Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 11: Rusly Membujuk Ibunya'Sial! Sudah berani dia menuduh aku seperti itu. Pasti ada yang tidak beres ini.'"Ka-kamu itu salah lihat! Mana mungkin aku lebih suka selimut tetangga untuk menghangatkan tubuhku daripada selimutku sendiri. Kamu itu sepertinya ngaco deh!"Rusly mencoba berkelit, tapi aku tidak semudah itu percaya kepada setiap ucapannya."Oh, begitu. Baguslah jika perkataan kamu sangat bertolak belakang dengan kenyataannya di lapangan. Kamu kira aku ini laksana anak kecil yang sangat mudah kamu tipu."Aku sudah muak sebenarnya meladeni suamiku. Sudah berulang kali aku mematikan semua perkataannya. Toh juga dia selalu bersilat lidah dan tidak mau mengaku."Semua tuduhan kamu itu tidak benar. Aku harap, lebih hati-hati atas semua ucapan kamu! Jangan sampai setiap perkataan kamu membawa malapetaka bagi dirimu."Aku tidak peduli dengan semua ucapannya. Perlahan aku mengayunkan langkah kakiku menuju mobil yang sudah aku panaskan mesinnya. K
Faisal mengukir senyum, sebenarnya pada saat pertama aku check up, Faisal pernah meminta dokumen untuk mengurus biaya berobatku. Namun, aku merasa aneh, dokumen yang dimintanya sangat lengkap."Semua sudah aman! Aku sengaja meminta semua dokumen punya ibu. Aku berbohong kepada ibu, kalau dokumen itu buat mengurus biaya berobat ibu. Aku sudah lama tahu, kalau ibu mau menggugat cerai suaminya, Ibu. Itu sebabnya aku menggunakan peluang itu."'Jadi, selama ini aku curhat sama beliau memanfaatkan situasiku. Kamu sungguh jahat dan kejam, Dok!' umoatku dalam hati.Aku hanya diam dan terus menunduk. Masih saja berpikir apa sebenarnya keinginan Dokter Faisal."Maaf kalau aku sudah lancang. Aku melakukan ini demi kebaikan kamu, Bu.""Iya."Faisal mengambil dokumen dari laci kerjanya. Aku meliriknya dengan sorot mata sendu.'Apa lagi yang akan dia lakukan?' tanyaku dalam hati."Ini berkas gugatan cerai nya, Bu. Silahkan tanda tangani!"Faisal menyodorkan berkas itu agar aku pelajari. Tidak buang
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 12: Rusly Curhat Kepada RirinRusly terkejut dan memandangi pecahan vas bunga itu. Dia tidak menyangka kalau aku sudah semakin melawan kelakuannya.Dia pergi meninggalkanku dan ibu mertuaku, langkah demi langkah dia mengayunkan kakinya. Buliran air mata kini menghujani pipinya. Menyesal ... Aku tidak tahu apakah dia menyesal dengan sepenuh hati atau tidak. Atau hanya sekedar akting belaka.Aku dan Bu Wardah masuk ke dalam kamar. Kubiarkan Rusly pergi begitu saja.****Sesampainya di garasi mobil. Rusly melihat mobil yang parkir di garasi Tiba-tiba, dia merogoh kantongnya. Ternyata kunci mobil ada dalam kantong celana. "Alhamdulillah, aku masih mempunyai harta. Lihat saja Nesya, nggak akan kuberikan mobil ini padamu," ucapnya sambil membuka pintu mobil dan dia ingin masuk ke dalam. Namun, kunci yang dia gunakan tidak bisa sama sekali membuka pintu mobil itu. Hanya suara bising yang keluar membuat Rusly terkejut.'Kenapa tidak bisa dibuka, iya?' ta
"Siapa yang mau membunuhmu?!" tanya Bu Wardah spontan.Rusly menampar pipinya dengan kuat. Dia merasakan sakit. Dia baru sadar kalau dirinya belum meninggal."Ja-jadi! Nesya tidak jadi mengirim aku ke neraka?!" tanyanya dengan suara parau.Bu Wardah memejamkan matanya memberi kode lalu dia membuka matanya kembali.Rusly bangkit dari tempatnya terkapar. Dia berjalan cepat mengambil kunci mobil yang tersimpan di dalam laci nakas. Aku tidak bisa menghalangi langkahnya. Karena tertawa melihat celananya yang basah akibat air seninya."Aku yakin, kamu tidak akan tega menggugat aku dan membunuhku. Aku percaya kamu sudah jatuh cinta dan tergila-gila kepadaku," ucapnya sambil pergi keluar dengan langkah kaki yang sangat cepat.Ketika dia sudah sampai di garasi mobil, dia membuka pintu mobil dengan buru-buru. Dia lupa kalau dirinya belum menekan tombol unlock.Pada saat menyentuh mobil, suara alarm kembali berbunyi.'Astagfirullah! Aku lupa menekan tombol unlock. Pantas saja alarm mobil ini be
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 13: Ririn HamilRusly masih saja menyebut namaku. Padahal, dia sudah janji tidak akan menyebut namaku di depan Ririn. Namun, dia khilaf dan khilaf."Nggak usah mengucap segala. Masih pagi sudah ngigo. Apa kamu lagi ada masalah sama Nesya?" tanya Ririn sambil menjewer daun telinganya."Nggak akh! Aku sama Nesya baik-baik saja," jawabnya ketus sembari melirik Ririn sesekali. Dia belum menyangka dan belum siap menerima surat gugat cerai dari aku.Rusly lebih fokus menyetir mobil. Dia takut kalau konsentrasinya hilang bisa membawa malapetaka."Nggak yakin aku. Sudahlah! Nggak usah menyembunyikan masalahmu dariku. Sebentar lagi 'kan kita mau menikah. Apalagi usia kandunganku sudah masuk dua minggu," ucap Ririn."Apa?!" jawab Rusly. Dia seolah-olah tidak percaya.Rusly berhenti menyetir lalu memarkirkan mobil yang dia bawa ke sudut bibir jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lainnya."Kenapa kaget?! Seharusnya kau bersyukur aku hamil. Dengan kondi
Lala mengukir senyum, dia tidak peduli apa kata Ririn.[Eits! Kamu kira informasi penting itu gretongan. Nggak lah ya. Kalau mau cepat transfer ke nomor rekeningku. Jikalau nggak mau ya udin. Bye bye, aku cuma mau menyampaikan itu saja,] ucap Lala, ia memutuskan sambungan teleponnya sepihak.Lala tertawa puas, sebenarnya dia ingin mengerjain Ririn dan Rusly."Argh ... Sial! Bisa nggak sih dikit-dikit nggak ada cuannya. Belum apa-apa sudah minta transfer duluan. Dasar mata duitan kamu, Lala," amuknya dengan membanting tangannya ke setir mobil."Aw ...," ucapnya lirih.Dia mengira dengan membanting tangannya ke gagang setir ternyata sakit. Rasanya dia menyesal, tapi tidak ada gunanya."Kok marah marah sih sayang! Siapa yang barusan menelpon," tanya Rusly. Dia masuk ke dalam mobil dari pintu samping dan memasang seat belt. Kemudian menarik napas panjang."Sayang. Dia minta uang untuk di transfer. Katanya mau memberi informasi seputar Nesya," pungkas Ririn.'Dia? Siapa dia yang dimaksud R
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 14: Bersua dengan Vita[Jangan pernah meninggalkan rumahmu dalam keadaan kosong. Ada seseorang yang mengintai keberadaan rumahmu ini,] sebuah pesan chat dari nomor tidak kukenal.'Siapa lagi yang berani mengirim pesan chat ini,' batinku kembali. "Ada apa, Nes? Kok wajahmu berubah menjadi pucat pasi."Bu Wardah merasa curiga dan penasaran dengan raut wajahku yang berubah drastis. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi kepada ibu mertuaku."Apa isi pesan chat itu? Siapa yang mengirim pesan chat tersebut?"Bu Wardah sangat penasaran. Sehingga dia mencecarku beribu pertanyaan. Aku hanya mampu menghela napas lalu membuangnya dengan kasar."Rusly berulah lagi?" tanya Bu Wardah memastikan."Aku juga nggak tahu, Bu. Sudahlah, biarkan saja dia sesuka hatinya. Esok pasti terbongkar siapa sebenarnya dirinya," jawabku sambil melangkah gontai.Aku terpaksa buka suara. Aku juga tidak tahu siapa pemilik nomor itu. Padahal, nomor ini tidak banyak yang tahu. Hany
Mataku tidak sanggup membendung air mata yang terus meronta, kini buliran air bening itu jatuh membasahi pipi seolah tidak pamit. Aku hanya bisa pasrah. Untung saja ada ibu mertuaku yang senantiasa mendampingiku."Ibu, aku mohon kepadamu tolong setia menemaniku sampai akhir khayatku. Aku tidak mau esok kelak anak-anakku terdampar ketika usiaku sudah cukup.""Kamu harus kuat! Banyak single parent di luar sana jauh lebih berat tanggungannya ketimbang kamu, Nes! Ibu yakin kamu pasti kuat. In sya allah, Allah bersama orang yang sabar dan tawakal," ucap Bu Wardah sembari memberi petuah dan mengelus pundakku. Rasa empati kini lahir di dalam jiwanya lalu dia sampaikan kepadaku, menantunya.Tidak berapa lama, kami sampai di plataran parkir rumah sakit. Aku, Bu Wardah dan Pak Joko keluar dari dalam mobil menuju ruangan Dokter Faisal.Panas mentari amatlah panas, kami berjalan cepat menuju ke dalam rumah sakit. Cuaca di luar sangat panas. Itu sebabnya kami mengayunkan langkah dengan kecepatan t