Share

Bab-9 Kutukan Maung Lodaya

Angling panik, sebab mengira Maung Lodaya akan menerkam warga desa Pasir Merak yang pingsan untuk dilahapnya. Kemudian ia melompat ke arah Maung Lodaya yang sedang mengaum untuk menghentikan gelombang pasir Gandiwa.

Namun usaha salah paham dari Angling itu berbuah manis, Maung Lodaya berhasil dihantam kepalanya dengan seruling emas.

Perlahan tubuh Maung Lodaya lenyap, tetapi sebelum tubuh Harimau berwarna jingga tersebut lenyap, mulutnya terbuka, dan menghisap semua pasir Gandiwa.

“Aku mengutukmu, Angling Madangkara! Kau akan merasakan haus darah ketika bulan purnama, dan hanya bisa sembuh kalau kau menemukan pasir Gandiwa!”

Suara menggelegar tersebut adalah suara Maung Lodaya yang tak terima dirinya dihantam seruling emas, dan membuat tubuhnya kembali tersegel di dalam seruling emas.

“Apa? A-aku salah paham terhadap Maung Lodaya?” Angling matanya membulat, karena apa yang dilakukannya pada Maung Lodaya justru jadi bumerang baginya.

Empu Satria yang mengetahui pasir Gandiwa yang sangat susah didapatkan langsung berjalan cepat ke arah Angling, dan menamparnya, “Murid bodoh! Kau lagi-lagi buat perkara!”

“Maafkan aku, Guru. Aku mengira Maung Lodaya akan melahap para warga,” balas Angling dengan berlutut lemas di hadapan sang Guru.

Empu Satria menghela nafas panjang sambil memijat keningnya beberapa kali, dan mengeluh, “Kali ini aku tidak mampu menolongmu. Pasir Gandiwa itu sangat susah dicari, dan pasir yang ditelan oleh Maung Lodaya itu merupakan pasir Gandiwa terakhir yang berada di benua Sangakama.”

Di benua Sangakama terdiri dari 9 kerajaan dan setiap kerajaan terpisah oleh laut. Kerajaan utamanya adalah kerajaan Awan Merah yang menjadi poros utama di wilayah Benua Sangakama.

Di sebelah barat Kerajaan Awan Merah ada Kerajaan Swarnadwipa, di sebelah barat laut Kerajaan Mogharwala, di sebelah utara Kerajaan Pringgandani, sebelah timur laut Kerajaan Indraprasta, sebelah timur Kerajaan Anumerta, di sebelah tenggara Kerajaan Nagaloka, di sebelah selatan Kerajaan Bestari Manungga, dan di sebelah barat laut Kerajaan Lokapala.

Di kehidupan sebelumnya, Angling sama sekali tidak menemukan informasi tentang pasir Gandiwa. Maka dari itu sementara ini Angling fokus terlebih dahulu membangun padepokan di kota Lotus Api.

“Baiklah, Guru. Ini adalah takdir kutukan yang harus aku emban. Aku harap Guru bisa memimpin para warga kota Lotus Api. Satu minggu lagi aku akan pergi mengembara mencari Pasir Gandiwa, dan selama satu minggu ini aku akan membantu Guru memulihkan kota Lotus Api,” balas Angling tertunduk lesu. 

Empu Satria tentu saja tidak tega melihat murid kesayangannya itu harus menanggung beban kutukan haus darah dari Maung Lodaya. Ia hanya bisa memeluk Angling dengan bulir-bulir bening menetes deras di kedua pipinya.

***

7 hari kemudian.

Angling sudah memberikan semua hartanya pada Empu Satria, dan mengangkatnya sebagai Adipati Lotus Api.

Dengan pengetahuannya, Angling berhasil membuat formasi array berbentuk kubah pelindung di wilayah kota Lotus Api. Kubah pelindung tersebut sangat berpengaruh pada Siluman, dan bisa membunuhnya dalam sekejap mata.

Semua warga desa telah ditanamkan segel budak oleh Angling. Segel budak tersebut bukan memperlakukan semua warga sebagai budak, tetapi juga sebagai tanda pengenal para warga.

Siapapun orang luar yang masuk harus menggunakan tanda segel budak, dan hanya bertahan selama satu jam untuk orang luar. Namun untuk semua warga kota Lotus Api itu bersifat permanen.

“Syukurlah, rupanya di dalam harta karun ruangan Pasopati itu ada batu kristal Sangkunawa yang bisa digunakan untuk membuat formasi array empat dewa arah mata angin,” gumam Angling yang sedang berbaring di atas dahan pohon.

“Kang Mas, aku datang!” teriak Bayanaka.

Angling pun terkejut, dan tubuhnya meluncur cepat ke permukaan tanah, “Aw! Miaw!”

“Kang Mas, kau tidak apa-apa?” Bayanaka panik, dan langsung memapah tubuh Angling.

“Tidak apa-apa. Ini terimalah!” Angling mengeluarkan kitab Pasopati dari cincin ruang di jari manis kirinya, dan memberikannya pada Bayanaka, “Pelajari, dan jaga kota ini selama aku pergi!”

Bayanaka menerima kitab Pasopati tersebut dengan menunduk hormat ke arah Angling, “Baik, Kang Mas.”

Candra pun datang dengan mata berkaca-kaca, sebab ia tahu Angling akan pergi meninggalkan kota Lotus Api untuk mengembara mencari pasir Gandiwa.

Angling mendekati Candra, dan menyeka bulir-bulir bening yang membasahi kedua pipinya, “Jangan menangis. Aku pasti kembali, dan ini ketiga hadiah untukmu!”

Pria berhidung mancung tersebut mengeluarkan kitab Dewa Obat yang ia susun selama 7 hari terakhir, kitab pedang Naga Candra, dan cincin ruang perak berisi batu kristal Amogha Wardhana, yakni sebuah batu kristal yang mampu diserap oleh para pendekar untuk meningkatkan fase wadah induk tenaga dalam beserta tenaga metafisikanya secara bersamaan.

“Te-terima kasih. Aku harap kamu kembali, hiks-hiks ….”

Candra tak kuasa menangis sesenggukan, lalu memeluk Angling dengan sangat erat. Gadis berambut hitam panjang lurus tersebut telah tumbuh benih-benih cinta pada Angling. Karena Angling sangat peduli padanya selama 7 hari terakhir, dan selalu membantunya dalam menyelesaikan setiap kesulitan dalam meramu berbagai pil obat.

Angling memanggil Karbara Abiyasa dengan meniup seruling emasnya, dan keluar dari dalam bayangan tubuhnya. ia segera melompat untuk menaiki punggung Serigala hitam yang telah bertambah tinggi setinggi 4 meter.

“Ayo, Abiyasa!” seru Angling sambil mengelus lembut kepala Abiyasa, dan disahuti dengan lolongan. Kemudian Serigala hitam raksasa tersebut lari sekencang-kencangnya menuju ke arah utara menuju Kerajaan Pringgandani.

Setelah satu jam Angling meninggalkan kota Lotus Api, datang gerombolan partai Iblis Darah yang dipimpin oleh Rasputi. 

Di dalam partai Iblis Darah ada tingkatan-tingkatan yang ditunjukan dengan warna ikat pinggang. Mulai dari putih, hitam, perak, emas, biru, dan merah.

Rasputi merupakan pemimpin dari tingkatan pasukan emas yang dimiliki oleh partai Iblis Darah. Makanya pasukan Rasputi hanya berjumlah 15 orang, tetapi semuanya di fase batu bintang satu.

“Berhenti!” teriak Rasputi sambil menarik pelana kuda, supaya kudanya berhenti, dan keempat belas kuda anak buah Rasputi juga berhenti.

Kepalanya mendongak ke atas penuh kesombongan, dan matanya fokus ke arah kubah pelindung berwarna biru transparan.

“Ketua, sejak kapan kota mati ini ada kubah pelindung?” tanya salah satu anak buahnya yang berada di belakangnya.

Ia menoleh dengan tersenyum menyeringai, dan melakukan gerakan tangan mencekik ke arah leher anak buahnya tersebut.

“Ke-ketua, ja-jangan!” kata anak buah Rasputi dalam keadaan tercekik. Lalu tubuhnya tiba-tiba terlempar ke arah lapisan bagian kubah pelindung yang melindungi bagian depan pintu masuk kota Lotus Api.

Suara ledakan seperti dentuman meriam disertai kobaran api muncul di lapisan luar kubah pelindung di bagian pintu depan kota Lotus Api. Setelah tubuh anak buah Rasputi menghantam bagian luar lapisan pelindung.

Pasukan keamanan dari suku lotus salju yang berada di atas menara pengawas meniup peluit. Bayanaka yangs berjaga di kubah atas istana padepokan Lotus Api segera menarik busur panah Pasopati, dan melesatkan anak panah yang diciptakan dari tenaga dalamnya ke arah gerombolan Rasputi dari jarak 1 km.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status