"Brad telah memutuskan pertunangan kalian, Lean! Ayah pikir hal itu terjadi pasti karena kau terlalu banyak menghabiskan waktumu di rumah!" Lean Marquise sangat bingung ketika hubungan pertunangannya diputuskan secara sepihak oleh Brad. Namun semua itu segera terjawab ketika malam harinya ia bertemu dengan Brad di sebuah pesta. Saat itu, mantan tunangannya itu datang dengan sahabatnya, Isla Meadow. Lean bahkan dijebak agar mempermalukan dirinya di pesta tersebut, membuat Lean akhirnya menghabiskan satu malam yang sangat panas dengan Edward Gail. Mampukah Lean menundukkan Edward sesuai permintaan Kakek pria itu padanya? Dan akankah Edward membalas cintanya setelah pria itu puas mempermainkan dirinya? Cover design by Shena_art.
View More"Lean, bisakah kau membantuku?" Anton keluar dari kamar Edward dengan jasnya yang sedikit tertekuk. Gurat-gurat lelah terukir di wajahnya, sebab sejak berhasil mengeluarkan Edward dari Klub Bill, ia sesekali masih harus memperhatikan tingkah Edward yang duduk di kursi penumpang bersama Lean dari kaca spion mobil. Takut jika Bosnya itu akan menyakiti Lean. Tapi, yang ia takutkan itu sama sekali tidak terjadi. Meski Edward tampak menatap tajam ke arah wanita itu selama hampir 30 menit, setelahnya— Bosnya itu langsung menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan tidur begitu saja hingga tiba di apartemennya. Kondisi Edward terlalu mabuk saat turun dari mobilnya, jadi ia terpaksa memapah Bosnya itu sampai ke unitnya bahkan hingga ke dalam kamarnya."Membantu? Membantu apa?" Lean menatap Anton sambil mengerutkan keningnya. Saat ini ia berada di ruang tamu apartemen Edward, dan seperti ucapan Anton saat di Klub— apartemen Edward memang berada persis di sebelah apartemen yang ia tempati.
Edward yang samar-samar mendengar ucapan Lean itu, diam-diam memperhatikan wanita itu. Wajah Lean tampak keberatan, seolah Bill telah meminta wanita itu untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. "Apa yang kau lakukan di sana, Bill? Kemarilah! Temani aku minum," tukasnya, demi membebaskan Lean dari keisengan seorang Bill. Bill memutar bola matanya, membalikkan tubuhnya, lalu melemparkan tatapan kesalnya ke arah Edward. Mendengus melihat tingkah Edward yang sama sekali tidak menghargai dirinya. "Hei, bocah sialan! Pulanglah!" usirnya, sembari melangkahkan kakinya ke arah Edward. Setibanya ia di hadapan keponakan bungsu sahabatnya itu, Bill langsung merebut gelas whisky di tangan Edward di saat Edward tengah menenggak minumannya dengan santai. Membuat Edward sontak mendongak menatapnya. Merasa kesal karena kesenangannya telah terganggu. "Kembalikan padaku!" Edward mencoba merebut kembali gelas whiskynya dari tangan Bill, tapi Bill dengan cepat mundur untuk menghindari tangan
"Mengapa dia harus pulang bersamaku?!" Lean meletakkan tangannya di atas punggung telapak tangan Anton, dan menahan gagang pintu room yang ingin dibuka oleh rekannya itu. Sembari menatap Anton dengan tatapan protes. Merasa sungkan, Anton dengan cepat menarik tangannya lalu menatap Lean dengan kedua alis menyatu di tengah. "Apa kau belum tahu?" tanyanya bingung, pada wanita itu yang kelak akan menikah dengan Bosnya. Setidaknya itulah yang ia ketahui dari James, bahwa Edward setuju atau tidak, Bosnya itu tetap harus menikahi Lean Marquise. "Apa yang tidak aku ketahui?" Lean menyipitkan matanya, mencoba membaca raut wajah Anton. Sialnya, ia tidak menemukan apapun di wajah itu selain raut bingung. Dan juga dekikan di bibir Anton. "Bahwa apartemen Tuan Edward berada di sebelah apartemenmu!" tukas Anton. Oh yeah, applause buat Tuan Besar Gail yang telah merencanakan hal ini sebelumnya dengan memaksanya agar membeli unit apartemen yang berada di sebelah apartemen cucu bungsunya untuk temp
Pukul 9 malam di sebuah Klub Malam yang ada di Kota L. Bill, sang Pemilik Klub tampak melangkah tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan Vip. Lima belas menit yang lalu, saat ia dalam perjalanan menuju Klub miliknya, tiba-tiba Anton menghubungi dirinya. Mengatakan pada Bill bahwa pria itu yang tidak pernah Bill harapkan kehadirannya, malam ini datang kembali ke Klub miliknya. Menyewa room privasi dan memesan beberapa botol whisky. "Apa yang terjadi pada bocah sialan itu," sungut Bill gemas. Padahal, sudah cukup lama Edward tidak pernah lagi datang ke Klubnya. Dan terakhir kali ia bertemu dengan keponakan bungsu sahabatnya itu adalah saat Rosalia masuk Rumah Sakit. Di depan ruangan yang ia tuju, Bill bertemu dengan Anton yang sedang menunggu dirinya. "Bagaimana keadaannya?" cecarnya pada pria itu. Anton menggelengkan kepalanya, "Sangat buruk, Mr. Bill! Kali ini Tuan Edward menghabiskan satu botol whisky hanya dalam waktu 30 menit saja. Sekarang dia bahkan telah membuka botol ketiga,"
Keluar dari lobby Gail Mart, Lean menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan, takut jika ia akan bertemu dengan Edward di tempat ini. Karena tadi, ia pulang begitu saja setelah berbicara dengan Anton. "Semoga saja Anton mau mengatakan pada Tuan Edward jika aku sudah ijin padanya." Merasa yakin jika Edward tidak ada, dengan mantap Lean melangkahkan kakinya menuju sedan perusahaan, di mana supir Gail Mart yang mengantarnya pagi ini telah menunggunya di samping sedan tersebut. Supir itu menyapa Lean ketika Lean tiba di hadapannya. Namun, sebelum Lean sempat masuk ke dalam sedan, tiba-tiba ia mendengar suara klakson mobil. Ketika ia menoleh, ia melihat Anton sedang tersenyum padanya di belakang setir. Di belakang rekannya itu tampak Edward duduk dengan wajahnya yang datar. Atasannya itu hanya melirik sekilas padanya, kemudian meminta Anton untuk segera pergi. "Dasar pria aneh," gerutu Lean sambil masuk ke dalam sedan perusahaa
Edward terus menatap Lean, dan Lean justru tersenyum kecut pada atasannya itu. "Tu-Tuan Ed ...." Ucapan Lean itu sontak terjeda oleh suara telpon yang berasal dari atas meja Edward. Namun Edward sama sekali tidak mengacuhkannya, hanya terus menatap Lean sambil menyipitkan matanya. Saat suara telpon itu berhenti, kini ponsel Edward yang berada di dalam saku celana pria itu yang justru berbunyi. Mendengar suara tersebut, Lean pun menunjuk ke saku celana atasannya itu. "Sebaiknya Tuan angkat dulu telponnya, mungkin panggilan itu sangat penting, Tuan Edward," tukasnya. "Hmm, jangan mengalihkan pembicaraan, Lean!" sungut Edward, namun ia tetap merogoh ke dalam saku celananya. Mencari ponsel miliknya yang terus menjerit di dalam sana. Setelah menemukannya, Edward melirik ke layar ponselnya. Decakan pelan terlontar dari bibirnya ketika ia mengetahui siapa yang telah menghubunginya itu. "Ya," sahutnya singkat, tanpa basa-basi pada seseorang yang ada di seberang panggilan. "Tuan Edward?
"Baiklah, rapat hari ini selesai! Untuk yang telah menyelesaikan target market, juga laporan pemasukan barang dan penjualan yang telah dikirimkan oleh Tuan Edward siang tadi— segera hantarkan laporan-laporan itu ke kantorku sebelum jam pulang kantor!" pungkas Anton sebagai penutup meeting. Edward segera memutar kursinya menghadap meja setelah Anton mematikan proyektor. Sesaat, ia melirik Lean yang tampak sedang termangu menatapnya. 'Hmm, apa dia ... sangat terkejut dengan permintaanku tadi?' pikirnya. Demi menyadarkan Lean, ia pun berdehem pelan. Suara deheman itu menyentakkan Lean dari lamunannya. Ia mengerjapkan matanya, dan membeku saat menemukan Edward tengah menatapnya dengan satu alis terangkat naik. "Apa yang sedang kau pikirkan, Lean Marquise?" sebelum Lean sempat membuka mulutnya, Edward kembali melanjutkan kata-katanya. "Ikut denganku ke ruanganku, sekarang!" Lean tergugu di kursinya, "Ba-baik, Tuan Edward," sahutnya terbata, sudah pasrah dengan apa yang akan Edward laku
"Apakah menurutmu Tuan Edward akan melakukan sesuatu padaku?" Lean balik bertanya pada Anton. Anton menggedikkan pundaknya, "Setahuku, tidak!" tegasnya. "Tuan Edward adalah seorang pria yang selalu menghormati wanita, dia bahkan sering menyelamatkan para wanita dari gangguan pria-pria jahat di jalan." "Maksudmu, Tuan Edward tidak pernah menyentuh wanita sama sekali?" Anton mengerutkan keningnya, sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan itu. "Selama ini, aku belum pernah melihat Tuan melakukannya. Lagipula, Tuan tampaknya tidak terlalu suka berdekatan dengan wanita. Kecuali ...." "Rosi?" tebak Lean. Anton mengangguk pelan, lalu mencoba mengalihkan pembicaraan dengan meminta Lean untuk pergi ke ruangan Edward. Melaporkan pada Bosnya itu bahwa meeting sore akan segera dimulai. Sambil berpikir, Lean pun pergi ke ruangan Edward. Sama sekali tidak mengacuhkan tatapan tak suka yang diberikan oleh beberapa karyawan wanita padanya saat ia melewati mereka menuju ke ruangan Edward. 'Rosi
"T-Tuan Edward, apa Anda tidak sadar jika saat ini kita sedang berada di ...." Dengan kikuk Lean menundukkan wajahnya. Tanpa berani membalas tatapan Edward yang seakan ingin merontokkan hatinya. Oh, Tuhan. Jika saja hatinya hanya sepotong keju, mungkin hatinya kini telah meleleh gara-gara tingkah Edward."Mengapa? Apa kau malu pada orang-orang yang sedang memperhatikan kita? Tapi, bukankah tadi kau terus menatapku? ""Huft!" Lean menghela nafas sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan itu. Seiring dengan itu, diam-diam ia mencoba untuk meredakan detak jantungnya yang seakan berlomba di dalam tubuhnya.Lean sama sekali tidak mengerti, mengapa Edward selalu senang menggoda dirinya jika ia dan Bosnya ini hanya berdua saja.Namun, di luar itu, perlakuan Edward padanya justru sangat berbeda. Contohnya, satu jam yang lalu saat Oliver memintanya untuk makan bersama. Saat itu, Edward langsung menampilkan wajah datar padanya. Edward bahkan tidak terlihat senang jika Lean makan di meja yang sama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.