Share

Bab 5 Partai Iblis Darah

Angling berlari cepat mengejar gadis cantik berpakaian kumal tersebut. Entah mengapa tubuhnya reflek begitu saja, dan saat ia sudah mendekat, Angling melompat untuk menerkamnya.

Mereka berdua berguling-guling di permukaan tanah, dan kedua mata mereka saling memandang. Seakan-akan tatapan itu penuh arti.

“Aishwarya Chandra?” gumam Angling dengan mata melebar, dan suara gumaman Angling dapat didengar oleh kedua telinga Chandra. 

Chandra menatap nyalang Angling masih dalam keadaan berguling-guling di permukaan tanah, dan menendang singkong premium milik pemuda berambut sebahu tersebut, “Dasar laki-laki mesum!”

“Aakh!” pekik Angling dengan tubuh terpental beberapa meter, lalu berguling ke kiri, dan ke kanan sambil memegangi singkong premium miliknya.

“Berani kau menyentuh tubuhku, hah?”

“Bu-bukan, aku tidak bermaksud seperti i-itu,” sergah Angling mencoba bangkit berdiri, tetapi tetap tidak mampu karena singkong premiumnya masih merasakan ngilu setelah ditendang oleh Chandra.

Secepat mungkin Angling memulihkan tubuhnya, terutama bagian singkong premium yang ditendang oleh Chandra menggunakan ajian cakra manggilingan, yakni tingkat pertama ajian serat jiwa. Ia takut kehilangan Chandra yang merupakan ‘Tabib Dewa.’

Di kehidupan sebelumnya, Angling pernah bertemu dengan Chandra dalam medan pertempuran, dan pada akhirnya tubuh Chandra dikorbankan untuk dikendalikan oleh salah satu dewa sesat, yakni Dewi Lembu Durga.  

Maka dari itu Angling harus mendapatkan Chandra sebagai titik penting untuk mencegah, ataupun memenangkan peperangan, sehingga merubah takdir bumi selamat dari dewa sesat, dan juga bangsa siluman. 

“Lalu kenapa kau mengejarku? Hah!” bentak Chandra sambil menarik kerah baju Angling.

“Aku hanya Raja kerajaan Awan Merah untuk mencari wanita bernama Aishwarya Candra, dan ciri-cirinya persis seperti Nona. Jadi aku mengejar Nona, dan aku pikir Nona adalah Aishwarya Chandra,” balas Angling beralasan.

Padahal di kehidupan sebelumnya pun Angling hanya melihat sekilas wajah Aishwarya Chandra.

Chandra semakin mengeratkan cengkraman tangannya di kerah baju Angling, dan menyergah keras, “Bohong! Pasti kau orang-orang dari partai Darah Iblis kan?”

“Kalau Nona tidak percaya. Nona bisa berbicara dengan guruku Empu Satria —-”

“Empu Satria?” potong Chandra dengan mata membulat, dan melanjutkan, “Apa itu benar?”

“Ya, Nona. Itu benar, aku memang sengaja datang ke Desa Pasir Merak bersama guruku yang diutus oleh Raja Sabdo Pandito dari Kerajaan Awan Merah untuk menyelamatkanmu dari partai Kelabang Iblis,” jawab Angling dengan mantap.

Chandra menghela nafas lega sambil melepaskan cengkraman tangannya dari kera baju Angling, “Syukurlah, aku pikir aku takan selamat.”

“Dasar wanita barbar! Di kehidupan sebelumnya pun kau masih seperti itu. Selalu saja menyerang tanpa pernah berpikir taktis,” gerutu Angling dalam batinnya.

“Maafkan aku, kisanak. Aku kira kamu mau merebutku dari anggota partai Kelabang Iblis, dan membawa ke partai Iblis Darah,” tutur Chandra dengan menunduk sesal, karena telah bersikap tidak sopan pada Angling.

“Tunggu!” Angling panik, dan langsung menarik tubuh Chandra untuk tertelungkup di permukaan tanah. “Ada yang datang, dan jumlahnya sangat banyak, kita harus kembali ke desa!”

Mereka berdua segera berlari ke desa, karena merasakan energi metafisika dalam jumlah besar sedang bergerak ke arah Desa Pasir Merak.

Semua warga berlindung di balik tubuh Empu Satria yang sudah sadar. Mereka agak ketakutan dengan Karbara Abiyasa yang masih memakan mayat-mayat anggota partai Kelabang Iblis.

Empu Satria yang tidak tahu kalau Abiyasa adalah hewan penjaga suci milik Angling bersiap menyerangnya.

“Ajian tongkat pemukul ku —”

“Tunggu Guru!” potong Angling sambil berdiri di depan Abiyasa yang malah enak-enakan mengunyah kepala-kepala mayat anggota partai Kelabang Iblis. 

Kemudian Angling melanjutkan dengan raut muka mengiba, “Ini adalah temanku. Namanya Karbara Abiyasa. Jadi guru jangan memukulnya. Nanti aku jelaskan. Lebih baik sekarang kita bawa semua warga Desa Pasir Merak untuk mengungsi dari sini. Soalnya mereka sudah dekat, dan jumlahnya sangat banyak.”

Empu Satria menyetujui usulan Angling dengan mengangguk pelan. Pria berjenggot putih juga merasakan energi metafisika dalam jumlah yang sangat banyak bergerak ke arah Desa Pasir Merak.

“Ini buruk, kalau mereka berhasil menemukan kita. Pasti mati, aku sangat paham energi metafisika ini bukan pendekar biasa. Mereka pasti dari partai Iblis Darah yang sangat kejam,” gumam Empu Satria.

“Semuanya ikuti Nona ini!” titah Angling.

Para warga pun diarahkan oleh Chandra untuk menuju ke hutan terlarang di sebelah barat Desa Pasir Merak.

"Angling, ayo kita juga menyusul!" ajak Empu Satria.

"Tidak, Guru. Aku akan bersembunyi disini bersama Abiyasa. Aku hanya ingin memastikan mereka selamat. Kalau mereka dapat mengendus keberadaan wara, setidaknya aku masih bisa melawan mereka untuk mengulur waktu —"

Empu Satria memukul kepala Angling, karena selalu saja keras kepala kalau masalah tolong-menolong orang lain, "Bahaya bodoh!"

Angling meringis kesakitan sambil mengelus-elus cepat kepalanya yang sakit, "Guru kenapa memukul kepalaku? Sakit tahu!" 

"Aku tidak ingin kau mati. Mereka bukan lawan yang mudah kau taklukan. Aku pernah bertarung dengan mereka, paham!" sergah Empu Satria kesal, karena Angling masih saja keras kepala disaat situasi genting seperti ini.

Angling berdehem keras ke arah Abiyasa yang sudah kekenyangan setelah memakan semua mayat anggota partai Kelabang Iblis. Abiyasa tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang tajam, tetapi bersih putih setelah memakan banyak mayat.

Kemudian Abiyasa berlari, dan menggigit bagian baju Empu Satria, lalu membawanya masuk ke dalam hutan.

"Woy, Serigala laknat! Kau mau dapat kutukan karena memperlakukan orang tua sepertiku, hah?" berontak Empu Satria, tetapi Abiyasa pura-pura tidak mendengarnya.

Setelah punggung Abiyasa tidak terlihat, Angling masuk ke dalam salah satu rumah penduduk yang paling ujung. Setelah itu terdengar suara hentakan sepatu kuda dengan jumlah yang sangat banyak.

Seorang pria memakai topeng hitam turun dari kudanya dengan raut muka dingin di balik topengnya. Ia mengedarkan energi metafisikanya ke seluruh wilayah untuk mencari keberadaan Aishwarya Chandra, ataupun penduduk yang masih tersisa.

"Sial, mereka semua telah dihabisi. Siapa yang berani membawa harta berhargaku," gumamnya dengan menggertakan gigi. 

Kemudian ia melompat ke belakang untuk menaiki kudanya kembali, lalu berteriak, “Bakar semuanya!”

Pasukan utama partai Iblis Darah mengeluarkan bola api dari telapak tangan mereka, dan menembakkannya ke arah rumah-rumah penduduk.

Si Jago Merah dengan cepat melahap rumah-rumah penduduk. Kobaran api membumbung ke langit, pasukan yang dipimpin oleh pemimpin utama partai Iblis darah bernama Arya Dewangga itu pun pergi. 

Angling masih tetap berada di dalam rumah penduduk yang paling ujung sedang bersila menyerap energi metafisika yang sangat besar untuk menerobos fase selanjutnya, yakni fase kayu bintang satu.

"Aku berhasil dengan cepat naik budidaya fase kayu bintang satu. Namun resiko dari mempelajari teknik budidaya serat jiwa akan muncul setelah aku mencapai tahap emas. Karena hanya para pendekar dengan koin emas yang banyak yang bisa menggunakan teknik budidaya ini yang membutuhkan banyak sumber daya," gumamnya sambil mengarahkan telapak tangan kirinya yang sudah memunculkan lubang hitam ke depan.

Pria bertopeng hitam itu bukan pendekar sembarangan. Ia telah mengetahui keberadaan Angling, dan mengutus anak buahnya yang pandai dalam pembunuhan senyap.

"Habisi dia!"

Tiba-tiba muncul di bagian belakang pelana kuda seorang pria memakai baju ninja berwarna hitam dalam keadaan berlutut satu kaki.

"Siap, Tuan!"

Sosok pria tersebut hilang dari pandangan pria bertopeng dengan tubuh berkedip, walaupun pria bertopeng hitam tersebut tidak menoleh untuk melihatnya. 

Sosok pria tersebut memiliki ajian meringankan tubuh yang sangat mumpuni, yakni ajian saipi angin. Hanya dalam sekejap mata, jarak 500 meter itu ditempuh, dan tiba di dalam rumah yang sedang didiami oleh Angling, dan dalam keadaan api berkobar-kobar membakar bagian dalam rumah.

“Pemuda yang sangat tampan, tetapi tuanku menginginkan nyawamu! Ajian Candra Kembar!” 

Sosok tersebut mengeluarkan kedua pedang dari cincin ruangnya, lalu di tebaskan secara diagonal ke arah leher Angling. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status