Share

API CEMBURU YANG MEMBARA

ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN

BAB 5

"Gimana kabarnya?" tanya Gio. Lelaki itu mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Willia.

"Baik, kamu sendiri?" tanya Wilia basa-basi.

"Kurang baik. Tapi, saat aku ketemu lagi sama kamu, kabar aku jadi baik," balas Gio sambil tertawa. Willia mulai risih karena Gio tak kunjung melepaskan tangannya.

Sedangkan Yusuf yang terbakar api cemburu langsung datang menghampiri dan melingkarkan tangan di pinggang istrinya. Gio langsung melepas genggaman tangan hangat Willia.

"Kita pulang sekarang, Sayang?" ucapnya dengan penuh penekanan. Terlihat lelaki itu sedang menahan amarah.

"Ayok, anak-anak juga udah pada ngantuk. Oh ya, Pa ini kenalin Gio temen sekolah aku dulu," jelas Willia.

"Yusuf, suaminya Willia," tuturnya dengan malas.

"Saya, Gio …." 

Tak ingin membuat suasana menjadi lebih buruk. Wilia yang mengetahui suaminya itu cemburu langsung pamit pada adik iparnya itu. Selama perjalanan Yusuf tidak mengatakan apa pun. Tapi terlihat jelas dari sorot mata lelaki itu jika ada amarah yang terpendam.

Bahkan saat sampai di rumah, lelaki itu memilih langsung tidur setelah mandi. Willia hanya membiarkan saja suaminya itu. Karena Yusuf saat cemburu emosinya akan meledak-ledak jika diajak bicara.

Pagi harinya Yusuf baru buka suara. "Papa gak suka, ya, lihat Mama kecentilan di deketin cowok."

Willia yang sedang mengoles roti dengan selai langsung menghentikan aktivitasnya. Ia menatap sang suami yang masih memasang wajah tak bersahabat.

"Siapa yang kecentilan, Pa? Mama cuman ngobrol sebentar sama teman lama, kecentilannya dimana coba?" protes Wilia. 

"Temen-temen cowoknya si Raysa itu gak mungkin ngomongin kamu kalau kamu gak kecentilan," tutur Yusuf.

"Kamu juga salaman sama cowok itu sengaja dilama-lamain, kalau Papa gak dateng mungkin gak di lepas itu pegangan tangan," lanjutnya. Willia menghela nafas jengah, ia paling tidak suka jika suaminya membesar-besarkan masalah kecil seperti ini.

"Oke, kalau menurut Papa salah, Mama minta maaf," seru Wilia. Ia tidak mau hanya karena hal sepele masalah jadi memanjang. Lebih baik minta maaf meskipun ia tidak bersalah.

"Iya, Papa maafin. Tapi jangan genit-genit lagi. Minggu depan ada acara ulang tahun perusahaan kita."

***

Raysa datang bersama ibunya untuk mengunjungi si kembar. Niko tidak ikut karena sedang sibuk dengan masalah cabang kafe yang baru saja lelaki itu buka.

"Mbak, kemarin Om Gio minta nomer hape Mbak, loh," bisik Raysa karena tidak ingin ibunya yang sedang bermain dengan si kembar mendengar.

"Terus … kamu kasih?"

"Ya enggak lah, Mbak. Emang dia siapa sih Mbak?" tanya Raysa penasaran.

"Temen."

"Temen apa demen? Eh … mantan maksudnya," selidik Raysa.

"Kita cuman pernah deket doang," ungkap Willia. Raysa semakin penasaran dengan kisah masa lalu kakak iparnya itu. Raysa mengajak Willia untuk mengobrol di taman belakang agar lebih leluasa.

"Mbak, ceritain dong gimana dulu sama si Om ganteng itu," pinta Raysa sambil memelas.

"Kepo banget sih kamu. Cerita masa lalu itu gak perlu dibahas," jawab Willia yang membuat Raysa makin tidak sabar mendengar cerita percintaan kakak ipar dan om ganteng itu.

"Om Gio kan ganteng, kenapa Mbak jadinya nikah sama Bang Yusuf yang wajahnya biasa aja?" tanya Raysa. 

"Karena takdirnya, Mbak memang harus nikah sama Mas Yusuf."

"Ayolah, Mbak. Ceritain masa lalu kalian. Janji deh, aku gak bakal ngomong sama Bang Yusuf," bujuk Raysa.

"Ya udah … aku bilangin sama Bang Yusuf ka–"

"Ck … dasar tukang ngadu!" Willia memotong perkataan Raysa dengan berdecak kesal.

Wilia mulai menceritakan awal retaknya hubungannya dan Gio. Mereka lima tahun bersama, berawal dari cinta monyet saat memakai seragam putih abu-abu, sampai mereka ada di bangku kuliah. Gio yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai model kala itu, berhenti kuliah dan meninggalkan Wilia demi menggapai cita-citanya sebagai Top Model dunia.

"Tunggu aku, sebentar saja. Dua tahun lagi kita akan menikah." Kala itu Gio mencoba membujuk Willia yang berkeras melarang lelaki itu untuk pergi. Tapi karena kegigihan lelaki itu untuk meyakinkan, akhirnya Willia luluh. 

Setelah dua tahun berlalu, tidak ada sama sekali kabar dari lelaki itu, Willia juga tidak bisa menghubunginya. Bahkan orang tua Gio ikut pindah ke Paris–tempat ia membangun cita-citanya–Willia merasa sudah tidak dihargai, ia memutuskan untuk melupakan lelaki itu dan kembali bangkit untuk masa depannya. Sampai sekarang Wilia bahkan belum tahu alasan lelaki itu meninggalkannya.

"Jadi ceritanya, dulu hubungan Mbak Wil digantung gitu?" tanya Raysa.

"Begitulah. Tapi itukan masa lalu, Mbak udah bahagia dengan apa yang Mbak miliki sekarang."

"Jangan-jangan si Om ganteng itu tukang PHP lagi, makanya jomblo sampai sekarang," seru Raysa sambil tertawa.

Willia hanya mengedikkan bahu dan berlalu meninggalkan adik iparnya itu. Jujur, setelah melihat Gio di pesta kemarin Willia kembali mengingat luka lama yang ditorehkan lelaki itu. Tapi itu tidak membuat hati Wilia terguncang, karena cintanya pada lelaki itu telah mati bersama harapan Willia yang dipatahkan.

"Wil, besok Ibu mau pergi ke puncak sama Raysa. Ibu mau ngajakin si kembar, bolehkan?" 

"Emang gak ngerepotin, Bu? soalnya Wil gak bisa ikut, Mas Yusuf kan kerja," balas Wilia.

"Gak bakalan … lagian kan Ibu pergi sama Raysa. Niko juga ikut, kalau bisa sih kalian nyusul ke sana. Kita udah lama loh gak liburan bareng," seru Ibunya Yusuf.

"Iya, nanti Wil coba omongin sama Mas Yusuf. Paling bisa nyusul besoknya setelah kalian berangkat," ungkap Willia. Saat hari kerja jadwal suaminya memang sangat padat, apalagi banyak proyek yang ditangani. 

***

Suara bel membuat Willia menggerutu karena waktu santainya terganggu. Ia berjalan dengan malas untuk membuka gerbang.

"Eh ... Jeng Mella." Wilia menyapa ramah teman arisannya itu yang tiba-tiba datang. Padahal diluar jadwal arisan Willia tidak pernah bertemu dengan geng arisan sosialitanya.

"Aku baru pindah rumah, Jeng," ungkap Mella sambil menaruh paper bag berisi kue di atas meja.

"Di komplek ini?" tanya Willia memastikan.

"Iya, pas di seberang rumah ini," balas Mela. Willia bersyukur karena suaminya tidak ada di rumah. Karena Mella bertamu dengan tidak sopannya hanya menggunakan hotpant dan tanktop saja.

Willia merasa tidak enak jika menyuruh wanita itu pulang, sebentar lagi Yusuf pasti sampai rumah. Dari tadi Mella mengajaknya bicara ngalor ngidul bahkan Willia tidak menikmati pembicaraan mereka. Jika saja si kembar ada di rumah Willia pasti lebih repot lagi. Suara deru mobil membuat Willia langsung bangkit, dan berlalu untuk menyambut suaminya meninggalkan Mella yang kini menyesap teh yang sudah dingin karena hampir tiga jam wanita itu masih belum beranjak.

"Ada tamu ternyata," seru Yusuf sambil tersenyum pada Mella.

"Iya, Mas. Nanti mungkin aku bakalan sering main ke sini karena kita tetanggaan, gak apa-apa 'kan Jeng Wil?" tutur Mella sambil menatap intens pada Yusuf.

Wilia hanya membalas dengan senyum yang dipaksakan. "Mas, mas, mas ... sok akrab banget dia. Kenal aja enggak sama suamiku," batin Wilia sebal.

Yusuf kemudian pamit untuk membersihkan diri. Setengah jam berlalu, Yusuf yang mengira Mella sudah pulang langsung ke luar dari kamarnya.

"Duduk sini, Mas. Kita ngobrol," ajak Mella dengan suara yang mendayu-dayu. Ia bahkan sengaja mencondongkan badannya membuat gunung kembar miliknya terlihat jelas oleh Yusuf.

Willia yang baru saja datang dari kamar mandi menatap tajam suaminya yang berdiri mematung memandang Mella.

"Jeng Mela, maaf ya. Saya sama Mas Yusuf mau pergi jemput anak-anak," ujar Willia mencoba mengusir wanita gatal itu dengan cara halus. 

"Oh iya, Jeng. Ya udah saya pamit dulu, ya. Besok saya kesini lagi, bosen di rumah sendirian soalnya anak-anak di rumah bapaknya," tutur Mella sebelum berlalu.

"Ngapain Papa lihatin gundukan Mella sampe segitunya? apa punya Mama kurang gede?" seru Willia sambil berkacak pinggang.

"Papa gak lihatin kok, Ma. Cuman gak sengaja lihat aja," balas Yusuf.

"Kalau tahu kayak gini mending Mama ikut ke puncak aja sama Ibu," tutur Willia lalu duduk di sofa lalu meneguk jus alpukat yang baru saja ia buat sampai tandas.

"Mama mau ninggalin Papa di sini sendiri? terus gimana nanti kalau Mella dateng lagi ke sini?" Yusuf duduk di sebelah Wilia, tangannya mencoba menyentuh pundak sang istri namun ditepis.

"Jadi Papa berharap si Mella dateng ke sini pas Mama gak ada, terus kalian bisa berduaan gitu?" cerocos Willia yang membuat Yusuf mengacak rambutnya frustasi.

"Gak gitu, Ma. Udahlah, gak usah di perpanjang. Masa cuman gara-gara Mella kita jadi berantem gini sih."

Wilia memalingkan wajahnya dan memunggungi sang suami.

"Udahan dong ngambeknya, kita 'kan mau chek-in," rayu Yusuf, tangannya melingkar di pinggang Willia dan kepalanya menelusup ke leher sang istri menghirup aroma yang selalu membuatnya kecanduang untuk menyesap.

"Emang kita mau ke hotel?" tanya Wilia.

"Gak usah, kelamaan. Kita check-in di kamar aja." Yusuf mengedipkan matanya pada Wilia.

Bersambung ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status