Istri yang Kuabaikan

Istri yang Kuabaikan

Oleh:  Ina R  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
32Bab
18.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Hans yang mencintai istrinya karena fisik begitu kecewa melihat perubahan dratis pada tubuh istrinya Almira. Hal itu dimula saat Almira keguguran tubuhnya semakin tak terkondisikan, dan membuat Hans sering marah. Hal itu pula yang membuat Hans berpaling pada wanita lain. Padahal sebagai istri Almira sudah melakukannya dengan baik. Tapi, Hans masih tak terima karena Almira tak bisa merawat tubuhnya dengan baik. Namun, siapa sangka istri yang dianggapnya tak cantik lagi itu ternyata mempunyai cinta yang begitu tulus. Dimatanya mungkin Almira sudah tak cantik. Tapi, dimata lelaki lain, Almira adalah perempuan impian. Hal itu membuat Hans cemburu, dan sadar. Saat ia ingin memperbaiki semuanya, penyesalan datang terlambat.

Lihat lebih banyak
Istri yang Kuabaikan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Indah Hayati
seru juga cerita nya terkadang suka kesel lihat sikap hans ke almira pengen segera penyesalan tu datang biar hans nya cepat sadar udah menyia2 isteri sperti almira
2023-03-06 08:02:07
2
32 Bab
Kutilang
"Hans, kamu gak lupa, 'kan, nanti malam pertunangannya Al. Anaknya Bu Desi tetangga kita dulu?" tanya Mama di ujung ponsel saat aku tengah sarapan."Gak kok, Ma aku ingat," jawabku sembari mengunyah nasi goreng yang baru saja kusuapkan ke dalam mulut."Kenapa suaramu seperti orang berkumur-kumur gitu? Lagi makan? Kamu ini, gak sopan kalau ngomong sama orang tua sambil ngunyah gitu?" protes Mama, yang terdengar risih."Iya, Ma maaf!" jawabku buru-buru minum agar makanan dalam mulut segera masuk ke perut.Terdengar Mama menghela nafas, mungkin tengah kesal. Tapi, aku yakin Mama gak akan marah. Ya karena bagaimanapun aku ini anak laki-laki kesayangannya sekaligus satu-satunya. Kakakku perempuan, adikku juga perempuan."Mama dengar calonnya Al itu anak orang kaya lho." Mama berkata dengan antusias. "Punya usaha sendiri, berpendidikan, mandiri lagi. Coba istrimu juga begitu, " tutur Mama panjang lebar. Aku sudah biasa mendengar keluhan Mama tentang istri pilihanku. Dulu Mama juga suka me
Baca selengkapnya
Laki-laki yang bersama Almira
"Jadi syaratnya adalah ...." Aku sengaja menjeda kalimatku, sebenarnya tidak enak juga mau mengatakannya. Tapi, mau bagaimana lagi. "Setelah sampai di sana aku dan kamu harus berpura-pura tidak saling kenal," lanjutku.Alis Almira terangkat sebelah seolah apa yang kuucapkan terdengar aneh. Ya walau pun sebenarnya aku juga merasa aneh sih."Ke-kenapa?" tanya Almira nampak ragu."I-iya gak apa-apa, ini demi kebaikan kamu juga," jelasku asal. Meski nyatanya ini tentunya demi kebaikanku."Gitu ya? Jadi kayak ngantri minyak goreng ya, harus pura-pura gak saling kenal." ucap Almira terlihat sedih. Kalau dipikir-pikir iya juga sih. Tapi, harusnya dia berterima kasih karena aku sudah berbaik hati mau mengajaknya, bukan malah terlihat tidak suka begitu."Ya sudah kalau kamu tidak mau, aku pergi sendiri," ucapku acuh tak acuh. Akan lebih baik kalau dia tidak jadi ikut.Apa aku terlalu kejam? Kurasa tidak, aku hanya berusaha menjaga imageku sebagai lelaki tampan dari beristrikan seorang yang ...
Baca selengkapnya
Istri gak ada akhlak
Aku langsung bangkit dari tempat duduk, dengan tujuan untuk menghampiri Almira, siapa laki-laki yang kini tengah bersamanya. Bukan cemburu ya, catat! Mana mungkin seorang Hans Al-Farabi cemburu. Cuma memastikan saja, sekaligus ingin menegurnya.Bisa-bisanya dia berdua-duaan dengan laki-laki asing, sedangkan dia berstatus istri. Kalau sampai orang tahu aku suaminya bisa merusak martabatku sebagai seorang kepala rumah tangga."Hans, mau kemana kamu?" tanya Mama begitu melihat aku bangkit."Eum ... A-anu, i-itu ...." Aku sampai gugup, bingung mau bilang apa."Apaan sih a-i-u, a-i-u gak jelas gitu," potong Mama cepat."Toilet. Ah, iya aku mau ke toilet dulu," kilahku sembari memegangi perut, pura-pura kebelet. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya bisa-bisa Mama marah."Ya sudah sana! Jangan lama-lama," ucap Mama.Aku tidak menjawab dan segera melangkah ke arah Almira berada."Khem ...," ucapku begitu sampai.Almira dan laki-laki itu langsung menoleh, dan menatap dengan heran. Seme
Baca selengkapnya
Sesuatu yang terlupakan
Tiba di parkiran aku segera masuk ke mobil, dan menyalakan lampu. Begitu lampu menyala aku tersentak saat tiba-tiba melihat seseorang duduk di kursi belakang kemudi."S-siapa kamu?" Aku bertanya tergagap, sembari memundurkan badan."Apaan sih, Mas kamu?" jawabnya. Aku kenal suara itu. "Almira? Ngapain kamu disitu?" tanyaku langsung dengan nada kesal. Sementara jantungku rasanya mau copot, dan tengah memompa lebih cepat dari biasanya gara-gara kaget."Ya nungguin, Mas lah. Ayo pulang!" jawabnya santai."Maksudku kenapa kamu bisa masuk, bukannya kunci mobilnya ada diaku?" tanyaku."Sepertinya tadi Mas lupa ngunci mobilnya, makanya aku bisa masuk."Dahiku langsung berkerut mendengar jawabannya. Masa iya aku lupa ngunci mobilnya? Ah, sudahlah mungkin juga apa yang dikatakannya benar."Eum ... Terus ngapain kamu masih duduk di situ? Cepat pindah! Kamu pikir aku supirmu?" tanyaku dengan nada ketus.Almira tidak menjawab tidak juga membantah, biasanya mendengar bentakan ku ia akan segera men
Baca selengkapnya
Merasa Bersalah
Gara-gara ucapan Almira aku jadi teringat sama Dinda, sedang apa dia sekarang? Aku lupa untuk minta nomornya semalam, kurasa dia juga lupa. Astaga kenapa kami bisa melewatkan hal sepenting itu?Padahal semalam kami sudah menghabiskan waktu cukup lama. Tapi, tidak terpikir untuk bertukar nomor ponsel. Kalau begini bagaimana aku bisa menghubunginya? Ah, sudahlah mungkin kami memang ditakdirkan untuk bertemu, lalu berpisah.Aku terus melajukan kemudi dengan kecepatan sedang, pagi-pagi begini sudah biasa ditemani macet saat akan berangkat ke kantor. Setelah hampir 30 menit menempuh perjalanan akhirnya aku tiba di kantor, waktu menunjukkan pukul 7 kurang lima. Aku pun langsung masuk ke gedung dan menuju ruangan kerja.Begitu sampai aku langsung melepaskan jas yang kupakai. Lalu, menaruhnya di belakang kursi. Memeriksa beberapa berkas sebelum memulai pekerjaan adalah hal biasa yang sering kulakukan. Coba lihat sedetail ini aku memperhatikan pekerjaan, apalagi kamu kalau saja bisa menyenang
Baca selengkapnya
POV Almira
Setelah menikah dengan Mas Hans, aku pikir akan bahagia. Bagaimana tidak, kami menikah karena saling mencintai. Dia adalah tipe penyanyang dan perhatian. Tapi, nyatanya tidak. Awal menikah iya, bahkan hampir bisa dipastikan setiap pasangan merasa bahagia.Apalagi saat Mas Hans tahu aku hamil, aku merasa menjadi perempuan paling bahagia, dia begitu memanjakanku. Semua apa yang kuinginkan selalu dipenuhinya."Mas bangun," ucapku sembari menggoyang tubuhnya."Eum ... Ada apa Sayang," ucapnya dengan mata masih terpejam. Lalu, menarikku ke dalam pelukannya."Coba lihat ini," ucapku sembari menunjukkan tespack.Mas Hans langsung memicingkan matanya menatap ke arah benda yang kutunjukkan. Lalu, dengan cepat mengubah posisi berbaringnya dengan sembari mengucek mata. Lalu, mengambil tespacknya."Kamu hamil?" tanyanya masih tak percaya dengan binar bahagia.Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Mas Hans langsung memeluk tubuhku dengan erat dan menghujani dengan ciuman."Ya Allah terima kasih, mak
Baca selengkapnya
Lelah yang semakin Terasa Bertambah
Malamnya aku pulang, lampu di teras terlihat mati. Tidak seperti biasanya, kemana Almira kenapa lampu di teras tidak dinyalakan? aku memberengut kesal sembari turun untuk membuka pintu gerbang. Bahkan ia tidak menyambut kepulanganku seperti biasanya. Kemana dia?Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 22 lebih 30. Setelah membuka pintu pagar, aku kembali ke mobil dan memasukkan mobil ke garasi.Usai kembali menutup pagar,aku melangkah menuju pintu utama, dan membukanya dengan kunci cadangan yang kubawa. Begitu masuk aku langsung menekan saklar lampu yang terhubung ke teras, ternyata lampunya yang bermasalah, mungkin sudah waktunya untuk di ganti.Aku mendesah pelan, berjalan menyusuri rumah yang nampak tak berpenghuni. Kemana Almira? Sampai di kamar aku juga tak menemukannya, apa dia pergi karena kejadian tadi siang? Aku menggeleng pelan, tidak. Tidak mungkin Almira bukan tipe perempuan seperti itu, kalau pun pergi dia pasti pamit. Jujur, ada pe
Baca selengkapnya
Pertemuan tak Sengaja
"Astaga Almira ...," ucapku begitu melihat penampilannya begitu-begitu saja.Aku pun langsung mengusap wajah dengan kasar, pulang-pulang berharap bisa melepas segala lelah malah dapat pemandangan yang membuat malas. Bagaimana tidak, perempuan yang sudah kunikahi hampir dua tahun ini benar-benar telah menjelma menjadi Almira yang berbeda.Tubuhnya tidak terawat, lemak dimana-mana bahkan wajahnya terlihat lebih tua dari usianya."Suami pulang itu harusnya kamu sambut dengan tampil cantik, bersih, wangi," jelasku saat memandangi penampilannya dari kepala sampai ujung kaki. Setidaknya dia bisa pakai pakaian yang pantas dan tidak beraroma bumbu dapur kayak gini. Aku menggerutu kesal.Perempuan yang tengah mengenakan baju daster lusuh dan longgar itu hanya tertunduk, wajahnya terlihat lesu dan lelah. Padahal kerjaannya cuma di rumah, sedangkan aku seharian di luar kerja banting tulang."Maaf, Mas!" Hanya kalimat itu yang akhirnya keluar dari mulutnya, sembari mengambil tas kerja yang ada di
Baca selengkapnya
Almira Pingsan
"Ya ampun aku gak nyangka bisa ketemu Mas Hans di sini," ucapnya senang.Aku tersenyum, antara senang juga kaget melihatnya kembali. "Mas Hans suka olahraga di sini juga?" tanyanya lagi dengan mata berbinar."Eum ... Iya kalau lagi sempet, Mas juga gak nyangka bisa ketemu kamu di sini," jawabku sambil tertawa kecil dengan ekspresi senang.Dinda tersenyum, senyumnya terlihat begitu manis. Semanis gula Jawa, membuat jantungku bertalu-talu lebih cepat dari biasanya.Kenapa aku merasa grogi kayak gini ya? Ada suatu perasaan yang tidak biasa."Aku pikir setelah acara kemarin kita gak bakalan ketemu lagi," ucapnya dengan ekspresi terlihat merajuk, menggemaskan.Aku tersenyum, ah ternyata Dinda berpikir sama sepertiku. "Mungkin kita jodoh," kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku."Ah, Mas Hans bisa aja." Kedua pipi putih Dinda langsung terlihat bersemu merah, mungkin malu atau karena cuaca yang panas."Oh iya kemarin aku lupa minta nomor HP kamu," ucapku langsung karena tak ingin men
Baca selengkapnya
Gara-gara ucapan Fii Amanillah
Fokusku pun langsung teralihakan pada ponsel. "Eum ... Maaf, Bu," ucapku sembari meraih ponsel dari saku celana."Iya silahkan!"Aku pun langsung melihat ke layar ponsel ada sebuah pesan masuk, ternyata Dinda yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai 20 menit yang lalu, dan minta maaf baru bisa kasih kabar. Aku sengaja belum membalasnya, nanti saja kalau sudah sampai di rumah.Usai membaca pesan dari Dinda aku pun kembali melanjutkan obrolan dengan Bidan Desi."Jadi ada apa dengan istri saya, Bu? Kenapa bisa sampai pingsan?" tanyaku penasaran."Istri Bapak tidak apa-apa, hanya saja tadi istri Bapak pingsan karena kelaparan. Sepertinya istri Bapak sedang melakukan diet, apa Bapak tahu?" tanya Bidan Desi."Eum ... Saya kurang tahu, Bu," jawabku. Ah, Almira bikin malu saja pingsan gara-gara kelaparan, apa kata orang? Dikira aku tidak perhatian sama istri."Sebaiknya jika ingin diet, lakukan dengan benar, jangan sampai tidak makan sama sekali," ucap Bidan Desi."Ah, iya baiklah, Bu nan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status