JIMAT TALI MAYAT(Cerpen version)Written by David Khanz---------- o0o ----------Saat kutiba di rumah pagi itu, Kesih sudah terlihat bugar. Wajah berseri, segar, dengan rambut basah beraroma wangi."Udah bangun juga, Bang?" tanya perempuan itu dengan balutan handuk masih melilit di setengah badan. "Kok, udah rapih?"Kutatap Kesih tajam. "Tumben kamu juga udah mandi, Dek? Mau ke mana sepagi ini?"Dia tersenyum. Menghampiriku dan bergelayut manja. "Abang ini gimana, sih? Lupa semalaman kita abis ngapain?" katanya genit. Kemudian mengendus tubuhku sesaat. "Abang gak mandi? Udah rapi, kok, masih bau asem?"Semalam? Kita? Aku dan dia? Apa yang kulakukan sepanjang malam bersamanya? Dari kemarin petang tak ada di rumah. Baru pagi ini pulang."Kesih ... kamu?" Kuperhatikan leher perempuan itu penuh bercak merah. Seperti bekas gigitan. Dia mencubit hidung ini, diiringi senyum semringah nan menggoda. Kemudian ujarnya, "Ah, Abang ini paling bisa, deh, bikin aku klepek-klepek. Permainan Abang s
BUAH CINTA BERDARAH Written by David Khanz ---------- o0o ---------- Unti menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Sesekali, isak tangis gadis cantik itu terdengar di antara desiran bayu yang bertiup, membelai lembut panjang rambutnya yang tergerai hingga panggul. Dengan bola mata indah berkaca-kaca, menatap hampa jauh ke depan tanpa tujuan. Seakan tengah berpikir untuk mencari tambatan, dari gelayut perih dalam hati yang masih terasa. Perlahan Unti meraih sisa kain penutup tubuh yang berserak di atas rerumputan. Sebagian sudah koyak direnggut paksa oleh laki-laki bergajul bernama Uwok, sesaat sebelum gadis itu hilang kesadaran dan juga kesucian. Ya, laki-laki durjana itu telah merampas mahkota kebanggaan yang seharusnya Unti persembahkan untuk kekasih pujaan hati, Ocong. Namun apalah daya, kini semuanya telah musnah berganti nestapa. Uwok tiba-tiba datang menghancurkan impian yang selama ini menjadi bunga-bunga kehidupan Unti dan Ocong yang penuh cinta. "Demi langit
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (1)------------------------ o0o ------------------------Rintik hujan masih mewarnai pekatnya alam disertai embusan dingin udara malam itu. Sunyi tanpa menyisakan pekikan kecil jangkrik-jangkrik yang biasa menembang lirih bersahutan di antara rimbunan rerumputan hijau segar. Nyaris tidak tampak adanya tanda-tanda kehidupan di Kampung Sirnagalih pada saat yang sama, sebagaimana keadaan serupa di area pemakaman umum arah timur dari pemukiman warga setempat.Malam Jumat Kliwon di ambang pertengahan malam tepatnya, di saat hampir semua orang terlelap dalam buaian alam tidur, sayup-sayup terdengar langkah seseorang menjejak tanah yang becek dan licin. Percikan air seketika menciprat begitu kaki-kaki kekar itu mengenjak terburu-buru menuju suatu tempat. Beberapa kali berhenti, lantas melanjutkan perjalanan dengan langkah terseok-seok.Sosok tersebut adalah seorang laki-laki bertubuh kerempeng. Gelap
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (2)------------------------ o0o ------------------------Dua hari pada keesokan petangnya, Basri baru kembali pulang ke rumah, disambut Lastri istrinya sambil terisak-isak berkata, "Ke mana saja kamu selama seminggu ini, Pak? Aku mencari-carimu sampai ke rumah orang tuamu. Tapi Abah sama Ambu pun tidak tahu keberadaan kamu. Anak-anak juga, mereka terus-terusan pada nanyain kapan Bapak pulang."Basri memeluk istrinya seraya tersenyum-senyum penuh makna. "Maafin aku, Bu. Aku—""Enak banget kamu pulang-pulang minta maaf sambil senyum-senyum begitu," tukas Lastri marah dan berusaha melepas dekapan suaminya. "Kamu gak tahu bagaimana aku repotnya ngurus anak-anak selama beberapa hari lalu tanpa ada kabar sedikit pun darimu. Apa, sih, yang kamu lakuin, Pak?""Iya, aku tahu aku salah, Bu," balas Basri tetap tenang. "Aku pergi juga buat kalian, kok. Habis nyari kerjaan.""Tapi
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (3)--------------------- o0o ---------------------Dua hari setelah ketibaan Basri lalu, suasana di rumah keluarga itu mulai dirasa berubah. Bau busuk menyengat sering tiba-tiba menyeruak memualkan di sekitar ruangan. Gangguan-gangguan kecil kerap diterima Lastri saat hendak menunaikan kewajiban beribadahnya. Entah berupa aliran air mendadak kering ketika bermaksud berwudu atau juga kain mukena sulit ditemukan waktu akan digunakan."Eh, kenapa tanya aku, Bu?" jawab Basri tatkala ditanyai istrinya. "Aku, 'kan, gak pernah pake mukena. Mungkin kamunya saja yang lupa naroh, Bu."Lastri menggaruk-garuk kepalanya, pusing. Berusaha mengingat keras terakhir kali menaruh mukenanya sehabis salat Asar tadi. "Aku biasanya ngegantungin mukena di belakang pintu kamar, Pak," ujar perempuan itu meyakinkan. "Tapi kenapa sekarang pas mau make buat salat Magrib gak ada di sana? Aneh banget." Pikirnya lagi, di rum
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (4)-------------------------- o0o --------------------------Seorang lelaki berlari-lari panik menyusuri jalanan tanah perkampungan yang masih becek. Napasnya terengah-engah disertai bias raut wajah pucat seperti ketakutan. "Tolooonnggg!" teriak sosok yang masih terlihat muda itu disepanjang langkah. Dia berusaha mencari-cari seseorang di sekitarnya. Namun waktu sepagi itu jalanan masih tampak lengang. Belum banyak orang berlalu-lalang untuk memulai beraktivitas."Ada apa, Sarkim?" Seseorang akhirnya menghampiri begitu mendengar teriakan lelaki muda tadi. Dia pun menoleh lega, lantas segera mendekat. "Ada apa? Sepagi ini kamu teriak-teriak minta tolong?" Imbuh sosok tadi kembali bertanya.Sarkim, begitu laki-laki muda itu dipanggil, berhenti seraya mengatur napas. Tidak lantas menjawab, tapi menunjuk-nunjuk sebuah arah di belakangnya tadi. "M-akam Sukaesih … m-makam Sukaesih, Pak," katan
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (5)-------------------------- o0o --------------------------Juragan Juanda duduk berdampingan dengan Kepala Kampung Mbah Jarwo di hadapan para tetamu undangannya di sebuah gubuk sederhana. Tempat yang sengaja dibangun di sebuah lahan perkebunan miliknya, tidak berapa jauh dari kediaman mewah orang terkaya di Kampung Sirnagalih tersebut."Terima kasih saya haturkan kepada Bapak-bapak yang telah berkenan menerima undangan saya untuk turut hadir di sini," ujar laki-laki perlente itu mulai membuka percakapan. Sejenak dia melirik dan menepuk lengan tetua kampung di sampingnya, lantas lanjut berkata, "Terutama kepada yang saya hormati Mbah Jarwo atas bantuannya yang sangat berharga."Juragan Juanda berhenti sesaat sambil menundukkan kepala. Tampak sekali raut sedih menghiasi wajahnya yang masih terlihat gagah di usia menjelang senja."Mengenai kejadian semalam yang menimpa kuburan almarhumah
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (6)-------------------------- o0o --------------------------Siang itu, Basri dan Lastri baru saja tiba di rumah kedua orang tua laki-laki kerempeng itu untuk menjemput anak-anak mereka, Aryan dan Maryam. Disambut hangat oleh sesosok wanita tua, Emak Sari, dengan lemparan seulas senyum manis pada anak dan menantunya tersebut."Assalamu'alaikum, Mak," ucap Basri uluk salam seraya meraih tangan tua itu dan menciumnya takzim, diikuti oleh Lastri. Jawab sosok itu penuh kerinduan, "Wa'alaikumussalaam, Nak."Tanya Lastri kemudian sambil melongok ke dalam rumah, "Bagaimana kabar Ambu dan Abah? Sehat? Iyan dan Iyam ke mana, Ambu?""Alhamdulillah, Emak dan Abah sehat, Nak. Anak-anak tadi pada main di belakang," jawab ibunya Basri masih menyertainya dengan senyuman yang sama. "Masuklah. Emak bawain minum dulu, ya?""Gak usah, Ambu." Cepat-cepat Lastri mencegah. "Biar sama Elas saja, ya."