Tangannya yang keriput digenggam. Semuanya tahu melodi kesedihan yang berada di ruangan ini telah menciptakan keheningan. Suara detik dari cardiograph tetap tak bisa dihentikan bagaimanapun juga. Terlebih ketika suara napasnya yang lemah terdengar sesak. Kayla sangat sayang kepada wanita yang ada di hadapannya ini. Bahkan orang tuanya pun mengijinkannya untuk menemani di saat-saat terakhir.
Memang tak ada harapan. Dokter mengatakan kalau wanita tua itu telah terkena komplikasi. Dari penyakit diabetes, jantung dan stroke. Seminggu lalu dia terjatuh, kejadian itu langsung saja membuat Kayla terpukul. Dia langsung tidak masuk sekolah dan lebih memilih untuk menemani neneknya.
Semua tahu Kayla cucu kesayangan. Sejak kecil dia sangat dimanja neneknya. Bagaimana pun juga waktu tak bisa diputar. Ia akan terus berjalan maju tanpa kita tunggu, tanpa kita suruh. Semua juga tahu meskipun Kayla nakal dan terkesan pemberontak, tapi dengan neneknya ia sangat patuh. Maka dari itulah, seandainya kali ini wanita yang sangat disayanginya itu pergi, entah bagaimana lagi caranya untuk bisa mengendalikan Kayla. Dia sangat tidak bisa diatur.
Sebenarnya Kayla merasa aneh dengan perilaku sang nenek. Dua hari sebelum beliau jatuh tidak sadarkan diri sampai sekarang, beliau berpesan sesuatu. Ada pertengkaran hebat antara Kayla dan kedua orangtuanya. Pertengkaran yang hebat bahkan sampai membuat barang-barang di rumahnya pecah berantakan. Kayla mengamuk. Saat itu neneknya kebetulan berkunjung dan mendapati Kayla seperti itu. Melihat neneknya datang Kayla langsung menyambut neneknya serta langsung mengadu kepadanya.
“Nenek, lihat tuh. Mama ama Papa ingkar janji. Padahal mereka sudah berjanji dan selalu, selalu dan selalu berjanji tapi tak pernah ditepati. Aku hanya ingin ponsel baru, teman-temanku sudah punya ponsel baru. Sedangkan papa dan mama hanya bilang ‘nanti’ dan ‘nanti’. Nenek, bujuk Papa ama Mama dong. Pleaseeee!” ucap Kayla.
Sang nenek memulai dengan senyuman hangatnya. Ia hampir saja bicara tetapi putranya bicara lebih dulu.
“Nah, sekarang ada nenekmu. Merengek saja ke nenekmu, dasar cucu kesayangan!” ucap Brian sang ayah.
“Nenek...!” Kayla mulai merajuk.
Sang nenek hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendengus. Dia lalu mengusap kepala Kayla sambil berkata, “Kayla, cucu kesayangan nenek, jangan begitu. Tidak baik marah-marah seperti itu kepada papa dan mamamu. Coba lihat rumah ini! Berantakan sekali bukan?”
“Itu semua gara-gara Papa dan Mama yang ingkar janji,” jawab Kayla membela dirinya.
“Sayang, kami janji tapi tidak sekarang. Keuangan kita sekarang ini sedang membengkak, Papa ama Mama perlu memotong pengeluaran ini dan itu,” jelas Brian.
“Pokoknya Kay nggak mau tahu. PAPA PEMBOHONG!” bentak Kayla.
“Kay!” tiba-tiba sang nenek menggenggam pergelangan tangan Kayla dengan kasar.
Ini baru pertama kali di dalam hidup menggenggam tangannya sekasar itu. Dia tentu saja terkejut melihat perlakuan neneknya yang tidak biasa. Dahinya mengernyit berusaha mencerna apa yang terjadi.
“Jangan kau tinggikan suara kepada kedua orang tuamu!” perintah neneknya. “Kau harus mengerti mereka.”
Mata Kay tiba-tiba berkaca-kaca. Dia mencoba menahan amarah yang sekarang ini sudah menguasai hatinya. Ia memberontak. Dia segera pergi begitu saja menuju ke kamarnya, lalu dengan amarah yang meledak ia banting pintu kamar dengan sekeras-kerasnya.
“Kay!?” panggil Brian.
Sang nenek memberi isyarat agar Brian tenang. “Biarkan dia sebentar. Aku akan bicara kepadanya.”
Brian hanya bisa mengangguk. Tampak ibunya berjalan menuju ke meja makan yang ada di dapur. Dia membawa sebungkus buah mangga yang dibelinya dalam perjalanan menuju ke rumah. Langkah berikutnya ia menuju ke kamar cucu tersayangnya.
Beberapa ketukan lembut terdengar di daun pintu. Kay membenamkan wajahnya di bantal. Ia menjerit sekeras-kerasnya di dalam bekapan bantalnya. Ia juga menangis. Saat-saat seperti ini dia merasa tak ada yang sayang lagi kepadanya, bahkan termasuk sang nenek yang biasanya memanjakannya. Kenapa sang nenek malah membela kedua orangtuanya? Ini tidak adil bagi Kay.
Lagi sang nenek mengetuk pintu kamar Kay sambil memanggilnya lembut. “Kay, buka pintunya nak?”
Tak ada balasan. Perlahan-lahan sang nenek pun membuka pintu kamar tersebut. Tampaklah tubuh Kay yang tengkurap dengan membenamkan kepalanya ke bantal ada di atas ranjang. Sang nenek berjalan perlahan-lahan hingga akhirnya duduk di sebelahnya. Tangannya yang keriput mulai membelai rambut cucu kesayangannya. Dia menghela napas dalam-dalam.
“Kayla, maafkan nenek yang tadi agak kasar kepadamu. Hanya saja, nenek tidak bermaksud seperti itu. Sebagai orang tua sudah menjadi kewajiban bagi Papa dan Mamamu untuk bisa menasehati anaknya, untuk bisa mengatur anaknya meskipun keadaan mereka tidak memungkinkan untuk itu. Kedua orang tuamu sangat menyayangimu melebihi apapun di dunia ini. Iya, mereka mungkin berusaha menepati janji tetapi ada kalanya mereka tak bisa. Apakah selama ini Papa dan Mamamu selalu mengingkari janjinya kepadamu?” terdengar suara neneknya sangat lembut.
Kayla masih terisak. Dia belum menjawab.
“Jawablah nenek. Apakah selalu mereka mengingkari janjinya?” tanya sang nenek.
Kayla mulai mengangkat wajahnya. Dia menggeleng.
Sang nenek tersenyum kemudian menggenggam tangan Kayla. “Nenek hanya ingin kamu tidak berbuat seperti itu lagi kepada kedua orang tuamu. Mereka sudah bersusah payah untuk selalu menuruti apa yang menjadi keinginanmu. Dan kamu sebagai anaknya harus mengerti akan hal itu. Nenek juga dulu seperti dirimu, rasanya ketika orang tuaku tidak menurutiku sepertinya dunia mau berakhir. Rasanya tak ada lagi yang sayang kepada kita. Tapi nyatanya, sampai dewasa pun kita masih membutuhkan mereka. Apa sih yang kamu inginkan? Ponsel baru?”
Kayla mengangguk.
“Maasyaa Allah, itu perkara mudah Kay. Tak perlu nangis dan merengek bahkan sampai melempari barang-barang. Apakah kamu diejek ama teman-temanmu karena ponselmu masih jadul?”
Sekali lagi Kayla mengangguk.
Sang nenek mendesah. “Memangnya kalau kamu punya ponsel jadul kasih sayang nenek akan berkurang kepadamu? Kasih sayang kedua orang tuamu juga berkurang?”
Kayla tak menjawab. Ia berpikir keras.
“Ponsel itu hanyalah benda biasa. Yang mana kalau rusak kau pasti juga akan membuangnya. Tetapi kasih sayang kedua orang tuamu tidak akan pernah bisa hilang sampai kapanpun. Demikian juga sayangnya nenek kepadamu tak akan bisa hilang sampai kapanpun. Apakah harus kasih sayang itu hilang hanya gara-gara benda bernama ponsel?”
Kayla menangis lagi. Dia sepertinya menyadari kesalahannya selama ini. Dia pun bangkit kemudian langsung memeluk neneknya. Tangisnya pecah dalam pelukan sang nenek. Sang nenek pun tersenyum.
“Maafin Kay nek. Maaf,” ucapnya singkat, tetapi tangisnya yang panjang.
Kayla ingat saat-saat itu. Rasanya ia akan merindukan lagi pelukan neneknya. Dokter sudah berkata kalau tak ada lagi harapan untuk wanita yang ia sayangi itu. Tubuh yang terbaring lemah itu kini hanya tinggal menunggu waktu. Setidaknya Kayla ingin bisa melihat saat-saat terakhir neneknya menghabiskan waktu di kehidupan ini, meskipun kedua matanya tidak akan pernah bisa melihat dunia lagi.
Memang benar. Setelah itu Kayla hanya bisa menyaksikan sang nenek pergi saat cardiograph memperlihatkan flatline. Kayla sangat bersedih melebihi siapapun. Dia merasa berdosa sekali kepada neneknya dan ingin sekali menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan wanita yang paling baik kepadanya itu. Tetapi akankah bisa?
Sebuah arloji kecil kuno berwarna coklat tergeletak di meja. Arloji itu masih berfungsi meskipun usianya sudah tua. Benda kesayangan neneknya itu selalu dibawa kemana-mana seolah-olah benda itu merupakan nyawanya. Benda itu masih terus berdetak sambil menyaksikan orang-orang yang berada di ruangan rumah sakit bersedih atas pemiliknya yang sudah meninggalkan dunia ini. Benda ini pun kemudian diraih Kayla.
* * *
Malam ini udaranya tak sesejuk malam-malam sebelumnya. Iskha mengeluh karena gerah. Tak mengerti kenapa Tuhan memberikan malam ini lebih gerah daripada malam-malam lainnya. Dia menyalakan kipas angin yang berada dekat dengan meja belajarnya. “Ini malam kok panas banget sih?” keluhnya. Dia masih harus mengerjakan dua halaman lagi dari lembar buku LKS yang harus dikumpulkan besok. Segera saja ia beranjak dari kursi kesayangannya menuju ke jendela kamar. Digesernya kain gorden jendelanya lalu dia membuka daun jendela kamarnya. Udara sejuk segera masuk ke dalam kamarnya
Arief merupakan rekan sekelas mereka yang sangat pintar. Kepintarannya tentu saja diketahui dengan selalu menjadi juara kelas, selain itu pula cowok ganteng maksimal ini juga salah satu pengurus OSIS dan juga ketua kelas. Banyak cewek-cewek yang mengidam-idamkan cowok ini jadi pacarnya, termasuk Lusi dan Iskha yang sebenarnya sudah naksir berat sejak tahun pertama mereka masuk sekolah. Mereka bahkan sering ngomongin si Arief ini untuk jadi bahan khayalan. Misalnya saja berkhayal andainya Arief jadi pacar mereka, kira-kira bagaimana keadaan mereka nantinya. Hal itu mereka anggap sebagai hiburan yang menggelikan. “Ah, sudah pasti bakalan banyak yang ngantri,” kata Iskha sambil kembali duduk di meja makan
“Thank’s yah!?” ucap Iskha sambil tersenyum ke cowok itu.“Sama-sama,” balas Arief singkat. Iskha berjalan perlahan ke tempat duduknya. Rasanya aneh saja mendapatkan balasan “sama-sama” tanpa sesuatu yang lebih. Apa gitu, misalnya udah sarapan belom? Ke sekolah naik apa? Gimana kabarnya? Terlalu lempeng. Herannya hal-hal yang semacam itu disukai cewek-cewek seperti Iskha, Lusi dan yang lainnya.
Hal yang paling membuat semua penghuni kelas XI-3 cemburu yaitu ketika akhirnya Kayla duduk di sebelah Arief. Demi apa murid baru cewek itu bisa mendapatkan tempat duduk di sebelah Arief? Oh, baiklah. Itu karena wali kelas mereka menyuruh Kayla untuk duduk bersebelahan dengan Arief, tapi itu bukan berarti yang lain tidak boleh duduk di sebelahnya, hanya saja mana pantas?!“Hai? Aku Kayla, panggil saja Kay,” ucap Kayla kepada Arief. Keduanya pun bersalaman. “Aku.... Arief,” kata Arief.
“Diketahui f(x) | x-7 dan g(x) | x2+ x, tentukan (fxg)(x)!” ucap Bu Tatik. Iskha mengernyitkan dahi. Dia mencoba menulis apa yang didiktekan, ia saja tak faham apa yang didiktekan. Ia pun menulis sebisanya, hasilnya tak sesuai yang diharapkan. Dia menulis “fungsi fx | x-7 & fungsi gx | x2+ x”
Akhirnya Iskha pun mengantar Kayla untuk berkeliling sekolah. Mereka menyusuri lorong kelas. Iskha mulai memperkenalkan bangunan-bangunan yang ada di kelas. Mulai dari lapangan, pembagian kelas-kelas, ruang-ruang kelas sepuluh, sebelas dan kelas dua belas. Kayla cukup antusias melihat bangunan kelas yang mungkin usianya sudah tua tapi masih kokoh. Tampak kayu-kayu jati yang menjadi rangka bangunan sekolah itu juga terlihat masih kuat. Sekolah ini memiliki empat lapangan outdoor dan satu lapangan indoor. Lapangan itu terdiri dari dua lapangan basket, satu lapangan futsal dan satu lapangan bola voli yang juga terkadang digunakan untuk badminton. Satu-satunya lapangan indoor digunakan untuk beladiri ataupun gymanstic. Cukup luas memang. Ada pula alua, empat ruangan laboratorium, yaitu dua ruang laboratorium IPA, kemudian laboratorium seni dan multimedia dan labo
Jam istirahat berakhir. Kayla sudah kembali ke dalam kelas bersama Iskha. Keduanya telah puas melahap semangkok bakso di kantin. Rasa penat pelajaran matematika yang tadi mereka tempuh hilang begitu saja. Kelas pun kembali ramai riuh dengan suara murid-murid. Kayla kembali duduk ke tempatnya. Terlihat Arief sudah ada di sana.“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Arief. Kayla mengangguk-angguk. “Sekolahnya ternyata luas. Ekstrakurikulernya juga banyak, fasilitasnya lengkap. Aku suka.”
Untuk beberapa saat Agus berpikir. Sampai sekarang memang benar kalau Faiz tidak pernah mencatat di buku tulisnya. Apa benar Faiz ini mengingat segala hal? Tidak mungkin. Orang yang bisa mengingat segala hal biasanya memiliki ingatan fotografis atau memang memorinya sangat kuat. Hanya saja, orang-orang seperti itu biasanya spesial. Tetapi Faiz tidak terlihat spesial. Nilai rapornya juga pas-pasan, ia hanya bagus di satu hal saja yaitu olahraga. Agus meragukan ucapan temannya. Dia pun akhirnya membiarkan Faiz tenggelam dalam mimpinya. Sudah menjadi kebiasaan kalau meja yang mereka tempati pasti basah karena ilernya Faiz. Tetapi Faiz bukan cowok yang jorok, ia pasti membersihkan mejanya karena tahu ia tak sendirian menggunakan meja tersebut.