ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN
BAB 3
Willia memperlihatkan benda pipih itu ke depan wajah Yusuf, layar yang menyala menampilkan sebuah cincin dengan aksen simple namun terkesan mahal. Sesuai dengan selera Willia, wanita pasti akan luluh saat diberikan perhiasan seperti ini.
"Beliin ini," seru Wilia.
"Cuman ini doang, gak mau tambah yang lain? Kalung atau gelangnya gitu?" tawar Yusuf dengan entengnya. Jika soal membelikan perhiasan ia tidak akan masalah yang terpenting istrinya tidak marah.
"Ini aja belum tentu mau Papa beliin," ejek Wilia. Yusuf menggenggam tangan istrinya itu sambil tersenyum.
"Apapun buat, Mama. Yang penting Mama seneng," rayu Yusuf.
"Emang berapa sih harganya, Ma?" tanyanya.
"100."
"Kok murah banget? padahal bagus loh. 100 ribu buat cincin gitu, Mama mau beli cincin imitasi?" berondong Yusuf, ia tidak pernah melihat istrinya membeli perhiasan imitasi.
"Mana ada 100 ribu, 100 juta, Pa!" seru Wilia dengan kesal. Yusuf terbelalak mendengar perkataan istrinya itu.
"Se–seratus juta? buat cincin gitu doang?" tanya Yusuf tak percaya.
"Kaget kan? pake sok-sokan nawarin gelang sama kalung segala lagi. Jadi gak mau beliin, nih?"
"Be–beli aja, Ma," ucap Yusuf dengan pasrah. Memang uang tabungannya tidak sedikit, jika di belikan sesuatu mungkin bisa untuk beli puluhan mobil sport dengan harga miliaran, membangun hotel bintang lima pun bisa ia lakukan.
"Mana uangnya?"
"Kan, Mama yang simpan semua kartu ATM sama kartu kredit Papa," seru Yusuf. Willia menepuk jidat pelan. Ia lupa, jika sudah mengamankan benda berharga itu. Semenjak ia diberitahu sang ibu untuk antisipasi takut-takut ada pelakor yang tiba-tiba datang dan menguras harta Yusuf.
"Gak sayang uangnya, Ma?" tanya Yusuf pelan. Ia merasa sayang saja uang sebesar itu hanya untuk sebuah cincin. Bukan apa-apa, Willia kadang teledor, bulan lalu saja gelang kaki yang dipakai Wilia dengan harga 1 M itu hilang saat mereka tengah bermain di pantai.
"Kenapa? Papa lebih sayang uangnya daripada Mama?"
"Nggak, Ma. Ya udah, cepet beli sana. Tapi Mama jangan marah lagi, ya?" bujuk Yusuf.
"Hmm …." Willia kini tengah memesan cincin yang ia inginkan. Sebenarnya bisa saja ia langsung membeli cincin itu, tapi ia masih menghargai Yusuf sebagai suami. Makanya ia selalu izin untuk membeli sesuatu.
***
Mendengar suara bel berbunyi membuat Wilia langsung meraih kerudung instan dari lemarinya.
"Siapa yang bertamu pagi-pagi begini," gerutu Wilia. Ia sedang menyiapkan baju kerja untuk suaminya tadi.
Di rumah besar itu memang hanya Willia, Yusuf dan kedua putrinya yang yang tinggal. Tidak ada pembantu atau semacamnya. Di rumah itu lebih menggunakan alat-alat canggih seperti mesin cuci piring, alat untuk membersihkan lantai yang bisa berjalan menggunakan sensor. Jangan lupa smart lock yang di pakai di rumah besar itu. Hanya orang yang memiliki kartu khusus yang bisa masuk atau langsung menggunakan sidik jari sang empunya rumah. Ia membuka gerbang lewat layar datar yang terpasang di sebelah pintu depan.
"Mbak Wil …."
Baru saja pintu terbuka, gadis itu berhambur memeluk Willia dengan erat.
"Raysa, kapan pulang dari Aussie? kok gak bilang-bilang?" tanya Willia pada adik iparnya itu. Raysa memang kuliah di luar negeri. Ia mengambil S2 di sana.
Mereka berbicara tanpa memperdulikan lelaki yang berdiri mematung memperhatikan mereka. Tidak! Bukan mereka, lebih tepatnya Willia, lelaki itu bahkan lupa berkedip saat melihat sosok mahluk Tuhan paling menawan. Bahkan saat Willia tidak menggunakan riasan wajah pun lelaki itu terpesona.
"Oh ya … Mbak, kenalin ini Niko, pacarku."
"Nik … Niko! Malah ngelamun," tegur Raysa sambil menyenggol lengah lelaki itu dan langsung membuatnya tersadar.
"Hai, Mbak," sapa Niko dengan ramah. Willia hanya membalas dengan senyum ramahnya yang sukses membuat jantung lelaki itu berdebar hebat.
"Masuk yuk! kebetulan Mas Yusuf juga belum berangkat kerja."
"Kalau mau minum ambil sendiri aja ya, Sa. Mbak mau urusin dulu si kembar yang belum mandi," tuturnya langsung berlalu memasuki kamar kedua anaknya. Netra lelaki itu masih tertuju pada Willia sampai wanita itu hilang ditelan pintu kamar.
"Kamu mau minum apa, Yank?" tanya Raysa.
"Teh aja," balasnya singkat. Netra lelaki itu menyapu mengelilingi ruangan itu. Sebuah foto keluarga yang terpajang di dinding ruang keluarga membuat Niko berdecak kagum.
"Anak-anaknya juga sama cantiknya," gumamnya pelan.
"Kamu ngomong sesuatu?" tanya Raysa yang baru saja datang dari dapur dengan dua cangkir teh di tangannya.
"Nggak. Ponakan kamu cantik-cantik, ya," ungkapnya.
"Nanti kita bakal ajakin mereka jalan-jalan, aku juga udah kangen banget sama mereka," tutur Raysa.
Tak lama Yusuf datang dengan pakaian yang sudah rapi.
"Kalau tau kamu hari ini pulang Abang pasti tunda meetingnya," seru Yusuf sebelum memeluk singkat adik satu-satunya itu.
"Aku sebulan liburnya, Bang. Jadi gak usah pake tunda meeting segala," balas Raysa sambil tertawa kecil.
Yusuf berjalan keluar setelah berkenalan singkat dengan Niko. Willia berlari kecil dari kamar anak-anaknya untuk mengantar suaminya sampai depan rumah.
"Jangan lupa, ya. Nanti siang orang dari tempat kursus datang ke sini," tutur Yusuf sebelum pintu mobil itu tertutup rapat.
Willia kembali masuk, ia tadi meninggalkan si kembar yang belum disisir rambutnya karena terburu-buru untuk mengantar Yusuf sampai depan rumah. Selesai mengurus anak-anak, Raysa langsung meminta izin untuk mengajak Zenaira dan Zunaira jalan-jalan.
"Pulangnya jangan sore-sore, ya. Cantik-cantiknya Mama jangan nakal, oke," seru Wilia lalu mengecup bergantian pipi kedua putrinya.
"Iya … Ma," jawab mereka dengan kompak.
Siang hari telat pukul satu seorang wanita yang mengaku dari tempat kursus makeup datang. Willia memastikan pada suaminya agar ia tidak salah. Perempuan muda kisaran umur 20 tahunan itu dengan ramah memperkenalkan diri.
"Gini ya, Mbak. Gak usah capek-capek ngajarin saya, soalnya saya juga gak terlalu suka pake makeup," ungkap Wilia.
"Tapi, nanti–"
"Tenang aja. Kamu tetep saya bayar kok, yang penting jangan bilang ke suami saya soal ini, ya!" potong Wilia yang langsung dijawab anggukan oleh wanita itu.
"Mbak juga sebenarnya gak terlalu membutuhkan makeup, soalnya struktur wajahnya udah pas gitu meskipun polosan kayak gini, tapi cantiknya tuh alami," tutur perempuan bernama Tesa itu kagum.
"Masa sih? Padahal saya udah kepala tiga loh, gak ada keliatan keriput di wajah saya?" seru Wilia.
"Saya kira tadi Mbaknya umur 20an kaya saya," balasnya sambil terkekeh. Akhirnya mereka berbincang ringan dan mengabaikan kursus yang seharusnya dilakukan.
Menikmati makanan ringan dan jus yang segar, dua jam berlalu akhirnya perempuan itu pamit karena jam kursusnya sudah selesai.
"Bikin repot aja, harus kursus segala. Mending aku jalan-jalan," sungut Wilia.
Bersambung ….
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 4"Bang Yusuf masih lama pulangnya, ya?" tanya Raysa yang baru saja sampai, si kembar yang lelah bermain kini tertidur. Niko membawa satu per satu gadis kecil itu ke kamarnya."Paling agak malem. Soalnya ada proyek besar katanya, kenapa emang?" Willia balik bertanya pada adik iparnya itu sambil menuangkan jus apel ke dalam gelas."Aku 'kan bentar lagi ulang tahun. Aku mau bikin party, cuman ngundang temen deket sama keluarga aja sih," tutur Raysa ragu. Ia takut jika Willia melarangnya.Tanpa berbicara Willia berjalan ke arah kamarnya. Raysa terlihat menghela nafas, kecewa karena sepertinya ulang tahunnya tidak akan bisa dirayakan. Melihat Willia yang tidak berkomentar apa-apa."Beli apapun yang kamu mau." Raysa sontak menoleh mendapati Willia yang menyerahkan kartu berharga itu. Ia bersorak gembira. Ternyata kakak iparnya tidak seperti yang ada di drama ikan terbang yang menjadi favorit ibunya."Makasih, Mbakku tersayang …." Rasya memeluk wanita
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 5"Gimana kabarnya?" tanya Gio. Lelaki itu mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Willia."Baik, kamu sendiri?" tanya Wilia basa-basi."Kurang baik. Tapi, saat aku ketemu lagi sama kamu, kabar aku jadi baik," balas Gio sambil tertawa. Willia mulai risih karena Gio tak kunjung melepaskan tangannya.Sedangkan Yusuf yang terbakar api cemburu langsung datang menghampiri dan melingkarkan tangan di pinggang istrinya. Gio langsung melepas genggaman tangan hangat Willia."Kita pulang sekarang, Sayang?" ucapnya dengan penuh penekanan. Terlihat lelaki itu sedang menahan amarah."Ayok, anak-anak juga udah pada ngantuk. Oh ya, Pa ini kenalin Gio temen sekolah aku dulu," jelas Willia."Yusuf, suaminya Willia," tuturnya dengan malas."Saya, Gio …." Tak ingin membuat suasana menjadi lebih buruk. Wilia yang mengetahui suaminya itu cemburu langsung pamit pada adik iparnya itu. Selama perjalanan Yusuf tidak mengatakan apa pun. Tapi terlihat jelas dari sor
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 6Pagi sekali Willia sudah bersiap-siap karena tidak mau jika Mella terlebih dahulu datang ke rumahnya sebelum Willia dan Yusuf berangkat.Hari ini mereka akan berangkat ke puncak karena Yusuf memiliki waktu senggang. Perjalanan yang ditempuh cukup lama karena kemacetan yang selalu bersahabat dekat dengan ibu kota."Cocok banget nih udaranya buat kita check-in lagi," seru Yusuf, tangannya meraih jemari lentik milik sang istri."Papa tuh ya, dipikirannya cuman itu doang," protes Willia, netranya masih menikmati hijaunya pemandangan yang dilewati."Daripada di pikirannya Papa ada cewek lain, hayo ... mending yang mana?" tanya Yusuf sambil terkekah geli melihat istrinya yang kini cemberut.Willia tidak menjawab, ia masih terpaku dengan pemandangan yang menyejukkan itu. Merasa bosan karena setiap harinya ia hanya bisa melihat bangunan pencakar langit jika sedang berada di kota. Mereka akhirnya sampai di Villa milik Yusuf. Lelaki itu sengaja membeli V
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN"Bang … Bang Yusuf, sini." Raysa melambai memanggil kakaknya yang baru saja keluar dari kamar. Dengan malas ia menyeret langkahnya mendekati tiga orang yang sedang duduk santai itu."Kenalin, ini Om Gio. Omnya Nolla," jelas Raysa, tangannya menarik Yusuf untuk duduk di hadapannya."Kita udah kenalan, kok. Kemarin ketemu di ulang tahun kamu, Sa," ungkap Yusuf.Raysa hanya mengangguk mengerti dengan mulutnya yang membulat membentuk huruf o. Ibunya Yusuf memanggil mereka untuk sarapan, kebetulan makanan yang dipesan sudah sampai."Ayok, Nak Gio. Ikut sarapan disini, pamali loh kalau nolak," ajak Ibunya Yusuf dengan ramah setelah tadi ia sempat berkenalan singkap dengan pemuda tampan itu. Dalam hatinya Yusuf merutuki ibunya karena mengajak lelaki itu untuk sarapan. Tidak bisakah wanita paruh baya itu melihat raut wajah anaknya yang kini terlihat masam setelah kedatangan Gio.Gio hanya mengangguk, ia tidak kuat menolak. Setelah semua sudah duduk di meja m
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 8"Ma … mau …." Kini Zenaira yang merengek saat melihat adiknya memakan cemilan berbentuk stik panjang itu. Willia tak berhenti menggerutu di dalam hatinya karena kehadiran Mella membuat suasana rumahnya tidak tenang."Ini, buat kamu. Udah jangan nangis, ya!" bujuk Mella sambil memberikan satu bungkus cemilan berukuran besar yang diambil dari dalam paper bag."Ya ampun … orang ini membuat aku jengkel aja," gerutu Wilia dalam hati.Mella menyibukkan diri dengan ponsel dan cemilan di pangkuannya. Ia bahkan tidak memperdulikan sang tuan rumah. Entah apa maksud wanita itu selalu bertamu tanpa ada kepentingan."Siapa yang dateng, ya?" gumam Wilia saat mendengar suara deru mobil, ia mengintip dari cela gorden. Ternyata Yusuf datang bersama Robby. Tidak biasanya lelaki itu pulang jam siang seperti ini."Kok jam segini udah pulang, Pa?" tanya Wilia saat lelaki itu masuk, disusul Robby di belakangnya yang melempar senyum termanis pada Willia."Tadi ada me
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 9Robby yang dari tadi melihat perdebatan suami-istri itu tertawa terbahak-bahak."Lo itu hobi banget ketawa, ya? Telinga gue sampe sakit denger lo ketawa terus," seru Yusuf."Ketawa itu bikin awet muda, Bro. Lo kayaknya jarang ketawa, lihat muka lo udah banyak kerutannya," ejek Robby.Kini giliran Willia yang tertawa melihat suaminya diejek."Makanya kurangi marah-marahnya, Pa," bisik Wilia. Ia tetap menjaga perasaan suaminya. Tapi tadi ia tidak bisa kontrol diri saat tertawa."Lo bikin gue tambah kesel aja, Rob. Sono, balik lo ke asal!" usir Yusuf."Gak di usir juga gue balik kok. Abang pulang dulu ya, Dek Wil," ujarnya sambil memamerkan senyum termanisnya. Yusuf melempar bantal sofa ke arah punggung Robby yang sudah berjalan menjauh sambil tertawa geli.***"Kayaknya gak usah pake lapor polisi deh, Ga. Makin gue males nanti urusannya makin ribet," tutur Willia sambil membolak-balik berkas laporan keuangan. Wanita itu kini berada di butik milik
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 10Setelah turun dari mobil ia dengan jalan cepat masuk menggandeng kedua putrinya. Tidak ingin jika Mella melihat dan bertamu ke rumahnya lagi. Willia memandikan kedua putrinya sembari menunggu Raysa datang. Gadis itu akan menginap sekalian menjaga anak-anak saat Willia dan Yusuf pergi untuk menghadiri acara ulang tahun perusahaan mereka.Selesai memandikan dan menyuapi anaknya, Willia lalu menyuruh mereka untuk tidur siang. Mendengar suara bel Willia langsung berjalan cepat untuk membukakan pintu. Tapi tangannya melayang di udara saat melihat Mella tengah berdiri di dekat pagar sambil terus menekan bel. "Aku kirain siapa, ternyata jelangkung," desis Willia lalu berjalan ke ruang tengah meninggalkan bel yang terus berbunyi, ia tidak akan membukakan pintu itu. Biar saja Mella kepanasan di luar, Willia sudah kapok membawa wanita itu masuk. Entah apalagi yang akan diperbuatnya nanti jika saja Willia membukakan pintu untuknya.Ternyata berbarengan
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANBAB 11Robby dan Arkan adalah sahabat sekaligus rekan kerja Yusuf, mereka memang tidak pernah sungkan untuk mengejek Yusuf atau membuat lelaki itu jengkel. Bahkan rasanya mereka tidak puas jika tidak membuat Yusuf marah karena godaan mereka."Bac*t, diem deh lo bedua!" tutur Yusuf, membuat kedua orang itu tertawa geli."Dek Wil makan apa sih? Kok bisa secantik ini," tanya Arkan sambil tersenyum menggoda. "Apa hubungannya makanan sama cantik? Gila Lo!" sewot Yusuf."Kok tau gue gila? Tepatnya tergila-gila sama kecantikan bini lo," balas Arkan dengan tawanya yang meledek. Willia hanya diam, ia mencoba menahan tawa melihat wajah suaminya kini memerah karena mulai kesal terus digoda temannya."Kamu tahu gak, Dek Wil. Nama kamu tuh kepanjangan dari apa?" tanya Robby, membuat Willia menaikan sebelah alisnya tidak mengerti."Wil … wanita idaman lelaki," lanjutnya membuat Willia membalas dengan tawa singkat karena Yusuf menatap tajam kearah dirinya.Perbinc