Agni yang tengah berkutat dengan adonan tepung, dikejutkan dengan keributan yang berasal dari arah kafe. Sepertinya seseorang tengah marah, entah karena apa. Tanpa membuang waktu lagi, Agni bergegas ke depan. Bahkan tanpa melepas apron yang menggantung di tubuhnya.
Dari jauh, samar Agni mendengar suara keras seorang wanita yang menyebut-nyebut pelayanan dan cheesecake. Tidak ingin terus menebak, Agni mempercepat langkahnya. Saat memasuki area kafe, ia melihat seorang wanita berbadan tambun tengah marah sembari memukul counter kasir. Anisa yang berada dibalik counter kasir terlihat sangat ketakutan.
“Ada apa ini?” Tanya Agni. Suara Agni membuat perhatian semua orang yang tengah menonton kejadian itu, tertuju padanya.
Seolah mendapat ‘mangsa’, wanita berbadan tambun itu bergegas kearah Agni sembari mengarahkan telunjuknya. Membuat Alen yang kebetulan berada di samping Agni menjadi siaga.
“Akhirnya keluar juga kamu. Kamu kan, pemilik tempat ini?” mendapat pertanyaan tiba-tiba Agni hanya mengangguk sebagai jawaban. “Bagus! Saya sudah menunggu kamu sejak tadi.”
“Ada perlu apa anda mencari saya?” Tanya Agni tetap tenang.
“Masi bertanya... Lihat ini... Ini cheesecake yang saya beli di sini. Kamu lihat, Kue kamu itu sudah busuk. Kalian sudah menjual barang yang tidak layak dikonsumsi, saya bisa laporkan kalian pada pihak berwajib,” Ucap wanita itu.
Mendengar penuturan wanita tambun itu, orang-orang yang ikut menonton serentak mengangguk.
Agni tetap tenang, dengan tangan yang terlipat di dada, ia memandang wanita itu. Semua cake disini Agni berperan penting membuatnya, ia tau bagaimana bentuk dan rasa kue-kue yang dia buat.
Agni pun tau kalau wanita ini tengah berbohong. Ia hanya mencoba mengulur waktu. Ingin melihat siapa orang di balik wanita ini.
Dengan senyum tipis Agni bertanya, “Anda membelinya di sini? Kapan? Jam berapa?” Tanya Agni.
“Kalau bukan di sini, ya di mana lagi. Saya membelinya hari ini jam sebelas siang tadi,” jawab wanita itu berang.
Senyum Agni semakin melebar.
“Baik. Alen tolong cek CCTV kafe hari ini jam sebelas siang. Rara tolong hubungi polisi,” Ucap Agni. Di balas anggukan oleh Alen dan Rara.
Mendengar kata CCTV dan polisi, wajah wanita itu menjadi pucat pasih. Ia memang hanya berpura – pura.
Siang tadi, Saat ia tengah berbelanja di mini market seberang jalan, ia di datangi oleh seorang wanita dan di berikan sejumlah uang. Wanita itu memintanya untuk membuat keributan di tempat ini.
Bahkan, cake busuk itu juga di berikaan oleh wanita misterius itu. Dia tidak dapat melihat wajah wanita itu, karena wanita itu menggunakan topi hitam, kaca mata dan masker. Namun dari suara dan pembawaannya, wanita itu berusia sekitar pertengahan dua puluhan. Masih tergolong muda dan kulitnya terlihat sangat terawat.
Dia tidak pernah menyangka bahwa tindakannya ini akan menjadi Boomerang baginya.
Sekarang keadaannya sudah berkembang seperti ini. ia tidak dapat melarikan diri lagi.
Melihat Alen yang berjalan kearah ruang CCTV dan Rara yang bersiap menghubungi polisi, wanita yang sedang kalut itu dengan marah menyerang Agni. Ia meyakini jika semua ini terjadi karena campur tangan Agni. Jika Agni tidak ikut campur bahkan membawa-bawa pihak berwajib, pasti dia tidak akan berada dalam posisi terjepit seperti ini.
Agni terkejut melihat wanita itu yang sudah bersiap menerjangnya. Ia ingin menghindar namun tubuhnya tidak dapat digerakkan, seolah mati rasa. Sehingga Agni hanya bisa pasrah di tempatnya, sembari memejamkan kedua matanya. Bersiap menerima serangan dari wanita itu.
Namun, hingga beberapa menit Agni tidak merasakan apapun. Merasa ada yang tidak beres Agni segera membuka kedua matanya. Dan ia di kejutkan dengan keadaan wanita itu, yang di mana kedua tangannya tengah di tahan oleh dua orang berbadan besar dan berwajah sangar.
Di lihat dari tampilan mereka, sepertinya orang-orang ini adalah pengawal pribadi dari orang ternama. Terlihat dari seragam hitam yang mereka kenakan dan ada bordiran huruf ‘A’ capital, di dada bagian kanan pakaian mereka.
Saat Agni tengah memperhatikan pria pria berbadan kekar itu, salah seorang dari antara mereka yang terlihat seperti pemimpin berjalan kehadapan Agni. Kemudian membungkuk hormat, sembari meminta maaf atas kelalaian mereka.
Agni mengerutkan kening. Tidak paham dengan apa yang terjadi. Siapa mereka, kenapa meminta maaf kepadanya karena lalai?
Namun sebelum ia dapat bertanya lebih lanjut, mereka telah pergi sembari menyeret wanita tambun itu. Wanita itu terus saja berteriak minta dilepaskan, namum tidak di gubris oleh pria pria kekar itu.
....
“Mbak kenal sama mereka?” Tanya Rara, salah satu karyawan Agni. Agni yang masih sedikit linglung hanya menggeleng.
“Tapi kok mereka terlihat sangat menghormati, mbak?” Rara yang belum puas kembali bertanya.
“Saya juga tidak tau, Ra. Jangankan kamu, saya saja masi bingung dari mana mereka berasal,” Ucap Agni pada Rara.
Rara yang melihat atasannya itu terlihat masih syok, mencoba menahan rasa keingintahuannya.
Agni masih terpaku di tempatnya, ia membutuhkan banyak waktu untuk dapat memahami semua yang baru saja terjadi. ‘Siapa orang-orang ini, dari mana mereka berasal?’ Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yang sejak tadi muncul di kepalanya. Agni yang terlalu larut dalam lamunannya tentang identitas Pria-pria asing itu, tidak menyadari kedatangan Sherly. Hingga tepukan di bahunya membuat ia terkejut, “kenapa bengong, Tha? Lagi mikirin apa?” Tanya Sherly. Agni hanya menggelengkan kepalanya. “Nggak lagi mikirin apa-apa kok, Sher.” Sherly yang mendengar perkataan Agni, hanya menganggukkan kepalanya. “Ya udah, kalo gitu.” “Eh iya, Tha. Tadi pas gue sampai depan Kafe, Gue denger ada keributan ya, keributan apa?” Tanya Sherly mengalihkan pembicaraan. Agni mengangguk, “iya, tadi ada orang iseng yang bilang kalo Cake yang dia beli disini itu busuk,” ucap Agni. “Terus? Udah di laporin ke polisi?” Tanya Sherly lagi, dan d jawab dengan gelengan kepala o
Setelah mendengar apa yang dikatakan bawahannya, sudut bibir Samudera terangkat membentuk seringai tipis, “Menarik.” Hal yang membuat Jonatan—Asisten pribadi Samudera bergidik. Sebagai orang yang telah mengikuti Samudera sejak usia muda, bahkan mereka tumbuh bersama sejak kecil, Jo bisa menebak maksud dari seringai tuannya itu. Jonatan dan Samudera telah bersahabat sejak kecil, Selama beberapa generasi keluarga Jo mengabdi pada keluarga Aditama. Sampai saat inipun, Ayahnya masih menjadi penasihat hukum keluarga Aditama. Bisa dibilang Jo dan sang Ayah adalah tangan kanan dan kiri Samudera. “Jo....” Jonatan yang telah mengerti maksud Tuannya, segera meminta para Pria berbadan kekar itu untuk meninggalkan ruangan. Setelah memastikan ruangan telah kosong, Jo segera menyampaikan laporannya, “Saya telah menyelidikinya, Tuan. Wanita itu bukan berasal dari sini. Bisa dipastikan bahwa ia sengaja datang ke kota ini hanya untuk me
Malampun tiba. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit dari villa pribadi miliknya, Samudra akhirnya sampai pada kediaman kedua orang tuanya. Sebuah mansion mewah bergaya Timur Tengah menyambut kedatangannya. Kedua orang tuannya memang sangat menyukai budaya Timur Tengah. Terlihat dari eksterior rumah ini yang tiap jendela dan lorong berbentuk kubah berornamen. Juga terdapat motif berwarna pada kaca patri yang menghias bingkai jendela tersebut, semakin menambah kentalnya unsur Timur Tengah pada rumah itu. Saat keluar dari mobilnya, Samudra sedikit mengerutkan kening, ketika mendapati dua mobil yang terlihat asing baginya. Apa orang tuanya sedang kedatngan tamu, atau mobil itu adalah koleksi terbaru adik laki-lakinya? Samudra mengendikan bahu tidak peduli, kemudian melangkahkan kakinya kearah pintu utama. Dia disambut oleh kepala pelayan tua yang telah mengabdi selama puluhan tahun pada keluarga mereka. “Selamat datang Tuan muda,” uca
Suara denting sendok menjadi pengiring makan malam keluarga saat itu. Ah, bukan keluarga, karena ada orang luar yang turut bergabung. Sudah menjadi peraturan tidak tertulis dalam keluarga Aditama, bahwa saat makan tidak ada yang diijinkan untuk berbicara. Karena itulah suasana sunyi yang sedikit mencekam mengiringi makan malam mereka saat ini. Bahkan si kembar Mario dan Marcelline yang biasanya banyak bicara, tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aura sang kakek benar-benar membuat mereka tercekik. Orang yang terlihat biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa adalah Samudra. Ia sudah biasa dengan acara makan ala militer seperti ini. Saat para pelayan menyingkirkan makanan berat dan diganti dengan dessert, barulah kedua remaja itu bisa menarik nafas lega. Karena itu berarti, saat ini mereka bisa berbicara sesuka hati mereka di meja makan. "Celline ingin buah, kak. Kak Sam bisa bantu kupasin?" Celline mulai menunjukkan sikap manjanya pa
“Cucuku bukan pemandu wisata!” Suara tegas dari Ratna Aditama berhasil melunturkan senyum di bibir Tasya. Suara Ratna memberikan efek yang lebih besar daripada sikap Samudra tadi, ruang makan itu mendadak hening. “Aku tidak bermaksud seperti itu, Bu,” Ucap Lautan, setelah mendapatkan kembali suaranya. Melalui matanya ia mengucapkan maaf tanpa suara pada keluarga Lorens. Ia tidak punya maksud apa-apa, hanya memenuhi keinginan putri dari sahabatnya yang ingin berkeliling bersama putranya. Namun, melihat respon sang ibu, Lautan menelan kembali semua keinginannya itu. “Kalau Sam nggak bisa, nggak apa-apa kok Om. Nanti aku minta tolong sama teman lamaku saja,” ucap Tasya. Dia masih menyunggingkan senyum, namun jauh di bawah meja, kuku jarinya tengah menekan kuat telapak tangannya. Menahan geram karena Ratna menggagalkan rencananya. “Harusnya memang seperti itu, kamu itu bukan bagian dari keluarga ini. Apa kata orang nanti, jika melihat kepala keluarga Adit
Hari masih pagi, namun Agni telah sibuk berkutat dengan tepung dan loyang. Di dapur Kafe miliknya, Agni dan buk Atik—salah satu pegawainya, tengah sibuk mempersiapkan pesanan pelanggan.Disela kesibukannya di Kafe Agni memang masih menerima pesanan kue untuk acara-acara tertentu, seperti ulang tahun atau acara resmi lainnya, dan kali inipun mereka tengah sibuk menyelesaikan pesanan pelanggan, yang harus diantarkan pukul 12.00 siang nanti.Agni dan Buk Atik yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka, dikejutkan dengan dering telepon genggam milik Agni. Terlihat nama Ibu Mawar disana. Agni sedikit mengerutkan kening, tidak biasanya guru putranya itu menghubungi Agni pada jam pelajaran seperti ini.Tidak ingin terlarut dalam rasa penasarannya, Agni segera menekan ikon hijau pada gawainya itu.“Halo selamat pagi, Bu Mawar.”“Selamat pagi, Bu Agni. Maaf mengganggu, saya ingin mengabarkan bahwa.....”Suara Mawar disebe
Saat mendekati ruang perawatan putranya, Agni mendengar suara tawa khas anak-anak. Itu suara Aska, itu suara putranya, namun dengan siapa ia tengah tertawa? Kalau dengan mbok Inem, sepertinya tidak mungkin. Putranya adalah orang yang sedikit menutup diri.Perpisahannya dengan Andi dulu, tidak hanya berdampak padanya tapi juga pada Aska. Putranya itu menjadi orang yang sedikit berbeda. Ia hanya akan tersenyum dan tertawa dengan tulus padanya, jika berhadapan dengan orang lain, termasuk mbok Inem yang merawatnya sejak bayi, atau Sherly yang menemani mereka sejak dua tahun silam, Aska akan menjadi pribadi yang tertutup dan menjaga jarak.Untuk itulah Agni sedikit mengerutkan kening saat mendengar tawa putranya itu. Tidak ingin larut dalam rasa penasaran, Agni segera mempercepat langkahnya.Saat membuka pintu ruang rawat putranya, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang pria.Jika melihat dari profil sampingnya, pria yang tengah berbicara dengan putranya itu,
Pria itu tersenyum, “Ya, kita bertemu lagi, Pacar..”“Ha???” Agni melebarkan matanya, mulutnya terbuka dan tertutup, seolah ingin mengatakan sesuatu.“Pa-Pacar?” Agni tidak yakin dengan pendengarannya, apa maksud dari pria ini, sejak kapan mereka berpacaran?Bukan hanya Agni yang terkejut mendengar perkataan Samudra, hal yang sama juga dirasakan oleh orang-orang yang ada didalam ruangan itu.Bahkan Jonatan yang sejak tadi berdiri seperti patung selamat datang, langsung tersedak ludahnya sendiri saat mendengar penuturan sang Tuan. ‘Bukankah itu sedikit agresif, tuan? Wanita tidak menyukai pria yang Agresif, Ok,’ batin Jo. Pria itu sempat terbatuk kecil, kemudian menormalkan ekspresi wajahnya menjadi datar kembali.Samudra menikmati wajah terkejut wanitanya, ia tidak peduli dengan orang-orang disekelilingnya. Fokusnya saat ini hanya tertuju pada wanita cantik dengan balutan dress berwarna peach, yang me