Jing Yue hanya menggelengkan kepala."Ibu, lihatlah! Ibu bisa melihat sejauh mana perkembanganku." Jing Ling begitu bersemangat, lalu dia melompat ke tengah ruangan dengan gerakan lincah. Di hadapan Jing Yue dan seluruh papan peringatan Keluarga Jing, Jing Ling memainkan tombak itu dengan penuh semangat. Satu kali gerak Sambaran ke udara berhasil menimbulkan gelombang angin besar yang membuat semua tirai di ruangan itu bergerak melambai. "Menyambar kuat seperti ekor naga raksasa, tapi juga lentur dan lembut saat diayunkan!" teriak Jing Ling sembari terus mengayunkan tombak itu sambil melakukan gerak berputar, menusuk ke depan, memutar bilah tersebut dengan gerakan lincah."Gelombang angin yang berderu kencang cukup untuk merobohkan bukit anakan!"Pemuda itu lalu melompat cukup tinggi dan menyabetkan mata tombak ke tirai yang digantung sebagai hiasan. Hanya dalam satu kali sabetan saja, kain merah itu terpotong menjadi dua bagian dan melayang terbang dengan sangat lembut, lalu jatuh
"Jika Ibu bertanya, apakah aku takut?" Jing Ling berkata jujur. "Tentu saja aku takut. Bahkan sangat takut. Mendengar cerita tentang kekejamannya saja hatiku sudah bergetar dan ragu. Tapi aku akan berusaha mengatasi ketakutan itu demi keluargaku!" "Ibu, mohon doakan aku agar aku bisa menjadi lebih kuat dan dapat memenuhi harapan Ibu!" Jing Ling mengepalkan kedua tangannya.Jing Yue semakin terharu. "Tentu saja ibu akan selalu mendoakanmu. Hanya kamulah satu-satunya kebahagiaan, kebanggaan dan harapan ibu." "Doa saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan latihan yang keras. Ibarat seseorang ingin mengangkat gunung, tapi bergerak saja malas." Suara orang lain mengejutkan keduanya. "Ayah!" Jing Ling berseru kegirangan saat berbalik badan dan melihat Hua Yan, Hua Fei dan Hua Lin sudah berdiri di sana dengan sikap tenang lagi anggun. "Ayah datang." "Mmhh. Aku ingin bicara beberapa hal dengan ibumu," ujar Hua Yan sambil melangkah mendekati Jing Yue."Silakan, Ayah." Jing Ling memberi
Sebenarnya, apa yang membuat mereka harus pergi secepat itu?Beberapa hari yang lalu.Setelah mendapat perawatan dari tabib, luka-luka Jing Ling dan Hua Fei sudah semakin membaik. Begitu pula dengan keadaan Hua Yan yang tidak lagi terlalu mengkhawatirkan. Siang hari itu, Hua Yan duduk santai di ruangan pribadinya dengan ditemani oleh Hua Wu yang begitu setia melayani sang guru."Guru, ada salah seorang murid yang baru saja keluar lembah, dan dia menemukan kertas ini di jalanan." Hua Wu membungkuk hormat seraya menyerahkan beberapa lembar kertas kepada Hua Yan.Hua Yan langsung membaca tulisan yang tertera pada kertas putih tulang yang baru saja diterimanya. Munculnya beberapa garis kerutan di dahi pria itu, seharusnya adalah suatu pertanda tentang bagaimana ia sedang berpikir keras.Hua Yan bergumam lirih. "Kompetisi tahunan ...." Setelah bergumam, Hua Yan langsung menyembunyikan kertas tersebut di tempat yang aman."Benar, Guru. Murid-murid lain sudah ramai membicarakan ini saat jam
Wajah Hua Fei menunjukkan kekhawatiran yang tidak dibuat-buat."Sudah paman bilang, kalau paman tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari racun dalam tubuh paman. Apakah kamu lupa siapa pamanmu ini?" Hua Yan menepuk lembut bahu Hua Fei."Aku adalah salah seorang dari tiga ahli racun yang ada di wilayah Kekaisaran Han ini. Aku bukan hanya dapat menekannya, tetapi juga pasti bisa membuat penawarnya." "Ah Fei tentu saja selalu ingat. Aku hanya tidak ingin racun itu akan menjadi pengganggu yang merepotkan paman nantinya." Hua Fei tetap merasa cemas. Hua Yan tersenyum lembut sebelum berkata, "Paman tahu akan kekhawatiranmu, Ah Fei. Tapi percayalah kalau paman akan baik-baik saja di bawah perawatan Tabib Guo. Beliau adalah adik seperguruan mendiang kakekmu, tentu saja Tabib Guo bisa dengan mudah mengatasi racun kecil ini."Walaupun Hua Yan mengatakan kalau itu hanya racun kecil, tetapi sesungguhnya ada suatu hal yang masih menjadi ganjalan pikiran pria tersebut, yaitu tentang
Hua Fei yang baru saja selesai merapikan pakaian Hua Yan pun segera menghadapkan muka ke wajah sang paman. Ada kecemasan pada cahaya matanya yang tak dapat disembunyikan.Hua Yan tersenyum, menepuk bahu Hua Fei dengan lembut. Pria itu kemudian berkata sambil berjalan menuju ke pintu keluar. "Kita serahkan saja semuanya pada takdir."Hua Fei merasa sedih dan tidak puas dengan jawaban Hua Yan. Dia lalu mengikuti langkah pria yang merupakan pelindung terbesarnya. Jika Hua Yan saja berkata demikian, bukankah itu artinya jikalau racun itu sebenarnya tidak mudah ditangani?Hua Fei tidak berharap apa pun selain daripada kesehatan sang paman, orang yang merupakan satu-satunya saudara muda mendiang sang ayah."Sepertinya paman mencoba untuk membuatku tenang. Tapi itu justru membuatku hatiku semakin gelisah. Setelah ini, aku akan mencari tahu tentang racun yang ada di tubuh paman." Hua Fei berkata dalam hati sambil terus mengikuti Hua Yan. Mereka meninggalkan ruang perpustakaan dan langsung me
Pada suatu malam di sebuah kediaman besar dan megah, terlihat banyak sekali orang-orang berseragam penjaga dan pelayan berlarian berusaha untuk menyelamatkan diri dari amukan kobaran si jago merah. Bau anyir darah mengucur deras dari luka-luka di tubuh mereka, berhasil merusak hawa malam yang dingin dan murni."Tolooong! Tolooooong!""Tolong kamiiii!" Terdengar suara ramai minta tolong dari arah kejadian pembakaran bangunan.Beberapa orang lelaki penjaga berlarian sambil memegangi luka tikam di bagian perut kanannya. Pria lain juga terlihat berjalan terseok-seok dalam keadaan menyedihkan dengan luka robek pada punggungnya. Mereka semua berlumuran darah, bermandikan keringat dan air mata. Tak ada satu pun yang tinggal di kediaman besar itu mengira, akan adanya tragedi mengerikan terjadi pada malam ini."Apiiiii! Cepat padamkan apiiiii!" Suara hiruk pikuk lainnya mengacaukan suasana."Tolooong, to-long a-aku!" Pria yang terkena luka tikam seketika ambruk di atas lantai pelataran. Bebera
Jiu Wang menjawab dengan nada dingin. "Benar! Sebenarnya aku adalah menantu dari Keluarga Wen.""Keluarga Wen? Ja-jadi?" Jing Zhao sungguh tidak pernah mengira, jika pria pemenang sayembara ini adalah menantu dari Keluarga Wen musuhnya. Pria tua itu berusaha duduk sembari memegangi dadanya. "Jadi selama ini, kau telah mempermainkan kami? Mempermainkan Ah Yue!""Ah Yue?" Jiu Wang berteriak dalam hati saat teringat istrinya. "Ah Yue, maafkan aku! Aku akan mempertanggungjawabkan semua perbuatanku ini!"Jing Zhao terbatuk hingga beberapa kali, segumpal darah kembali terlempar dari mulutnya. Wajahnya telah menjadi sangat pucat pasi. Lelaki tua itu berkata dalam hati sembari menatap langit malam yang jernih tanpa awan. "Sepertinya, hari ini memang hari terakhir aku hidup di dunia ini. Aku bahkan tidak sempat melihat wajah anak dan cucuku untuk yang terakhir kalinya.""Ah Yue, maafkan ayah! Maafkan ayah yang telah membuatmu bertemu dengan pria biadab tak bermoral ini!" Jing Zhao berucap lirih
Jiu Wang jatuh terduduk di samping mayat Jing Zhao dengan air mata bercucuran. Tombak Naga Emas pun terlepas dari genggaman tangan yang telah berlumuran darah dari orang-orang keluarga istrinya sendiri. Lelaki itu menutup wajah dengan kedua telapak tangan kotornya seraya meraung menyesal."Maafkan aku, Ayah! Maafkan aku, Ah Yue! Ah Ling, Maafkan ayahmu iniii!" Jiu Wang membuncah bersama penyesalan yang tiada tara. "Mengapa mereka melakukan ini padaku? Mengapaaaaaa?""Mengapaaaaaa?"Tak bisa dipungkiri, jika dia pun merasa sangat menyesali perbuatannya. Ia dihadapkan oleh persoalan pelik yang hanya bisa dipilih salah satu dan tidak ada pilihan lain. Kesetiaan pada sumpah yang telah dia ucapkan, harus dibayar mahal dengan mengorbankan perasaan dan cinta. Namun, semua hanya tinggal segunung sesal yang akan menjadi awal penderitaan panjang pria ini.Jerit tangis bayi membuat pria itu menoleh ke arah sumber suara dan matanya langsung mendapati sesosok bayangan tubuh di antara asap dari koba