Share

Salah tingkah

Bukh

“Azka sudah” teriak Nay karena lagi-lagi Azka memukul suaminya.

Nay tidak bermaksud membela siapapun, karena menurutnya sama-sama keterlaluan, Aksa dengan sok berkuasanya dan Nay tidak pernah menyukai kekerasan, dan ini kali pertama melihat Aksa kelepasan seperti ini.

“kamu kenapa?” tanya Nay bersimbah air mata

“Nay maaf ... ” Nay mundur ia takut pada Azka yang seperti kesetanan tadi.

“Tangan kamu luka kamu obatin yah, aku pulang dulu.” ucap Nay setengah ketakutan

“Nay,” panggil Azka pelan.

“Kita bicara besok saja, aku pulang dulu.”

Nay benar-benar keluar dari base camp mereka berjalan kaki entah kemana, melihat Azka membabi buta membuatnya ketakutan dan ia enggan bersama Azka.

“Pulang sama aku.” Usai menatap semua teman-teman Nay Aksa beringsut keluar mencari Nay yang lebih dulu keluar.   

“Aku bisa pulang sendiri.” tolak Nay.

“Mama masuk rumah sakit” Nay menoleh seketika memastikan apa yang ia dengar barusan.

“mama khawatir menunggu kamu yang belum pulang, kamu janji pulang jam 11 sekarang jam berapa?” Nay benar-benar kebingungan ia lupa dengan janjinya pada mama Rani kalau akan tiba di rumah jam 11 malam dan ini sudah setengah tiga pagi.

“Mama? Mama kenapa Sa?”

“Sekarang kita kerumah sakit. Sebentar lagi mama akan dioperasi ayah kamu juga sedang perjalanan balik.” Mendengar kata ayah Nay merasa badannya lemas bukan main, Nay pasti kena marah besar, entahlah Nay bingung untuk menjelaskan seperti apa perasaannya saat ini.

“Kamu kenapa?” tanya Aksa karena Nay hanya diam.

“Pasti ayah bakalan marah lagi sama aku, ini semua karena aku yang terlalu ceroboh,  bayi mama bagaimana?” tanya Nay harap cemas

“Kamu tenang aja yah ada aku, sekarang kita kerumah sakit dulu” Nay masih belum beranjak bahkan  diam mematung seperti orang kebingungan parah.

“Nay, ayuk lebih cepat lebih baik,” Nay mengangguk menggegam pergelangan Aksa mengikuti langka laki-laki itu.

***

Nay bersyukur ternyata ia lebih dulu tiba di rumah sakit dari pada ayahnya, setidaknya yang ayahnya tau ia berada di rumah sakit menunggui mamanya.

“Yah” panggil Aksa menemui mertuanya yang baru keluar dari lift dengan kebingungan mencari kamar yang Aksa maksud.

“Maaf tidak menunggu ayah, dokter memutuskan untuk segera mengambil tindakan agar mama dan bayinya tidak kenapa-kenapa.”

“Terima kasih yah Sa, doakan semoga mama bisa melewati perjuangan panjangnya.”

“pasti yah, ayah duduk dulu. Ayah minum dulu tadi Aksa beli sebelum ke mari.”

“Ayah di sini saja, kamu temani Nay anak itu tampak lebih pucat,” tunjuk Esha pada putrinya yang bahkan tidak menyadari kedatangan dirinya

“Iya yah.”

“Aksa,” panggil Esha kembali

“Wajah kamu kenapa?”

“Ada insiden kecil yah, bukan masalah besar kok, ayah tenang saja,” ucap Aksa menutupi

“yah sudah kamu bersihin takutnya malah lebih parah.”

“iya yah,” ucap Aksa berjalan menuju tempat Nay menunggu di ruang tunggu sendirian

“Nay.”

“Hmm?” jawab Nay pelan, bahkan tatapan perempuan itu masih tetap kosong.

“Kamu gak papa?” sentak Aksa pelan sekedar membuat Nay sadar dari lamunan panjangnya.

“Belum ada kabar dari dokter?” bukannya jawaban, Nay malah memberi pertanyaan balik pada Aksa.

“mama masih di operasi mungkin sebentar lagi.” Nay mengangguk perasaannya lebih rileks tidak ada gurat kemarahan sang ayah yang sedari tadi ia takutkan bahkan mamanya juga sudah dalam penanganan.

“Sa kenapa ayah gak marah sama aku?”

“Nanti aku cerita sekarang kita temui ayah dulu, aku berani jamin ayah tidak akan marah sama kamu.”

“Nanti aja.” Aksa tak memaksa, bahkan laki-laki itu memilih duduk di samping sang istri.

“Sa.” Panggil Nay sepelan mungkin.

“Hmm?”

“Aku minta maaf yah atas perlakuan Azka sama kamu tadi, pasti sakit sekali tadi.”

Aksa mengusap bagian wajahnya yang mungkin tampak lebih membiru besok. “Lumayan, pukulan anak itu bisa mengurangi ketampananku.”

“Tapi kau tidak perlu minta maaf atas dirinya aku cukup keberatan mendengarnya.” Nay mengangguk patuh dan akan ia catat keengganan laki-laki itu untuk dirinya.

“Sa, kamu tunggu di sini sebentar yah, aku mau ke supermarket bentar”

“Ngapain? Mau beli apa? Biarkau aja udah pagi.”

“Mau beli pembalut, yakin mau beliin?”

“Yah sudah aku temanin saja kalau gitu.”

“Gak perlu nanti ayah nyariin gimana? Udah gak apa lagian aku gak nyebrang juga. masih di wilayah rumah sakit ini juga kan?”

Aksa mengangguk, memilih merebahkan tubuhnya karena ia belum menyentuh kasur satu hari ini, saat matanya hampir terpejam ia kembali mendongak.

“Ada apa?” tanya Aksa ketika Nay mencegatnya saat akan membaringkan tubuhnya secara sempurna.

“Aku belum punya nomor kamu, nanti kalau kamu pergi aku menghubungi kamu bagaimana?” Aksa tersenyum simpul mengambil ponsel Nay mengetikkan nomornya.

“Yah sudah kalau gitu aku turun, kalau tidak begitu mendesak tunggu aku sampai tiba.”

****

Nay tergopoh-gopoh dengan mangkuk kecil dan juga air dingin serta serbet yang masih terbungkus pada kedua tangannya.

“Sa, bangun bentar,” ucap Nay menuangkan air dingin tersebut pada mangkuk yang tadi ia beli

“kamu sudah sampai? Mana pembalutnya?”

“Ngapain nanya itu? Memang situ mau pakai?” tak ada jawaban dari Aksa pandangannya tertuju pada kegiatan Nay yang sedang membasahkan serbet yang entah kapan perempuan itu dapat

“Siniin wajahnya,” titah Nay membasuh memar yang dibuat oleh kekasihnya. Aksa hanya diam memperhatikan wajah Nay yang tampak serius mengamati wajahnya.

aauuww

keluh Aksa ketika Nay menekan luka memarnya kuat

“makanya matanya gak usah jelalatan gitu”

“aku mandangin yang halal kok gak boleh?” jawab Aksa mengambil serbet Nay mengusapnya sendiri.

Sementara Nay hanya terdiam dengan ucapan Aksa barusan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status