
Hingga, hubungan mereka yang awalnya hanya sebatas friends with benefits, berubah saat Andi melihat dua garis merah pada alat tes kehamilan milik Laras. Saat itulah Andi sadar kalau dia telah dijebak oleh Laras. Namun, nasi telah menjadi bubur.
Andi yang tidak terima karena merasa ditipu, sempat menjauhi Laras dan tidak mengakui janin yang Laras kandung. Akan tetapi, semuanya berubah saat Ibunya ikut campur.
Laras yang tahu hubungan buruk antara Agni dan ibunya Andi, memutuskan untuk mendekati Rani Pramono. Dan seperti yang dia kira, dengan latar belakang keluarganya, Rani Pramono menerima Laras dengan tangan terbuka. Rani jugalah yang memaksa Andi menikahi Laras waktu itu. Tanpa sepengetahuan dan persetujuan Agni tentunya.
Laras menikmati semua yang terjadi. Selama bertahun-tahun dia dan Andi menutupi semuanya dari Agni. Bahkan Laras selalu menceritakan tentang Andi kepada Agni, dan Agni yang bodoh akan memberikan nasihat padanya agar tidak menyerah dan selalu berjuang.
Tanpa Agni tahu, kalau orang yang mereka bicarakan adalah suaminya sendiri.
Sekarang, dengan Laura dan janin yang tengah dia kandung Laras yakin, Andi tidak akan meninggalkannya.
'Ini hanya masalah waktu, untuk menyingkirkan Agni dan putranya,' batin Laras.
....
Andi dan Laras masih saling berpelukan hingga suara tepukan tangan, berhasil mengalihkan perhatian mereka.
"Luar biasa... Bener-bener luar biasa." Itu, suara Sherly.
Saat Agni pergi, Sherly tidak ikut. Karena dia merasa, kalau tidak membuat kekacauan, sepertinya kurang pas. Karena itu dia tetap tinggal. Ya, kalau bisa kasih beberapa 'jab' untuk Andi dan Laras kan, lumayan.
"S-sherly...." Andi dan Laras sama-sama terkejut.
"S-sherly...." Andi dan Laras sama-sama terkejut melihat kehadiran Sherly. Mereka terlalu fokus pada Agni, sampai lupa dengan sahabat Agni yang merupakan juara Taekwondo tingkat nasional itu. "Iya, ini gue. Kenapa, kaget? Nggak pernah liat cewek cantik dan bahenol kayak gue?" Tanya Sherly jenaka. "Bu-bukan gitu, Sher. Ta-tapi...." Ucapan Laras terhenti, saat melihat telapak tangan Sherly terangkat di depannya. "Stop! Gak usah drama. Ck, emang bener kata orang, ya. Jodoh itu cerminan diri. Emang pas banget sih kalian, si brengsek emang cocoknya sama si murahan." Sherly mengarahkan telunjuknya kearah Andi dan Laras, sambil menggeleng pelan. "Untung aja sahabat gue cepat sadar. Kalo nggak 'kan, kasihan. Dia yang cantik dan suci malah di selingkuhin sama cowok mokondo kayak lo." Sherly menatap Andi dengan penuh penghinaan. "Dan buat Lo, penyesalan terbesar dalam hidup gue adalah kenal sama perempuan murahan kayak lo
Berbanding terbalik dengan kesuraman yang terjadi di rumah sakit, Suasana di ballroom hotel bintang lima ibu kota itu masih sangat meriah. Setelah tadi pihak keluarga dikejutkan dengan kedatangan Agni, kini keadaannya telah kembali normal. Andi dan Laras sudah di rawat oleh tim medis yang di panggil Rani. Batang hidung Andi, sepertinya sedikit retak. Setelah acara berakhir, mereka berencana pergi ke Rumah sakit untuk Rontgen. Sementara Laras, wanita itu sudah memperbaiki make up nya, MUA yang mereka sewa sedikit repot karena harus menutup lebam di pipi Laras dan hidung Andi. Untungnya semua bisa teratasi, jadi pestanya kembali di lanjutkan. Meskipun ada beberapa orang yang masih diam-diam membahas masalah ini, termasuk pihak keluarga besar Laras. Khususnya Kedua orang tua Laras. Dua orang paruh baya itu sangat marah atas kejadian ini. Pasalnya selama ini mereka tidak tahu bahwa putri yang mereka bangga banggakan ternyata tidak lebih dari seorang perebut
Dua tahun kemudian. Hari masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih malu-malu untuk menunjukkan wujudnya. Kesunyian masih membayangi rumah minimalis bercat putih, bergaya American klasik dengan hamparan taman yang indah itu. Para penghuni rumah masih nyaman berteman dengan bantal dan selimut. Namun, tidak demikian dengan seorang Wanita cantik bertubuh mungil, yang tengah berkutat dengan bahan makanan di dapur mini miliknya. Agni yang tengah menikmati aktifitasnya di depan penggorengan, dikejutkan dengan suara kursi bar yang ditarik. “Pagi, Tha.” Sapaan dari Sherly sabatnya, membuat Agni mengalihkan pandangan. “Pagi Sher, tumben jam segini udah bangun,” Ucap Agni sembari melihat jam dinding yang tergantung di dinding dapur. Agni merasa sedikit heran, pasalnya sahabatnya itu sangat jarang bangun sepagi ini. Apalagi saat ini, waktu bahkan belum menunjukkan pukul 6 pagi. Merupakan sebuah keajaiban jika saha
Agni tercekat mendengar ucapan Sherly. Informasi penting yang ingin disampaikan oleh sahabatnya itu ternyata tentang kemalangan yang menimpa mantan suaminya. Sherly yang melihat perubahan pada wajah Agni segera berucap, "Maaf ya, Tha. Gue bener bener nggak ada maksud buka luka lama Lo, gue cuman mau berbagi aja kok, serius," Ucap Sherly sembari mengangkat dua jarinya membentuk huruf 'V'. Agni hanya membalasnya dengan senyum. Ada rasa iba yang menyusup ke dalam hati Agni, tetapi segera ia tepis. Mereka telah memiliki jalannya sendiri. Andi dan Laras yang memilih jalan ini, Agni tidak harus peduli tentang hal apapun tentang mereka. “Ekhm.. Aku nggak apa-apa kok Sher, cuman kaget aja tadi. Aku turut prihatin sama keadaan mereka. Cuma, mau gimana lagi, kami sudah punya jalan masing-masing." Agni mencoba menenangkan Sherly. "Mmm, ya udah, aku bangunin Aska dulu ya, Sher.” lanjut Agni. Kemudian berlalu dari sana. Saat sampai di depan
“Maaf..” Agni kembali mengucapkan kata itu sembari sedikit membungkuk. Karena tidak mendapatkan respon dari Pria itu, Agni langsung memutar troli miliknya, bermaksud untuk melanjutkan kegiatan belanja. Namun, troli itu di pegang dengan erat oleh sebuah tangan kekar. Agni mengehentikan langkahnya, lalu melihat kearah tangan itu. Sebuah jam bermerek dengan harga fantastis melingkar di pergelangan tangan Pria itu. Mata Agni melihat ke lengan kekar itu, terlihat jas yang di jahit khusus tengah membungkus tubuh atletis milik Pria itu. Saat Agni semakin mengangkat wajahnya, matanya bertemu pandang dengan tatapan dingin yang sangat familiar baginya. "Lili putih," gumam pria itu. Terdengar sedikit tidak jelas, karena itu Agni mengangkat sebelah alisnya. "Maaf?" Tapi tidak ada jawaban, pria itu masih berdiri seperti arca hidup didepan Agni. “Maafkan Aku, Tuan. Aku tidak sengaja tadi," ucap Agni lagi. Namun, seperti tadi,
Agni yang tengah berkutat dengan adonan tepung, dikejutkan dengan keributan yang berasal dari arah kafe. Sepertinya seseorang tengah marah, entah karena apa. Tanpa membuang waktu lagi, Agni bergegas ke depan. Bahkan tanpa melepas apron yang menggantung di tubuhnya. Dari jauh, samar Agni mendengar suara keras seorang wanita yang menyebut-nyebut pelayanan dan cheesecake. Tidak ingin terus menebak, Agni mempercepat langkahnya. Saat memasuki area kafe, ia melihat seorang wanita berbadan tambun tengah marah sembari memukul counter kasir. Anisa yang berada dibalik counter kasir terlihat sangat ketakutan. “Ada apa ini?” Tanya Agni. Suara Agni membuat perhatian semua orang yang tengah menonton kejadian itu, tertuju padanya. Seolah mendapat ‘mangsa’, wanita berbadan tambun itu bergegas kearah Agni sembari mengarahkan telunjuknya. Membuat Alen yang kebetulan berada di samping Agni menjadi siaga. “Akhirnya keluar juga kamu. Kamu kan, pemilik tempat ini?” mendapa
Agni masih terpaku di tempatnya, ia membutuhkan banyak waktu untuk dapat memahami semua yang baru saja terjadi. ‘Siapa orang-orang ini, dari mana mereka berasal?’ Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yang sejak tadi muncul di kepalanya. Agni yang terlalu larut dalam lamunannya tentang identitas Pria-pria asing itu, tidak menyadari kedatangan Sherly. Hingga tepukan di bahunya membuat ia terkejut, “kenapa bengong, Tha? Lagi mikirin apa?” Tanya Sherly. Agni hanya menggelengkan kepalanya. “Nggak lagi mikirin apa-apa kok, Sher.” Sherly yang mendengar perkataan Agni, hanya menganggukkan kepalanya. “Ya udah, kalo gitu.” “Eh iya, Tha. Tadi pas gue sampai depan Kafe, Gue denger ada keributan ya, keributan apa?” Tanya Sherly mengalihkan pembicaraan. Agni mengangguk, “iya, tadi ada orang iseng yang bilang kalo Cake yang dia beli disini itu busuk,” ucap Agni. “Terus? Udah di laporin ke polisi?” Tanya Sherly lagi, dan d jawab dengan gelengan kepala o
Setelah mendengar apa yang dikatakan bawahannya, sudut bibir Samudera terangkat membentuk seringai tipis, “Menarik.” Hal yang membuat Jonatan—Asisten pribadi Samudera bergidik. Sebagai orang yang telah mengikuti Samudera sejak usia muda, bahkan mereka tumbuh bersama sejak kecil, Jo bisa menebak maksud dari seringai tuannya itu. Jonatan dan Samudera telah bersahabat sejak kecil, Selama beberapa generasi keluarga Jo mengabdi pada keluarga Aditama. Sampai saat inipun, Ayahnya masih menjadi penasihat hukum keluarga Aditama. Bisa dibilang Jo dan sang Ayah adalah tangan kanan dan kiri Samudera. “Jo....” Jonatan yang telah mengerti maksud Tuannya, segera meminta para Pria berbadan kekar itu untuk meninggalkan ruangan. Setelah memastikan ruangan telah kosong, Jo segera menyampaikan laporannya, “Saya telah menyelidikinya, Tuan. Wanita itu bukan berasal dari sini. Bisa dipastikan bahwa ia sengaja datang ke kota ini hanya untuk me