Share

Kamulah Takdirku
Kamulah Takdirku
Author: Silviherma98

Naysila Candramaya

Naysila Candramaya putri dari Esha Prayoga. Seorang General manager salah satu bank swasta yang ada di Indonesia. Meski begitu semenjak duduk di bangku SMP Nay sudah memiliki bakat berbisnis, mulai dari menjadi reseller aksesoris salah satu brand lokal hingga kerja sama dengan teman-temannya menciptakan brand mereka sendiri, kata sang nenek Nay menuruni bakat bundanya yang sangat jeli dan lihai dalam berbisnis.

Sejak kecil Ia tidak pernah mengenal sosok ibu, karena bundanya meninggal saat berjuang mati-matian melahirkan dirinya, hingga usianya 14 tahun ayahnya kembali menikah dengan teman masa SMA sang ayah, bisa dibilang cinta pertama beliau, Naysila tak mempermasalahkan hal itu karena selama ini ia tinggal bersama nenek dan kakeknya tempat bundanya dibesarkan.

Hanya sesekali ayahnya datang berkunjung, hingga nasib tak bisa ditolak menghampiri dirinya, kakek dan neneknya dipangil sang kuasa dan saat itu juga ayahnya memboyong dirinya ke rumah yang tak pernah sekalipun ia datangi. Hidup dengan gelimangan harta tak membuat ia menjadi malas, Nay tetap menjadi yang nomor satu dalam segala hal dan ia memiliki cita-cita bisa memiliki bisnis sebanyak-banyaknya.

Beranjak remaja Naysila berubah mejadi sosok gadis manis penuh kepalsuan, ia begitu rindu dengan sosok bunda yang tak pernah ia dapati selain dari mendiang neneknya yang sudah menyusul sang bunda, ia tampak sopan tapi dibalik itu semua ia memendam amarah yang tak pernah siapapun melihatnya dan ia berharap siapapun tidak pernah melihat hal itu.

Naysila bernafas lega mendapati seluruh ruangan sudah gelap gulita. Secepat kilat ia menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua dengan amat tenang tanpa curiga apapun.

Ceklek

“Ayah?” ujarnya mendapati sosok yang selama ini menampilakan wajah datar dan juga raut serius saat berbicara dengan dirinya.

“Kok ayah di rumah? Bukannya ayah masih dinas luar kota?”

“Memangnya kamu berharap apa? Ini udah hampir jam 2 pagi kamu dari mana aja Nay?” Meski terdengar sangat pelan tapi Nay sangat tau kalau kini ayahnya sudah dalam tahap menahan emosi.

“Kenapa kamu cuma diam aja Nay? Kamu dari mana? Jawab kalau ditanya sama orang tua!” Nay tersentak mendapati kemarahan sang ayah yang akhirnya tumpah, pekatnya malam yang semakin menekan membuat degup jantungnya semakin cepat memompa dan itu sukses membuat Nay kehilangan alasan yang sepanjang jalan sudah ia pikirkan bila hal seperti ini terjadi. 

“Nay dari ... dari ...” Nay merutuki dirinya sendiri yang benar-benar ditahap bingung dan hanya memilih diam membiarkan sang ayah yang sepertinya berusaha menahan amarah untuk tidak lebih keluar.

“Ayah bingung harus menghadapi kamu dengan cara apa lagi, kalau begini terus ayah gak akan segan untuk membekukan semua aset yang kamu miliki termasuk usaha yang sedang kamu rintis, ” ancam Esha bangun dari sofa kamar sang putri.

“Ayah gak bisa gitu dong, itu kan usaha Nay, Nay rintis itu semua dari nol, lagian Nay keluar gak tiap hari juga yah. Nay bosan di rumah terus yah! Ayah gak akan pernah ngerti perasaan Nay.”

“Apa ayah pernah ngekang kamu selama ini? Nay, ayah selalu menuruti keinginan kamu, ayah diam selama ini bukan berarti ayah tidak mengawasi kamu, jangan pikir ayah tidak tau kamu abis dari mana? apapun yang kamu lakukan ayah gak pernah larang. Kecuali yang satu ini. atau kamu mau teman-teman mu itu kehilangan pekerjaan mereka?”

“Ayah! Nay cuma nonton konser yah, Nay gak mau kalau ayah bubarin mereka, itu pekerjaan mereka, gak ada hubungannya dengan Nay yang pulang malam,” sanggah Nay tak terima.

“Kalau begitu tinggalkan mereka atau kamu tau akibatnya, silahkan tentukan pilihan kamu Nay,” tegas Esha berlalu.

“Nay benci ayah,” ucap Nay berkaca-kaca.

“Nay!” peringat Esha mencoba bersabar.

“Ayah jahat, ayah gak ngerti maunya Nay apa. Ayah cuma mentingin diri ayah sendiri.”

Esha memijit kepalanya yang terasa semakin berat, berurusan dengan remaja terkadang harus memiliki stok sabar berlipat-lipat lebih banyak. “Terserah kalau itu menurut kamu Nay, ayah sudah pusing dengan kelakuan kamu, intinya semua keputusan ada di tangan kamu, kalau kamu sayang sama teman-teman kamu dan usaha kamu sendiri maka tinggalkan mereka!” Usai mengatakan hal itu, Esha keluar dari kamar anak gadisnya, ia tidak bisa menjamin dirinya tidak tersulut emosi bila lebih lama di kamar sang anak.

Berhadapan dengan remaja harus pandai-pandai. Ibarat bermain layang-layang terkdang harus di ulur agar ia melayang tinggi tapi terkadang kita juga harus menariknya agar tidak terlalu jauh melayang hingga lepas dari genggaman dan putus tanpa arah.

***

“Jangan lupa dimakan sarapannya Nay, itu makanan kesukaan kamu kan?” Mendengar hal itu Nay hanya mengangguk pelan, memberikan senyum seperlunya pada wanita yang sedang hamil besar itu. Siapa lagi kalau bukan mama tirinya.

 “Iya mah terima kasih.” Mengatakan kata ‘ma’ saja terasa berat untuk ia katakan.

“Habiskan sarapan kamu dengan cepat, hari ini kamu ayah yang antar.” Lagi-lagi Nay hanya hanya mengangguk sembari menghabiskan sarapannya dengan malas.

“Mama tadi sudah buatin kamu bekal jangan lupa dimakan yah sayang.” Naysila memperhatikan kotak persegi panjang berwarna magenta tersebut tanpa ekspresi, namun ia tak berkata apa-apa selain mengangguk bisa-bisa ayahnya langsung emosi bila dirinya berani menolak permintaan ibu tirinya “Iya mah,” ucap Nay melanjutkan sarapannya.

Nay akui masakan ibu tirinya ini sangat lezat, tapi Nay merasa muak dengan itu. ia merasa ikut menghianati bundanya, kalau ayahnya sudah berpaling pada perempuan itu, dan kalau dirinya ikutan lalu bundanya bagaimana? Siapa yang akan menyayangi bundanya?

“Ayah udah selesai, kamu jangan terlalu lama sarapanya, ayah tunggu di luar,” ucap Esha datar, seperti biasanya.

“Iya yah,” jawab Naysila tak kalah datar dari sang ayah.

“Mas, kamu makan siang di rumah kan?” tanya Rani mendekat pada Esha membantu merapikan dasi laki-laki tersebut yang sedikit berantakan.

mendengar itu, praktis Naysila menghabiskan sarapannya secepat mungkin, dirinya malas melihat kedua orang  yang sedang dimabuk asmara itu sangat manis, bagianya kemesraan keduanya adalah hal yang menjijikkan untuk ia konsumsi.

“Iya nanti aku pulang,” ucap papanya mengecup kening sang istri

“Ayah, Nay udah selesai,” lirih Nay meminum air putihnya dan berjalan menuju mobil sang ayah tanpa pamit pada ibu tirinya.

“Aku duluan kamu jangain mama yah sayang.” Esha membelai lembut perut istrinya yang sudah sangat membuncit.

“Siap papa,” ujar Rani menirukan suara anak kecil.

“Kamu jangan terlalu capek, ingat.” Belum sempat Rani menganggukkan kepanya teriakan Nay kembali terdengar.

“Ayah! Cepetan Nay sudah terlambat.” Suami istri itu menoleh pada sumber suara yang sedang memasang tampang kesal.

“Aku harus banyak bergerak agar dede bisa mencari jalan keluar papa, udah gih nyusulin Nay kasihan nanti dia terlambat gak dapat absen lagi sama dosennya”

“Ayah!”

“Baiklah kalau gitu aku pergi yah, tuan putri sudah ngamuk.”

“Hati-hati.” Sekali lagi Esha mengecup kening Rani sebelum benar-benar melangkah menuju mobilnya.

Selama perjalanan Esha dan Naysila hanya diselimuti keheningan, dan terlalu fokus dengan kegiatan masing-masing.

“Nay,” panggil Esha ketika anaknya fokus pada bukunya.

“Ada apa yah?” jawab Nay tanpa merubah fokusnya pada buku pelajarannya.

“Apa kamu tidak bisa merubah cara bicaramu dengan mama Rani? Beliau sangat menyayangi kamu dengan tulus nak.”

seketika Nay menutup bukunya dan memasang earphone pada telinganya. Hingga detik ini ia masih enggan menganggap Rani sebagai orang yang penting dalam hidupnya, apa lagi menggeser posisi bunda dari hatinya.

“Nay, ayah sedang bicara sama kamu.” Lagi-lagi tak ada jawaban dari anaknya. Meski terkesan memaksakan tapi Nay tetap harus menerima keberadaan Rani, bagaimana pun istrinya sudah menunggu lebih dari 8 tahun untuk panggilan mama yang tulus dari putrinya tidak hanya formalitas yang selama ini putrinya tampakkan.

“Nay.”

“Apa lagi yah?” 

“Kenapa kamu belum bisa menerima mama Rani?”

“Apa waktu ayah mau menikah ayah minta persetujuan Nay? Engga kan yah? Bahkan Nay gak tau kalau ayah udah nikah, sekarang ayah minta Nay menerima mama menggantikan bunda? Maaf yah tapi Nay gak bisa.”

“Astagfirullah Nay ... Ayah tidak minta kamu melupakan bunda sama sekali tidak seperti itu, ayah cuma minta kamu menerima mama, sebagai mama kamu, setidaknya hargai usaha dia mendekati kamu itu saja.”

Naysila tak mejawab apapun, bahkan perempuan itu merubah posisinya dan memejamkan matanya rapat-rapat. sementara Esha, ia hanya mendesah kasar. merebut hati sang putri bukan hal yang mudah. ia ingat saat menjemput anaknya di kediaman mendiang istrinya dan memperkenalkan Rani sebagai ibu barunya. Putrinya langsung menampakkan raut tak suka dan semenjak itu ia tak lagi mengenali anaknya sendiri, sikap manis yang selama ini ia kenal lenyap sudah.

“Terima kasih yah, Nay berangkat dulu.”

“Ayah sama mama berencana menghadiri  debat nasional kamu minggu depan.”

“Terserah!” ucap sang putri membanting pintu mobilnya.

***

Nasysila memakan tiga porsi bakso jumbo langganannya, ia tak pernah memakan bekal yang dibuatkan mama untuknya, ia selalu memakan jajanan kantin kampusnya. Bekal tersebut selalu berakhir di tong sampah atau mulut teman-temannya yang lebih membutuhkan.

“Lapar banget yah?” ucap seseorang mengusap pundak Nay lembut.

“Hooh lapar, kamu gak ada kelas? Mau?” tawar Nay memberikan satu bakso pada laki-laki bernama Azka tersebut.

“Tidak, aku tau kamu lapar.”

“Sama pacar sendiri aja pakai jijik segala,” cengir Nay mengunyah bakso terakhir miliknya.

“Siapa yang jijik hee? Aku cuma belum lapar, sedangkan kamu, aku yakin satu mangkok juga kurang.”

“Memang! Jadi kamu malu punya pacar tukang makan?” Mendapati pertanyaan seperti itu membuat kerutan tipis di kening Azka, pacar backstreetnya.

“Kamu lagi dapet? Sensi banget dari tadi.” Nay menggelengkan kepalanya tanpa menghentikan kegiatannya menyeruput kuah bakso yang semakin sedikit semakin terasa nikmat menurutnya.

“Nanti malam kamu datang kan?” lanjut Azka bertanya pada Naysila.

“Datang dong, tapi malam ini aku pulang cepat, ayah aku ngancam bubarin band kalian kalau anak gadisnya pulang diatas jam satu malam lagi,” cengir Naysila menampakkan gigi putihnya.

cup

Azka mengecup tipis pipi Nay yang menurutnya sangat imut dalam kondisi apapun bahkan sedang makanpun perempuan itu tetap imut.

 “Azka, nanti ada yang lihat dan manfaatin suasana,” ucap Nay melirik ke kanan ke kiri, ia tak mau ada yang memanfaat kan keadaan dan mengadukan hal ini pada ayahnya.

“Kamu lihat apa sih?” tanya Azka duduk dihadapan Naysila.

“Ga ada.” Nay melanjutkan makannya.

“Nay aku main ke rumah kamu hari ini yah, sekalian minta izin sama orang tua kamu untuk nonton konser aku, kita tuh kaya anak remaja kemarin sore tau, status pacaran tapi ga boleh go public.” Mendengar itu Nay tersedak kuah baksonya sendiri dan hal itu sangat tidak enak, telinganya terasa berdengung sangking pedasnya.

“Pelan-pelan makanya, udah tinggal kuah padahal ya ampun” dengan cekatan Aksa memberikan segelas minum pada Nay.

“Jangan dulu yah Ka, nanti deh aku cari waktu yang pas oke?”

“Tapi kenapa Nay? Kamu malu sama ayah kamu karena aku cuma vokalis band kecil yang berharap rupiah dari tamu?” tanya Azka lesu.

“Enggak Azka, aku enggak malu sama sekali kalau pun kamu gak bekerja sekali pun aku gak perduli, rezeki bisa dicari, tapi aku mohon sama kamu jangan sekarang kalau mau kenalan sama ayah, lain kali aja yah aku janji.”

Dengan raut terpaksa Azka mengangguk namun ia tetap memaksakan untuk tersenyum, meski setitik rasa tak percaya diri membumbung bila mendapat penolakan seperti ini dari Nay, ia selalu merasa minder dengan Nay, tapi Azka berusaha mengenyampingkan hal itu. “Aku mau ke tempat anak-anak dulu, kamu aku tinggal bentar yah, jangan lupa nanti sore aku tunggu di basecamp.

“Iya sayang” ucap Naysila singkat sebelum akhirnya menyeruput teh es miliknya.

****

“Rupanya kamu menganggap sepele ancaman ayah Nay!”

Seketika Naysila tersentak mendapati sang ayah yang sudah merah padam menahan emosinya. Yah kali ini ia kembali pulang terlambat, padahal ia sudah yakin kalau malam ini ayahnya tidak akan pulang, ayahnya mengatakan kalau malam ini akan keluar kota yang membuat ia menambah sesi ‘bersenang-senangnya’ bersama teman-temannya tentu saja.

“Kamu mengerti bahasaha Indoonesia kan Nay? Apa telinga kamu sudah tidak berfungsi? sampai-sampai tidak satu pun ucapan ayah yang kamu dengar, apa mau kamu sebenarnya Nay? Pulang pagi, penampilan urakan mau jadi apa kamu haa? Kesabaran ayah udah habis Nay, kamu benar-benar menyepelekan ancaman ayah.” Berulang kali Esha menghembuskan nafas kasar menetralkan emosi yang sudah di ubun-ubun ia takut membuat anak gadisnya tak berdaya di tangannya sendiri.

“Ayah sudah memperingatkan ini dari awal, dan sekarang terima semua akibat kelakuan kamu. Mulai malam ini kamu tidak ayah perbolehkan kemanapun, dan semua dana kamu akan ayah bekukan sampai suami kamu datang menjemput, ” sulut sang ayah berapi-api.

“Maksud ayah apa?” tanya Nay seketika. Otaknya blank mendengar kata suami terlontar dari mulut sang ayah.

“Ayah sedang tidak berniat untuk menjodohkan Nay dengan siapapun kan?” tanya Nay was was, Nay lebih takut dengan drama perjodohan dari pada asetnya dibekukan percayalah.

“Mau gak mau kamu harus mau Nay, karena kamu sudah ayah nikahkan dengan anak teman lama ayah.”

“Nay gak ngerti maksud ayah. Nay tau dari awal ayah gak sayang sama Nay tapi gak gini juga yah, kalau memang ayah udah gak berniat membiayai Nay atau ayah udah muak dengan sikap Nay bilang aja yah Nay bakalan keluar sendiri dari rumah ini, tapi gak usah atur siapa jodoh Nay karena Nay sudah punya pilihan Nay sendiri.” Nay menjedah ucapannya. Ia tak ingin keceplosan apapun.

“Apa maksud ucapan kamu Nay?” Esha memelankan ucapannya kemudian memberikan senyuman sinis pada sang putri. “Mulai malam ini kamu selesaikan hubungan kamu dengan pemuda tersebut”

“Nay gak mau, sampai kapanpun Nay gak akan mau. Ayah nikahkkan saja anak yang ada di perut istri ayah jangan Nay”

“Naysila Candramaya!”

Nay tak menjawab lagi, ia paham ayahnya sudah sangat emosi dengan mengucap namanya lengkap. Air matanya luruh saat itu juga untuk yang pertama kalinya selama ia tinggal di kediaman ayahnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status