Share

Pilihan

Seorang pemuda lengkap dengan seragam biru lautnya tenga berbenah bersiap untuk berangkat pendidikan seperti biasanya. baru kemarin dirinya merubah status lajang menjadi seorang suami. Berbicara mengenai suami, dirinya sudah menyandang gelar tersbut diusianya ke 18 tahun kurang dua bulan lagi 19 tahun.

“Papa boleh masuk?” Aksa mengangguk kemudian melanjutkan kegiatannya merapikan rambutnya agar lebih klimis.

“Kau menyesal?”Dengan senyum sekilas, Aksa memasukkan buku yang kemarin malam sudah ia persiapkan untuk keberangkatannya hari ini.

“Menyesal? Tidak, memangnya apa yang harus Aksa sesali?” tanya Aksa dengan senyum yang tidak usai.

“Yah karena harus melepas masa bujangmu diusia muda seperti ini?”

“Tidak, Aksa tidak menyesal sama sekali.”

“Kau bisa mundur nak, papa tidak mau membuat kau berada dalam masalah.”

“Tidak ada yang menjadi masalah pa.” Aksa menjeda ucapannya sejenak, “Aksa kira pembicaraan ini sudah final tadi malam, Aksa terima. Pernikahan ini terjadi juga atas kehendak Aksa, tidak ada pemaksaan sama sekali.”

“Aksa hanya minta untuk tidak mengungkit pernikahan ini pada siapapun hingga sekolah Aksa selesai, sekolah dinas ini impian Aksa pa, papa yang menjadi saksi perjuangan Aksa sampai di titik ini, begitu juga dengan Nay, bagi Aksa Nay adalah anugrah yang datang tepat pada waktunya. Aksa titip istri Aksa sementara waktu.”

***

Pagi ini Nay terlelap nyaman dengan guling empuknya, bahkan terasa lebih hangat dari biasanya benar-benar nyaman terlebih gulingnya ini beraroma beraroma maskulin?

Tak

Auhhh

Tanpa belas kasih Nay menerjang Aksa ke depan yang membuat laki-laki itu terjungkang mencumbu lantai.

“Ngapain kau dikamarku haa?” tanya Nay menyilangkan kedua tangnnya di dada.

“Kamu yang kenapa? tiba-tiba menendang aku sampai jatuh ke lantai.” Nay lupa, ia benar-benar lupa kalau tadi malam di datangi seorang pemuda yang mengaku menjadi suami gantungnya, sial.

“Kenapa kau bisa di kamarku?” tanya Nay dengan tangan yang masih ditempatnya bahkan selimut tebalnya sudah melilit seluruh tubuhnya yang hanya mengenakan gaun tidur berdada rendah. Ia ingat, tadi malam sudah memastikan pintu kamarnya terkunci, sesekali perempuan itu mengusap wajahnya meraba apakan ada titik iler atau tai mata yang melekat di sana.

“Lalu menurutmu aku tidur dimana selain di kamarmu?” tandas Aksa berdiri menuju kamar mandi sambil menyantuh bokongnya yang terasa perih.

“Kau mau kemana?” tanya Nay panik saat laki-laki itu berjalan menuju kamar mandi di kamarnya.

“Kamar mandi, memangnya kenapa?”

“Jangan!” hentak Nay meraih tangan Aksa saat hendak meraih kenop pintu.

“Kenapa?”

“Pokonya jangan, awas aja kalau kau berani heyy”

“Tenanglah jangan membuat orang berfikiran aku memperkosamu, kalau mengenai dalaman pink yang kau takutkan aku sudah melihatnya dua kali tadi malam.”

Blam

Tanpa memberdulikan ponselnya tidak berfungsi lagi Nay melemparnya menuju kamar madi tersebut.

“Nyebeliiiinnn” teriak Nay tenggelam dalama selimutnya.

****

Suasana sarapan kali ini terasa lebih ramai dari biasanya, bahkan tidak ada yang menyinggung bagaiamana bom meledak di kamar sang putri ataupun raut masam dari Nay. Sementara Aksa laki-laki itu sudah berangkat pagi-pagi sekali karena jarak tempatnya bekerja dengan rumah Nay lumayan memakan waktu.

“Kamu gak mau makan sarapan kamu Nay, emangnya kamu gak ada kuliah pagi?” tanya Rani mencoba menyadarkan sang putri dari lamunannya.

Nay bersukur setidaknya tidak ada yang mengungkit kejadian barusan, ia bisa bernafas lega setidaknya untuk waktu yang tidak bisa diprediksi entah kapan.

“Nay, motor kamu masih dibengkel kan? kamu berangkat sama ayah aja.”

Nay hanya mengangguk pasrah, ingin rasanya ia memilih untuk pergi bersama temannya seperti teman-temannya yang lain tapi tentu saja itu hanya mimpi untuknya.

“Semangat dong kak, masa iya baru jumpa suami lesu gitu.”

“Ayah!”

“Papah!”

Teriak Nay dan Rani bersamaan, entah kesambet apa ayahnya tiba-tiba mengolok-olok putrinya.

Esha hanya terkekeh ringan mengacak rambut Nay pelan. Sebelum beralih pada perut Rani, seperti biasa laki-laki itu selalu membiasakan bercengkrama dengan anak yang berada dalam kandungan Rani sebelum berangkat kerja. Seperti sudah menjadi rutinitas Nay hanya melanjutkan menyantap sarapannya tanpa terganggu seperti biasanya.

***

“Tapi menurut aku bagusnya kita menggunakan tanda tanya diakhirnya agar lebih menarik.”

“Bukannya itu malah membuat ambigu?”

“Yah, tujuannya memang itu agar mereka tertarik untuk ikut menonton, karena pertanyaan ambigu ini.”

“Oke, kita pakai tanda tanya saja kalau gitu.” Nay tersenyum mengangguk.

“Berarti kita cetak spanduk, banner, sama nyebarin brosur untuk judul dan desainnya sudah fix yahh, gimana ketua?” tanya Nay pada presentasinya. Satu bulan lagi kampus mereka milad yang ke 25 tahun, Nay dan teman-temannya mendapat tugas membuat Pensi di siang hari menjelang sore dan malamnya akan ada bazar sekaligus penutupan dari rektor, berhubung Nay dalam tahap ‘dihukum sang ayah’ Nay tak berani mengambil job untuk malam hari, ini saja ia harus membawa teman-temannya agar diberi izin untuk pulang terlambat karena rapat untuk Pensi yang sedang ia dan teamnya tangani.

“Nyebar brosur sama banner aku aja, aku sekalian bantu Azka nyebar tiket konser,” tawar Nay mengambil bagian.

“Huu bilang aja mau curi-curi waktu biar bisa jalan sama si doi kan?”

“ Kok kamu pintar sihh? Eh guys aku duluan yah, si DOI udah nyampai noh” ucap Nay melihat sosok Azka yang sudah menunggu dirinya diambang pintu sekretariat.

“Tiati yah Nay, salam sama si doi.”Dengan mengedipkan sebelah matanya Dewi mengatakan hal itu pada Naysila, karena hanya Dewi lah yang tahu hubungan Nay dan Azka sebenarnya.

“Ka, kamu dapet salam dari Dewi,” teriak Nay membereskan tasnya.

“Salam balik bilang dari aku.”

“Tuh disalamin balik.”

“Ka, ntar malem sama aku yah. Staycation aja kita,” canda Dewi yang mendapat delikan tajam dari Nay karena Azka yang meresponnya dengan mengedipkan sebelah mata pada Dewi.

“Gak usah ngambek dong cantik kamu tetap yang nomer satu dihatiku.”

“Serius?” tanya Nay menyipitkan matanya seolah tidak mempercayai ucapan Azka.

“iya dong, kamu nomor satu nomor dua si....”

Akh

“Sakit sayang, kejam banget sih, cuma kamu yang ada di hatiku,” keluh Azka meraba perutnya yang mendapat serangan tiba-tiba dari Nay.

Bukannya tersipu malu Nay malah memukul dada Azka kemudian berlalu begitu saja

“Loh kok, sayang kamu mau kemana? Aku bercanda saja tadi?”

“Memang yang marah siapa? Aku juga bercanda marahnya weee.”

“Ooo kamu sudah berani yahh jangan lari, awas kamu kalau sampai ketangkap,” teriak Azka berlari mengejar Nay.

___

“Capek?” tanya Azka menghampiri Nay yang sedang berteduh dibawah pohon ketapang yang sedikit menyelamatkan dirinya dari teriknya panas matahari, meski hari sudah beranjak sore tapi sengatan matahari tak menurunkan esensinya sebagai penyedia sumber energi panas di bumi.

“Lumayan, brosurnya tinggal dikit sih, nanti temanin aku lagi ngambil Banner yah, setelah itu kita makan aku lapar”

“Memangnya kapan kamu kenyang Nay, pipi kamu sudah seperti bapau, apa lagi sekarang seperti bapau isian tomat merah” ujar Azka menyubit pipi Nay pelan.

“Jangan pegang, muka aku lagi sensitif.”

“Iya seperti orangnya.”

“Apaan sih, gak jelas kamu Ka.” Saat itu pandangan Nay tertuju pada sosok laki-laki jangkung tengah berjalan kearah dirinya, siapa lagi kalau bukan Aksa, laki-laki yang mengaku sebagai suami gantungnya.

Saat itu juga jantung Nay seperti akan meledak, bagaimana bila Azka menanyakan siapa laki-laki itu. Ia yakin betul kalau laki-laki itu mengunjungi dirinya.

“Nay, kamu kenapa? Minum dulu Nay” titah Azka memberikan satu botol air mineral

“Nay” panggil seseorang yang sedari tadi sudah mengemati dua sejoli itu dari tadi.

“Anda siapa?”

“Saya kenalannya Nay.”

“Oh itu dia... dia sepupu dari mama Rani, kenalin sayang dia Aksa, Sa kenalin pacar aku Azka.” Nay menyungginggkan senyum miringnya, seolah mempastikan kalau dirinya bukan milik laki-laki itu.

“Ibu tiri kamu itu?” Nay mengangguk cepat, ia tak mungkin bercerita kalau laki-laki itu sepupu dari kedua orang tua kandungnya, karena ayah dan bundanya merupakan anak tunggal.

“Azka.”

“Aksa.”

Nay berusaha tetap tersenyum pada Aksa yang menatapnya aneh, karena tidak pernah sekalipun ia mau mengakui Azka sebagai pacarnya, tapi pada Aksa, mulut Nay bergitu lancar mengatakan kalau Azka adalah pacarnya.

“Tadi ayah nelepon aku minta aku jemput kamu, kamu sudah tidak ada jadwalkan?”

“Dia pulang bersama ku, kau tenang saja.”

“Sayangnya ayahnya memeprcayai anaknya denganku, cepatlah!”

“Aku pulang bersama Azka, kau pulang saja sendiri.”

“Baik lah kalau begitu aku akan menghubungi om Esha, mengatakan kalau putrinya lebih memilih pulang bersama kekasihnya dari pada orang yang ia percayakan untuk menjemput anak gadisnya. Hmm aku jadi penasaran bagaimana nantinya.”

Nay dibuat semakin panas dingin menahan kesal, tentu ia tak mau kalau laki-laki itu mengatakan hal yang sebenarnya pada sang ayah.

“Oke aku pulang sama kau, Ka sori tapi aku gak mau berantem sama ayah, maaf yah.”

Azka memaksakan dirinya untuk tersenyum ,“Dia bisa dipercayakan?” Yang hanya mendapat anggukan dari Nay.

“Yah sudah, aku tidak masalah.”

“Tapi ka kamu beneran gak marah kan?”

“Gak apa sayang aku juga mau siap-siap untuk konser malam ini, kalau bisa temui aku malam ini,” bisik Azka yang masih bisa didengar oleh Aksa.

***

“Ini bukan jalan ke rumah, kau mau bawa aku kemana?” tanya Nay setengah malas.

“Sudah hampir malam kita mampir dulu untuk mengisi perut.” Tak ada penolakan dari Nay perempuan itu hanya diam saja karena sebenarnya pun ia juga kelaparan dari tadi.

“Turun.” Titah Aksa. Entah sejak kapan dirinya tertidur di dalam mobil Aksa?

“Sabar dong masih ngantuk juga.” Tak ada jawaban dari laki-laki itu, bahkan Aksa memilih berjalan lebih dulu meninggalkan dirinya yang masih berbenah merapikan penampilannya.

“Dih main tinggal, apaan coba begitu? Nyebelin sumpah!” Gerutu Nay mengikuti Aksa yang tidak menunggu dirinya barang sebentarpun.

“Pak, boleh minta sedekanya saya belum makan.”

“Maaf yah saya sedang buru-buru.”

“Dasar.” Gumam Nay ngedumel melihat kelakuan laki-laki tersebut pada salah satu pengemis yang sedang duduk tidak jauh dari restoran yang akan mereka masuki..

“Untuk makan yah.” Ucap Nay memberikan bebrapa lembar duit dari sakunya.

“Maafin laki-laki barusan yah, dia memang kaku kaya sapu lidi.” Ucap Nay tersenyum, setelah itu menyusul Aksa yang lebih dulu masuk kedalam restoran.

“Kenapa?” tanya Aksa melihat raut merendahkan dari sang istri.

“Heran aja, katanya udah mapan ngasih orang yang membutuhkan aja pelitnya luar biasa, mendingan Azka kemana-mana, walalupun pemasukaannya tidak besar dia tidak pernah pelit dan berlaku kasar seperti tadi,” hardik Nay merasa di atas angin bisa memberi perbandingan tanpa harus memuji Azka berlebihan.

“Sudah? Kalau gitu nikmati makanan mu setelah itu aku antar pulang, aku harus kembali ke lokasi.” Nay hanya menghembuskan nafas kasar kemudian menyantap makanan yang sudah siap entah kapan datangnya.

Makan malam pertama mereka berdua hanya diselimuti keheningan, sikap tenang Aksa makin menambah daftar muak Nay, laki-laki itu benar-benar bukan tipenya, lagian mana ada makan malam pertama hanya di isi keheningan bahkan sampai selesai? Kaku banget memang tuh laki.

“Terima kasih,” ucap Aksa pada pelayan yang membawakan bill mereka.

“Makanan untuk pengemis sudah dimasukkan dalam billnya juga pak”

“Iya ga papa.”

“Sudah? Cepatlah aku sedang terburu-buru.” Nay yang tadinya menunduk, mendongak seketika. Kenapa jadi begini? Apa ia telah melewati sesuatu?

“I...iya” lagi-lagi Nay mendesah tapi kali ini berbeda. Dan kembali berjalan dibelakang Aksa dengan perasaan tak menentu, antara malu, bodoh, dan tak enak, Nay tak mengerti kenapa ia bisa seperti itu.

“Sudah sampai, maaf aku tidak bisa mampir sampaikan salamku pada mama dan ayah sekaligus maafku karena tidak bisa mampir aku benar-benar sudah ditunggu.” Cukup lama Nay terdiam dan tidak tau harus melakukan apa.

“Ma...af,” cicit Nay pada akhirnya.

“kenapa?”

“Aku minta maaf sudah berbicara seperti tadi.” Dengan setengah meremas rok putih yang Nay kenakan, namun tetap mempertahakan mimik mukanya sebiasa mungkin.

“Ooh yang tadi, wajar kamu beranggapan seperti itu, karena memang sikapku pada mereka rawan anggapan sombong oleh siapapun, lagi pula aku tidak sepelit itu Nay. Dan menurut aku mereka masih sangat muda untuk pekerjaan seperti itu, mereka anak muda yang seharusnya berkarya. Dan aku lebih suka berbagi makan tanpa mereka tau siapa yang memberinya, karena dengan perut terisi otak akan berproses, dari pada memberi uang yang aku takutkan mereka menggunakan untuk hal yang tidak baik. maaf bukan aku tidak mau melayani kamu istriku tapi aku benar-benar sudah ditunggu orang.” Nay memutar bola matanya kesal, kemudia turun dari mobil yang entah milik laki-laki itu atau siapapun, Nay tak perduli.

“Salam sama ayah mama, sampaikan maafku tidak bisa berbincang barang sebentar.”

“sudahlah lebih baik kau pergi saja, bila perlu tidak usah datang lagi.”

“Satu lagi malam ini di rumah saja jangan datang ke konser itu.” Nay tak perduli ia justru masuk kedalam rumahnya. Padahal ia tadi berniat untuk menunggu laki-laki itu terlebih dahulu.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status