Share

PUJIAN YANG MEMBUAT TERBAKAR

ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN

BAB 2

Benda pipih itu tidak berhenti berdering, Yusuf yang masih fokus menyetir mencoba mengabaikannya. Ia sudah bisa menebak jika istrinya yang menelpon. Merasa konsentrasinya terganggu, ia menepikan kuda besi miliknya itu lalu mengangkat panggilan dari sang istri tercinta.

"Papa, buang kemana semua skincare Mama?!" serunya dari seberang telepon. Yusuf menjauhkan benda pipih itu dari telinga karena mendengar suara istrinya yang melengking.

"Papa nanti beliin yang lebih bagus daripada itu, udah dulu ya … ini lagi nyetir," putus Yusuf sebelum mematikan sambungan telepon membuat Wanita di seberang sana menggerutu kesal.

Ia langsung menelpon sepupunya yang memiliki toko makeup dan menyuruh untuk mengirimkan semua jenis alat tempur wanita itu seperti lipstik, eyeshadow, blush-on dan banyak lagi.

"Kamu kirim aja langsung ke rumah, kirim semua jenisnya dengan warna-warna yang cerah, ya!" pesannya sebelum sambungan itu terputus, ia kembali melanjutkan perjalannya. Setengah jam perjalanan lelaki itu sampai di kantor miliknya.

Semua orang menyapa hormat lelaki itu saat memasuki lobby kantor. Langkah kakinya sengaja dipercepat, karena kliennya menunggu dari tadi.

"Sorry, Bro. Lama nunggu, ya?" seru Yusuf pada lelaki yang sedang duduk santai sambil menyesap kopinya.

"Santai aja, gue maklum kok. Lo pasti habis tempur 'kan makanya kesiangan?" balas Robby dengan senyum yang tertahan. Yusuf memutar bola matanya kesal, yang ada ia ditemani sepi dan dinginnya malam, tempur dari mana.

"Bujang kayak lo tuh gak usah ngomongin gituan, pamali tahu. Mendingan nikah dulu sana!" tutur Yusuf meledek. 

"Belum ada yang cocok. Lagian, gue nunggu istri lo jadi janda," ujar Robby dengan tawa yang menggelegar, sukses membuat Yusuf kini mengumpat.

"Sial*n. Lo nyumpahin gue mati?" Yusuf kini membuka bekal yang diberikan istrinya, perutnya dari tadi sudah protes minta diisi.

"Idaman banget emang istri lo, Suf. Udah cantik, pinter masak, perhatian lagi. Andai dulu gue duluan yang ketemu Willia," ungkap Robi.

"Bac*t. Lo diem deh, gue makan dulu baru kita bahas proyek kita. Jangan istri gue terus lo bahas!" protes Yusuf.

Setelah melahap semua makanannya, ia membahas proyek besarnya bersama Robby. Hari ini Yusuf memiliki jadwal yang sangat padat, bisa jadi lelaki itu akan pulang malam hari ini. Benda pipih miliknya sengaja ia matikan agar tidak mengganggu pekerjaannya. Setelah selesai membahas proyek, ia dan Robby mendatangi kliennya yang lain dan meeting di luar.

Sebuah restoran dengan gaya Italia menjadi pilihan, suasananya yang sunyi dan ruangan VIP yang nyaman akan membuat obrolan nanti terasa santai namun serius.

"Lo tuh cari cewek yang pinter dandan kayak gitu, Rob!" bisik Yusuf sambil menunjuk seorang pelayan yang datang membawa pesanan mereka. Wajah wanita itu terlihat sangat kontras dengan lipstik merah, blush-on yang membuat pipinya terlihat merona dan alisnya yang seperti ulat bulu.

"Ogah, itu bukan selera gue. Gue tuh pengennya yang kayak Willia," ungkapnya.

"Sekali lagi Lo bawa-bawa bini gue. Gue sumpel mulut Lo pake kaos kaki!" ancam Yusuf.

***

"Apa ini, Sel? Aku 'kan gak pesen apa-apa," seru Willia saat sepupu suaminya itu datang dengan membawa tiga dus berisi makeup.

"Bang Yusuf yang nyuruh aku buat bawain ini, katanya hadiah buat Mbak Wil," balas Sela sambil membawa dus itu masuk. Ia sengaja mengantar sendiri pesanan Yusuf karena sekalian ingin bertemu si kembar yang menggemaskan.

"Ate Cela!" Zunaira berteriak girang saat melihat kedatangan Sella. Kedua anak kembar itu memang dekat dengan Sella, kadang Sella menyempatkan diri setiap minggunya untuk bertemu dengan mereka.

"Sayang … Ate bawa hadiah, buat Zunai sama Zena. Tunggu ya, Ate ambil dulu."

Willia membiarkan kedua anaknya itu bersama Sella. Ia sibuk membongkar dus berukuran sedang itu. Ia mengernyit heran saat melihat satu dus itu berisi lipstik dengan berbagai warna dan macam. Penasaran dengan dus yang lain, ia segera membukanya. Blush-on dan eyeliner. Dus terakhir yang ia buka eyeshadow, foundation dan bulu mata palsu.

"Ngapain coba Papa beli makeup sebanyak ini? Ini yang dia bilang mau gantiin skincare aku?" gumam Willia kecewa. Ia bahkan tidak tahu kemana suaminya itu membuang skincare yang baru saja ia beli itu. Merk SKK II yang harganya membuat kantong bolong. 

"Awas kamu, Pa!" 

Willia meninggalkan semua barang itu tak berminat melihatnya satu per satu. Ia memilih bergabung bersama Sella dan kedua putrinya, setidaknya dongkolnya teredam sebentar.

"Oh ya, Mbak. Tadi Bang Yusuf nanyain tempat kursus makeup, emang Mbak Wil yang minta?" tanya Sella lalu melahap irisan pepaya di depannya.

"Kamu kan tahu, Sel. Aku tuh gak suka makeup tebal. Buat apa kursus aku juga bisa dandan sendiri kok," tutur Willia sambil menyuapi anaknya bergantian.

"Aku iri loh liat Mbak Wil. Kok bisa gitu cantik gini?" tanya Sella sambil memperhatikan lekuk wajah Wilia yang memang nyaris tanpa cela. Memang tidak ada manusia yang sempurna, mungkin Willia memiliki paras yang menawan tapi ia juga punya kekurangan.

"Ini udah dari sananya kali, Sel. Mana bisa aku request sama Allah pengen punya wajah gini gitu," balas Wilia sambil tertawa renyah.

"Untung aja si kembar wajahnya nurun dari Mbak Wil," tutur Sella sambil terkekeh geli. Zunai dan Zena memang tidak ada sama sekali mirip-miripnya dengan Yusuf. Wajahnya menjiplak Willia seluruhnya. 

"Sstt … nanti kalau orangnya tiba-tiba dateng terus dengerin omongan kamu gimana?" tegur Wilia. 

Bahkan saat si kembar lahir, Yusuf sempat kesal karena kedua putrinya tidak menuruni wajahnya. Orang mengatakan jika anak mirip dengan istrinya berarti suaminya itu sangat mencintai istrinya. Terus Willia tidak mencintai Yusuf? Itu hanya mitos. Willia sangat mencintai suaminya yang rewel itu.

Asik berbincang mereka tidak menyadari jika si kembar kini tengah membongkar dus yang dibawa Sella tadi. Zunai membuka satu per satu lipstik dan menggunakannya seperti pensil di atas lantai. Sedangkan Zena membuka buka bungkusan yang berisi bulu mata palsu itu yang harganya tidak main-main.

"Ya ampun … tadinya aku mau balikin semuanya ke kamu, Sel," seru Wilia saat melihat tingkah kedua anaknya.

"Ini belum dibayar loh sama Bang Yusuf," ungkap Sella.

Willia menyuruh Sella untuk meminta uangnya pada Yusuf. Setelah kepergian Sella, Willia memasak untuk menyambut kepulangan suaminya. Meskipun hatinya dongkol tapi tugasnya sebagai istri tetap ia laksanakan. Ia biarkan saja kedua putrinya itu bermain dengan barang-barang yang sering dibutuhkan kaum hawa itu.

Wilia tak lupa mengamankan yang belum sempat dibuka oleh anak-anaknya. Mubazir jika hanya di buat mainan, lebih baik ia bagikan pada tetangga.

Jam 7 malam Yusuf baru pulang. Tidak ada sambutan dari istrinya. Lelaki itu pun masuk dengan menggunakan sidik jari yang ia tempelkan pada bawah handle pintu. 

"Assalamu'alaikum …." 

"Kok sepi, ya?" tanya Yusuf pada dirinya sendiri. Matanya membulat melihat noda lipstik di lantai, dinding putih itu juga kini dihiasi coretan abstrak dari lipstik. Ia kini berjalan ke arah kamar anaknya. Senyumnya mengembang mendapati ketiga bidadarinya kini terlelap dengan damai.

Willia yang merasa sentuhan di pipinya langsung terjaga. Ia kini terduduk di tepi ranjang dengan wajah yang masih terlihat mengantuk.

"Mama udah gak marah, kan? Papa udah ganti loh sama yang baru, tadi Sella udah kesini kan?"

Wilia masih bungkam. Ia berjalan meninggalkan suaminya, wanita itu kini duduk di ruang tengah. Yusuf mengikuti langkah istrinya itu.

"Salah lagi, aku?" gumam Yusuf.

"Mama gak bakalan marah lagi, tapi ada syaratnya," tutur Wilia.

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status