Share

Suami?

Ucapan Esha tak main-main seminggu sudah Nay dikurung dalam penjara yang dipenuhi kemewahan. Bahkan perkuliahannya dilakukan dari rumah secara virtual, dan itu benar-benar membosankan.

 “Kamu kurusan nak.” Mendengar itu Esha mendongakkan kepalanya memperhatikan wajah Nay yang memang lebih tirus dari sebelumnya namun memilih untuk tidak mengomentari apapun.

“Nay diet,” jawab Nay pelan, nyaris tak terdengar. 

“Tapi kamu masih tetap perlu makan makanan yang bergizi apa lagi kamu sedang persiapan debat kan?”

“Nay gak lapar,” jawab Nay memasang earphonenya agar mendengar materi dari dosennya lebih jelas.

“Yah sudah biarain saja, toh kalau dia lapar dia tau mencari dimana, aku pergi dulu,” ucap Esha menyudahi sarapannya mengecup kening Rani tak lupa mengusap pelan perut buncit sang istri kemudian berlalu pergi tanpa menyapa putri satunya lagi.

Tak bisa dipungkiri ada setitik rasa cemburu dalam hati Nay yang setiap hari selalu memupuk, perasaan tak diharapkan oleh ayahnya sendiri, bahkan terkesan menjadi beban untuk keluarga ini.

“Kamu tidak menyapa Nay terlebih dahulu mas?”

“Nay ada kelas permisi,” ucap Nay undur diri ia takut mengetahu fakta lebih jauh kalau ayahnya memang tak pernah mengharapkan dirinya.

“Setidaknya rubahlah sedikit komunikasi kamu dengan Nay mas, dia merasa asing di tengah keluarganya sendiri dan mungkin hal itu yang membuat ia mencari kenyamanan di luar sana, aku bisa memahami apa yang dia rasakan mas, maaf kalau aku sedikit membuka kisah lama. Nay sudah kehilangan figur orang tua dari awal ia hadir di dunia, ia sudah kehilangan mbak Maya selamanya, dan tidak pernah merasakan kasih sayang ayahnya secara penuh, yang ia tahu ayahnya melupakannya dan memilih perempuan lain, dari pada dirinya yang darah daging kamu. Aku memahami perasaannya dan aku tidak bermaksud menyudut kan kamu mas, tapi aku takut kamu terlambat dan kamu kembali menyesal. Aku sudah mencoba mendekatinya tapi dia suda memasang pagar tinggi dengan ku, aku memahami itu karena yang diharapkan olehnya hanya sosok ayahnya bukan aku.”

“Maaf mas kalau aku lancang,” cicit Rani tak enak hati.

“Aku paham, terima kasih kamu sudah mengingatkan aku, kalau gitu aku bernagkat dulu, lain kali aku pasti akan berbicara dengan Nay.”

“Iya mas, kamu hati-hati”

Di kamarnya Nay memperhatikan sang ayah berangkat dengan senyum begitu lebar, yang sangat kontras dengan dirinya yang sedang menahan emosi dengan air mata yang kurang ajar turun begitu saja.

***

Naysila memamerkan piala dan sertifikatnya pada kamera kampus yang mengabadikan kemenangan yang ia dan timnya raih atas lomba debat tingkat nasional. Meski di awal-awal ia sedikit pesimis melihat lawan debatnya dan juga tanpa kehadiran ayahnya, padahal laki-laki itu sudah berjanji akan datang untuk menyaksikan dirinya. namun itu semua sedikit terobati dengan kedatangan Azka untuk menyemangatinya.

“Kamu hebat, selamat atas kemenangan kamu,” puji Azka dengan satu buket mawar hidup.

Runner up apa hebatnya Ka? Tapi makasih yah udah nyempatin untuk datang.”

“hebat dong kalau aku yang ada di sana belum tentu bisa menjadi runner up baru salam aja udah pingsan.” Mendengar itu Nay kembali menyunggingkan senyumnya, lalu mencium bunga pemberian dari kekasihnya itu, sebenarnya banyak bunga dari teman-temannya dan juga dari kampusnya tapi tentu saja pemberian Azkalah yang paling berkesan.

“Ada-ada aja kamu Ka, jadi kita kemana mumpung udah di luar kamu tau sendiri aku sedang dikurung ayah?”

“Jangan ngambek gitu dong, kan jadi pengen nyium.”

“Apa sih Ka, jangan mulai deh.” Meski begitu Nay tak mampu menyembunyikan semburat merah pada wajahnya.

“Oke oke aku ada tiket nonton film, kamu maukan?”

“Film apa ... eehh ... bentar-bentar.” Nay membaca notifikasi dari ponselnya.

“Ka, kayanya aku gak bisa nonton sekarang deh, maaf yah” tanpa banyak kata Nay segera menyusun semua bunga, bingkisan serta piagam dan hadianya kedalam satu pelastik besar untuk ia bawa, berhubung tadi dirinya membawa mobil jadi tidak terlalu repot menenteng sedemikian banyaknya bawaannya hari ini.

“kenapa/ ayah kamu nyuruh pulang yah?” tanya Azka usai membatu Nay memasukkan semua barang-barangnya.

“Bukan, aku mau ngunjungi bunda.”

“Aku temani yah?” pinta Azka penuh harap.

“Gak perlu Ka, maaf tapi aku benar-benar mau berdua aja sama bunda.”

“Sekali ini aja, aku temani” Nay hanya memberikan respon dengan menggeleng, ia benar-benar ingin mengadukan semua rasa kecewanya pada bundanya.

“Maaf, tapi mungkin lain kali, aku janji.”

“Baiklah aku mengerti,” ucap Azka mencoba mengalah.

___

Langkah Naysila terhenti melihat sosok yang selama ini selalu menatap gahar dirinya sedang bersimpuh di samping gundukan tanah milik bundanya.

“... Sekali lagi aku minta maaf atas kesalahan yang aku lakukan selama ini, dan maaf karena aku belum mampu menjadi ayah yang baik untuk Nay dan juga ketika kamu menjadi istriku.”

“Rasanya aku masih belum mampu mengikhlaskan Nay pada suaminya kelak, mungkin selama ini aku terlihat menghindarinya bukan karena aku membenci putriku sendiri tetapi karena wajahnya mengingatkan aku pada dirimu, sekeras apapun aku menyangkalnya sesakit itu yang aku rasakan May.”

“Tidak terasa waktu berputar begitu cepat, baru saja aku melihat wajah mungilnya merengek padaku yang selalu sibuk dan mengabaikan dirinya dan sekarang putri kita sudah besar dan sangat cantik, mirip kamu.”

“Maaf karena aku egois terhadapnya, kecelakaan itu membuat aku sadar kalau aku takut kehilangan Nay sehingga aku membuat keputusan besar untuk menikahkan dirinya di usianya masih belia, itu bentuk rasa cintaku padanya.”

“May, meskipun kini aku sudah memiliki pendamping kembali namun kamu tetap memiliki tempat kusus di hatiku, rasaku terhadap kamu masih sama.”

“Jadi ayah tidak membenci bunda?”

“kamu? sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya Esha mengusap air matanya yang mengalir meski tak banyak.

“Jawab pertanyaan Nay yah, ayah tidak membenci bunda?”

Senyum Esha mengembang  kemudian menarik pergelangan tangan sang putri untuk duduk di sampingnya.

“Bagaimana kamu mempunyai fikiran seperti itu hmm?”

“Karena ayah gak pernah bahas bunda, ayah selalu menghindar. Terkesan ayah begitu membenci bunda.”

“Ayah mencintai bunda kamu hingga detik ini, ayah hanya takut kamu terus-terusan bersedih bila menyangkut bundamu dan juga ayah harus menjaga hati yang lain Nay, ada mama dan calon adik kamu yang harus ayah perhatikan dan juga ayah mau menerima takdir yang sudah digariskan untuk kita, ayah menghindari membahas bunda karena ayah takut tidak bisa berdamai dengan masa lalu, begitu juga alasan ayah menitipkan kamu pada nenek, ayah tidak sanggup melihat bunda melalui wajah kamu, kalian sama-sama perempuan yang cantik.”

***

Perkataan ayahnya mengenai “suami” benar adanya. Entah sudah berapa banyak oksigen yang dihirup oleh Nay untuk menetralkan kepanikannya mengenai malam ini. Malam pertama ia bertemu dengan sosok yang di gadang-gadang sebagai suami gantungnya.

“Nay, kamu sudah siap nak?”

Sontak saja Nay menoleh pada sosok yang selama ini selalu ikhlas mengurus keperluannya.

“Ma, Nay belum siap. Nay sudah punya calon sendiri ma.” Untuk pertama kalinya Naysila memohon pada ibu tirinya.

“Mama tidak bisa berbuat apa-apa sayang, semua sudah diatur sama ayah kamu bagaimanapun kamu sudah menjadi istri orang jauh sebelum kamu mengenal pemuda itu.”

“Ma... Nay gak kenal siapa dia gimana caranya Nay bisa nikah ini gak adil ma Nay gak mau.”

“Setidaknya kamu keluar dulu temui suami kamu yah.”

“Ma Nay gak mau Nay gak kenal, mama tolong bilangin sama ayah. Nay gak mau ma.”

“Nay.” Bukan Rani yang memanggil melainkan Esha yang berdiri di ambang pintu.

“Nay, kenapa kamu  lama sekali kamu keluar? Cepatlah.”

“Yah, Nay mau bicara sebentar.”

“Ada apa Nay? Cepatlah ini sudah hampir lewat jam makan malam.”

“Ayuk Nay, benar kata ayah waktunya makan malam.”

“Tapi, Ma...” Nay masih bersikeras, hatinya belum rela menerima nasibnya.

“Nanti kita bicara mama bantu,” pungkas Rani mempercepat waktu.

Mau tak mau Nay menurut pasrah di belakang ayahnya. Dalam hati ia berdoa agar laki-laki yang di jodohkan ayahnya bukanlah seorang laki-laki tua yang sering ia tonton atau baca dalam cerita fiksi selama ini.

“Maaf menunggu lama maklum anak gadis kalau dandan suka lama,” canda Esha pada sepasang suami istri yang sangat asing untuknya.

“Kamu apa kabar Nay?” Meski terdengar sangat lembut tapi hal itu terdengar sangat tidak nyaman untuk Naysila.

“Baik tante,” jawab Nay kikuk. salahkan ayahnya yang tak mengatakan siapa tamu yang datang kerumahnya ini.

“Jangan panggil tante dong panggil mama aja kan kamu anak mama juga.” Nay hanya mengangguk ragu, ada perasaan geli menjalar dalam dirinya dengan ucapan perempuan keibuan tersebut.

“Ngomong-ngomong si Aksa belum datang mbak yu?” tanya Esha berbasa-basi menyakan keberadaan menantunya, benarkan kalau tidak salah ingat laki-laki yang menjadi suaminya itu bernama Aksa, huaaa dirinya malah teringat Azka, kenapa nama mereka terdengar sangat mirip?

“Sudah, tadi dia pamit ke kamar mandi, nah tuh orangnya udah datang.” Mengetahui hal itu jantung Nay seakan mau copot dari sarangnya.

“Mah, yah, apa kabar?” ucap seseorang berjalan menuju Esha dan juga Rani, Fix Nay hanya menunduk tak berani menatap laki-laki itu, ia sangat takut ekspektasi mengeai laki-laki tua, gendut, dan mengenangnya saja Nay ogah.

“Baik, kamu sendiri apa kabar nak?” Lutut Nay terasa lemes mendengar suara papanya memanggil laki-laki yang wajahnya saja Nay tak berani melihatnya, benar-benar tidak terbayangkan, ingin rasanya Nay kabur saja dari situ.

“Alhamdulillah baik yah, hai Nay”

Deg.

Seketika wajah Nayla memerah mendengar suara laki-laki tersebut yang terdengar merdu? Kok bisa? Nay sudah gila. Meski begitu Nay tetap sekuat tenaga menyangkal pikiran konyolnya barusan.

“Nay kamu di panggil jawab dong,” ucap Rani menyadarkan sang putri yang melamun

“Ah apa?”

“Aksa nyapa kamu jawab dong.”

“Oh hai,” ucap Nay tidak tau harus menjawab apa lagi, tapi tunggu kenapa laki-laki itu sangat akhhh tampan. Nay tidak bisa berbohong. Tapi gak boleh, Nay sudah punya Azka yang sangat ia sayangi.

“Yah sudah kalau gitu kita makan dulu nanti keburu dingin.” Suara Esha menyelamatkan Nay dari keterdiamannya menatap laki-laki yang katanya ‘suami’ nya itu.

****

Setelah acara makan malam keluarga, Aksa mengajak Nay duduk di taman belakang yang tentu Nay turuti meski ia sempat ingin menolak.

“Bagaimana keadaan kamu saat ini Nay?” tanya Aksa yang terdengar ambigu di telinga Nay.

“Maksudnya?”

“Keadaan fisik kamu?”

“Memang ada apa dengan fisik aku?” Karena ini bukan yang pertama kalinya laki-laki itu menanyakan pertanyaan yang sama.

“Bukan apa-apa, aku hanya bertanya”

“Fisik aku baik seperti yang kamu lihat. aku juga mau bertanya sesuatu” Meski terdengar aneh tapi Nay tetap menjawab seadanya.

“Tanyakanlah!”

Nay menarik nafas panjang beberapa kali sebelum mengutarakan pertanyaannya. “Bagaimana kita bisa menikah bahakan saat usia ku yang masih muda belia?”

“Yah tentu bisa, aku sudah baligh lagi pula saat itu kita hanya menikah gantung.”

“Lucu, bagaiamana mungkin kita menikah bahkan aku sama sekali tidak mengenali kamu siapa,” sembur Nay tak tahan mengeluarkan uneg-unegnya.

“Setelah ini kita bisa saling mengenal.”

“Bukan itu maksud aku.” Nay menjeda ucapannya, “Aku mau kau bicara sama kedua orang tuamu dan ayahku untuk melakukan pembatalan pernikahan. Aku sudah memiliki kekasih. Ini hanya nikah gatung kan? Seperti yang dibahas para orang tua saat kita makan tadi, kita akan memutuskan setelah ini kedepannya apakah kita akan melanjutkan atau berhenti sampai di sini, kalau gitu masih ada harapan untuk kita berpisah.”

“Aku tau dan aku sayangnya gak perduli. Aku tetap akan melanjutkan pernikahan ini, kamu mau berkenalan kan ini kartu nama dan ini KTP ku semuanya bisa dibuktikan dengan dua itu kan? Atau kamu mau aku membawa surat keterangan berkelakuan baik tidak pernah tersandung kasus kriminal apapun? Atau mungkin surat bebas dari narkoba?”

Mendengar itu nay geleng-geleng kepala sendiri di buatnya, tapi tetap membaca kartu nama dan KTP milik laki-laki itu, di sana tertera semua, mulai dari nama sampai status perkawinan, yang memang belum berganti menjadi status “kawin” karena memang pernikahan mereka masih terhitung pernikahan siri, meski sah secara agama, tapi jangan harap dirinya mau begitu saja menerima laki-laki itu, apa lagi dirinya punya kuasa mutlak menentukan kemana pernikahan ini berkahir, meski laki-laki itu juga sebagai penentu.

"Aku tidak akan terpengaruh meski kau seorang PNS sekalipun, aku tidak akan tergoda seperti perempuan kebanyakan jangan berharap karena aku sudah memiliki kekasih."

“Aku tidak akan membatasi hubunganmu dengan siapapun termasuk dengan kekasihmu itu.”

“Kau waras?”

“Pernikahan macam apa yang membolehkan pasangannya menjalin hubungan lagi. Ohh aku tau kau juga sudah memiliki kekasih kan?”

Aksa menggeleng pasti “Aku tidak memiliki kekasih setelah kita menikah.”

“Aku tidak percaya, memang ketika itu usiamu berapa tahun?”

“18 mungkin”

“Lalu sekarang?”

“25 tahun.”

“Berarti kita hanya berbeda 3 tahun, tapi tetap saja itu terlalu muda untukku.”

“Juga untuk ku.”

“Mumpung pernikahan ini hanya pernikahan gantung maka aku mohon untuk kau melakukan pembatalan, kau masih muda dan kita tidak harus terikat satu sama lain. begitupun dengan aku, aku masih mau mengejar mimpi-mimpiku, termasuk kekasihku, persetan dengan status janda” pungkas Nay.

“Rendahkan suaramu kau tidak ingin kedua orang tua kita datang kesini mengira kita sedang berantem di hari pertama kita bertemu bukan? Apa sudah selesai dengan KTP ku? Kamu bisa memiliki kartu nama itu, tapi kembalikan KTP nya.”

Benar saja Nay yang akan kembali bersuara terdiam sejenak.

“Aku tidak punya alasan untuk mundur dari pernikahan ini, aku juga tidak akan mengekang kamu dengan mimpi-mimpi yang kamu miliki, dan mengenai kekasihmu aku yakin lambat laun kau akan menerima aku dan melupakannya.”

“Pede sekali kau berbicara, sudahlah aku mau balik! Berbicara dengan kau membuat kepalaku berdenyut.”

“Selamat! Selamat atas runner up debatmu, kamu hebat ku akui, padahal saingan mu saat itu tidak bisa disepelekan.”

“Aku semakin merinding dengan kau.” Dengan mengusap bahunya beberapa kali, Nay mempercepat lajunya langkahnya menuju kamarnya, benar saja kepalanya sudah terasa sangat berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status