Prang!
“Cecilia!”“Ma-maafkan saya, Nyonya,” ujarku sembari membungkuk pada seorang wanita paruh baya yang mengelola tempat ini.Kepalaku sangat pusing, ini sudah kedua kalinya aku memecahkan piring tentu saja Nyonya akan marah. Dia memarahiku habis-habisan di depan karyawan lain.“Aku akan memotong gajimu untuk bulan ini!”“Ti-tidak Nyonya. Jangan!”Jangan potong gajiku, gaji sebulan saja masih belum cukup untuk hidup disini dan jika dia memotongnya lagi aku akan benar-benar di usir dari rumah sewa. Ini juga pekerjaan yang kudapatkan setelah sekian lama, masa aku harus hidup di jalanan lagi?“Kalau kau tidak mau, jangan lakukan kesalahan yang sama atau kau akan kupecat,” ujarnya yang kemudian pergi meninggalkan ku dengan kesal.“Baik Nyonya.”Untung saja dia memberiku kemurahan hati, aku harus lebih berhati-hati. Pelanggan hari ini lebih banyak dari biasanya karena ada pesta perayaan panen. Avalon memang terkenal karena pertanian mereka yang berkembang pesat dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas.Aku menepuk-nepuk pipiku sendiri dan beralih dari tempat cuci piring menjadi pengantar minuman. “Ayo. Fokuskan dirimu Cecilia!”Brak!Hari sial ini … aku baru berjalan beberapa langkah dan seseorang sudah menabrakku lagi dari belakang. Kali ini pasti akan langsung di pecat, nyonya yang melihatku dari kejauhan langsung berjalan ke arahku. Siapa sih orang yang berjalan tanpa mata itu!“Hei, Tuan!”“Apa?!” tanyanya dengan suara rendah.Astaga aura mematikan apa ini. Dia memakai tudung jadi aku kesulitan melihat wajahnya. Ayo tahan Cecilia, dia orang yang menabrakmu. “K-kau harusnya meminta maaf!”“Untuk apa?”Mendengar suaranya membuatku semakin kesal. “Apa maksudmu? Aku akan kehilangan pekerjaan karenamu!”“Cecilia!”Ugh, kenapa wanita itu cepat sekali datangnya. Aku bahkan belum selesai memarahi pria di hadapanku ini.“Kau benar-benar! Keluar dari sini sekarang. Kau di pecat!” seru Nyonya.“Tapi Nyonya dia yang menabrak saya.”“Aku menolak alasan." Tegasnya.Sial, Pria tadi juga hanya diam saja melihatku di usir. Kalau seperti ini aku harus mencari pekerjaan dimana lagi. Selama ini aku hanya hidup seorang diri dengan berkelana dan mencari makan dimana saja. Aku bahkan tidak tahu siapa orang tua yang sudah membuangku itu.Baru saja aku hidup nyaman dengan bekerja di bar tapi karena pria itu semuanya berantakan, aku menyusuri jalanan di ibukota dengan pikiran kemana lagi aku harus pergi. Apalagi rasa sakit kepalaku semakin kuat.“Permisi, Nona?” panggil seseorang yang berdiri tepat di hadapanku hanya beberapa langkah saja kami bisa bertabrakan.Siapa ini? Aku tidak mengenalnya tapi dia terlihat seperti seorang bangsawan. “Ya? Ada yang bisa kubantu?”Dia terlihat seperti orang kaya mungkin aku bisa mendapat uang jika membantunya.“Apa anda mau ikut bersama saya?”“Hah?”Mataku terbelalak mendengar tawarannya. Apa ini motif penculikan baru? Kudengar akhir-akhir ini banyak penculikan gadis untuk di jual.“Seseorang yang saya kenal sepertinya bisa membantumu,” lanjut orang itu.“Maaf, Nyonya. Tapi saya tidak tertarik.”Haduh. Aku harus segera pergi sebelum wanita aneh ini terus mengangguku. Dia bahkan langsung mengajakku pergi begitu saja, apa dia pikir aku bodoh.“Aku akan memberimu tempat tinggal yang nyaman," ujar seseorang yang langsung menghentikan langkahku.Siapa lagi pria yang tiba-tiba muncul itu. Ini benar-benar hari yang sial, setelah di pecat aku harus berurusan dengan penculik. Apa hariku bisa lebih sial lagi? Aku menoleh ke belakang dan seorang pria paruh baya berdiri disana dengan pakaian mewahnya.“Maaf Tuan, tapi-““Aku belum selesai berbicara.”Aku juga belum selesai. Mentang mentang dia lebih tua jadi seenaknya memotong perkataan orang lain.“Aku akan ubah kata-katanya. Apa kau mau menjadi putri angkatku?”Pertanyaannya sukses membuatku terngaga. “Tuan, ugh ... begini ..." Aku memegangi kepalaku rasanya semakin pusing saja. "Saya bukan orang bodoh yang akan langsung ikut karena di beri sebuah permen.”“Aku bisa membuktikan kalau aku bukan orang yang berbahaya. Mari berbicara di tempat yang lebih nyaman.”“Tidak.”“Kau harus ikut denganku.”Dia mengeluarkan sebuah kantong dan memberikannya padaku. Astaga. Apa itu benar-benar uang? Dia membawa satu kantong emas penuh.“Ambil itu,” ucapnya."Tuan, ini ....?" aku tidak tahu apa mereka melihat tanganku bergetar. Uang ini terlalu banyak, apa aku terima saja tawarannya. Lagipula aku sudah tidak punya tempat tinggal."Bagaimana?"Kata orang tidak baik menolak rejeki. Tentu saja aku langsung setuju. Kami melanjutkan pembicaraan di tempat yang lebih tertutup seperti yang dikatakannya. Yaitu di dalam café terbesar di ibukota, lebih tepatnya tempan pribadi yang memang sudah di siapkan khusus. Level orang kaya benar-benar berbeda.“Jadi, apa kita bisa melanjutkannya sekarang?” tanyanya yang kini sudah berhadapan-hadapan denganku.“Tentu saja. Silahkan anda jelaskan detailnya, apa maksud anda mengadopsi saya?”“Sebelumnya perkenalkan saya Marquis Magrita.”“Saya Cecilia, setidaknya orang-orang memanggil saya begitu.”Aku tidak ingat pasti siapa nama lengkapku, nama Cecilia kudapatkan dari tempat pertamaku bekerja.“Baiklah. Cecilia, Sebenarnya kau terlihat begitu mirip dengan putriku yang meninggal setahun yang lalu.”“Putri anda?”“Benar, aku sangat menyayanginya dan ingin melihatnya lagi.”Kalau putrinya sudah mati. Apa itu artinya dia memintaku untuk mengisi posisi putrinya itu hanya karena wajahku yang terlihat mirip? Sekarang dia mulai bercerita banyak tentang putrinya dan sesekali menangis.“Jadi, apa kau bersedia menjadi putri angkatku?”“Saya tidak setega itu membiarkan orang tua yang begitu menyayangi anaknya menangis. Saya akan pergi bersama anda.”“Baguslah. Kita akan kembali setelah kau menghabiskan makananmu. Dan kau bisa memanggilku Ayah mulai sekarang,” ujarnya dengan mata yang masih sembab dan suara serak karena menangis."Iya, Ayah," jawabku.Lagipula buat apa membuang kesempatan emas seperti ini? Dia bangsawan yang kaya, aku hanya perlu berpura-pura jadi anaknya saja dan hidup bergelimang harta.Uang benar-benar yang terbaik.Mereka membawaku keluar dari ibukota dan perjalanan ini membutuhkan waktu empat hari untuk mencapai wilayah Marquis.*****Wah … dari kejauhan saja rumah megahnya sudah terlihat kerlap-kerlip. Aku tidak pernah membayangkan akan hidup di tempat seperti ini sebelumnya.Semua pelayan keluar untuk menyambut kami, benar-benar orang kaya. Aku harus menyembunyikan ekspresiku sebelum air liurku jatuh.“Sekarang ini adalah rumahmu, Cecil.”Aku tidak bisa melepaskan mataku dari kemagahan rumah Marquis ini.“Pelayan antarkan anak ini ke kamar yang sudah di siapkan," perintah Marquis pada seorang pelayan.“Baik, Tuan," jawab pelayan itu.“Nah, Putriku, kau ikuti saja dia. Aku harus mengurus surat adopsimu.”“Iya Ayah.”“Sampai jumpa lagi, Putriku.”Dia mengelus ujung kepalaku dengan lembut, seperti inikah rasanya memiliki seorang ayah?Pelayan itu mengantarku ke sebuah ruangan yang sangat luas, mereka mengatakan bahwa ini adalah kamarku tapi ini terlihat lebih luas bahkan dua kali lipat rumah yang kusewa.“Kami akan berjaga di luar, silahkan bunyikan loncengnya jika anda membutuhkan sesuatu.”“Iya. Terima kasih.”Akhirnya aku punya ruanganku sendiri, astaga kasurnya sangat empuk. Marquis juga memasang foto-foto putrinya di ruangan ini.“Kami benar-benar mirip.”Dari warna mata biru, rambut pirang, bahkan wajah. Tidak akan ada yang curiga jika aku mengatakan bahwa putri marquis kembali hidup. Itu pasti akan menjadi cerita yang menarik. Aku menjadi kaya hanya dalam semalam, jika saja orang tua asliku tahu sepertinya aku harus berterima kasih pada mereka telah mewariskan wajah ini padaku.“Terima kasih sudah membuangku.”****Sudah setahun lamanya sejak aku tinggal bersama Marquis sebagai putri angkatnya, selama itu juga aku sudah menempuh Pendidikan bangsawan yang membuat kepalaku rasanya mau pecah. Banyak sekali hal yang perlu kupelajari.“Bagus, Nona Cecilia. Jika terus seperti ini kita bisa lanjut ke pelajaran berikutnya.”Hari ini aku mempelajari politik di kerajaan Avalon dan harus menghafalkan banyak nama bangsawan. Mungkin ada lebih dari serratus nama bangsawan di tumpukan kertas yang ada di hadapanku ini.“Kau melakukannya dengan sangat baik Putriku, terima kasih atas bimbinganmu Countess Afrina.”Hari ini Marquis memantau ujianku secara langsung, dari dulu dia memang sering datang setiap ujian untuk melihat perkembanganku. Dia selalu memberiku pujian setelah mendapat nilai yang bagus karena berhasil mempelajari semuanya dengan cepat.“Kalau begitu sampai jumpa di kelas berikutnya, Nona Cecilia.”“Iya, terima kasih atas bimbingan anda Countess.”Wanita ini selalu terlihat elegan, bahkan saat memberikan courtesy, dia meninggalkanku bersama Marquis.“Ayah?”“Kerja bagus, Putriku. Apa kau ingin aku membelikan perhiasan baru?” tanya dengan senyum yang selalu membuatku senang."Tidak perlu Ayah, aku senang bisa membuat ayah bangga."Entah sejak kapan aku merubah pikiranku dan mengutamakan Marquis daripada uang ataupun perhiasan. Mungkin karena kebaikan yang terus dia berikan. Aku merasa punya keluarga asli sekarang.“Selamat pagi, Nona cecil,” sapa pengurus kandang kuda begitu melihatku masuk. “Apa anda akan pergi sendirian lagi? Saya tidak melihat kesatria penjaga anda.”“Pagi, Andre. Iya, aku ingin berjalan-jalan ke bukit belakang bersama Lily.”Dia adalah Kuda putih yang di berikan Marquis padaku saat aku menjadi anak angkatnya. “Hai, Lily. Bagaimana keadaanmu?”“Nona, sepertinya dia sangat merindukan anda. Lily bahkan tidak mau di rawat siapapun selain anda,” jawab Andre sembari memberi makan kuda yang lainnya.“Itu karena dia mengenali pemiliknya.” Aku mengeluarkan Lily dari kandang dan membawanya setelah memberinya sebuah apel, dia adalah kuda terbaik yang bisa aku tunggangi. “Ayo kita pergi Lily!”“Hati-hati di jalan Nona!” seru Andre.Kandang kuda itu terletak cukup dekat dengan hutan dan bukit belakang mansion Magrita. Aku bisa langsung melihat bukitnya begitu keluar dari hutan. Ada satu tempat yang sangat sering kudatangi ketika sendirian.Tempat itu adalah taman dandelion yang sangat luas, letaknya ada jauh di atas bukit sehingga cukup tenang dan jarang ada orang yang datang kesana. Angin sepoi-sepoi langsung menyapaku begitu sampai. “Kau lihat Lily? Sangat indah bukan?”Kami berhenti di tengahnya. Tiduran disini sangat nyaman apalagi cuacanya cukup bagus. Kadang semuanya masih terlihat seperti mimpi. “Langitnya sangat indah. Lily, apa kau percaya bahwa dulu orang tua kandungku membuangku? Tapi aku tidak sedih karena sekarang aku mempunyai Tuan Marquis, dia ayah yang baik.”Sepertinya aku akan segera tertidur karena ini sangat nyaman.…….“Bagaimana perkembangan putriku, William?”Seorang pria berkacamata memberikan berkas-berkas yang dibawanya pada Marquis. “Putri sudah mengalami banyak perkembangan. Beliau sudah bisa berjalan meskipun dengan bantuan tongkat.”“Bagus, lanjutkan perawatannya. Aku akan mengurus Cecil. Dia akan berguna untukku."Satu bulan lagi adalah pesta kedewasaanku dan sekarang Marquis memanggilku ke ruang kerja untuk membicarakan tentang persiapannya. Dia memutuskan untuk mengadakan pesta ini semewah mungkin dan akan mengenalkanku kepada para bangsawan Avalon secara resmi sebagai putrinya. Yah, aku tahu dia sangat menyayangi putrinya tapi bukankah terlalu berlebihan untuk merayakan pesta kedewasaan dengan sangat mewah? Dia memberiku berkas rencana pesta yang sudah dia siapkan “Ayah, apa ini tidak terlalu berlebihan?” Marquis yang sedang membaca berkas-berkasnya kini melihat kearahku dan mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu putriku?” “Itu … pesta kedewasaan saya. Bukankan ini terlalu mewah?” Aku suka sih karena ini juga hari bersejarah untukku tapi dengan begitu bukankah para bangsawan akan menganggapku sebagai wanita yang matre. Seorang putri angkat yang menghabiskan uang ayahnya untuk memamerkan kesombongan. Mereka pasti akan berfikir begitu. Kesan pertama mereka padaku saja sudah buruk dan jika dia
"Apa anda melihat saya sedang bermain? Bahkan anak kecil tahu kalau ini bukan tempat bermain. Sepertinya ada yang salah dengan mata anda, Tuan." Dia hampir saja melemparkan palunya dan menggertakkan giginya mendengar jawabanku. "Hah! Memangnya apa yang bisa dilakukan orang rendahan sepertimu?!" Disaat seperti ini pun mereka hanya diam melihatku di permalukan apalagi penjaga yang di berikan Marquis, dia bahkan tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun untukku. "Saya tidak punya kewajiban menjawab pertanyaan Anda, yang saya cari adalah pemilik tempat ini." Wajah pria ini memerah karena marah. "Apa?! Kau mau di pukul ya?!" "Pukul saja." Jika kau memukulku harga dirimu pasti akan jatuh. Dia sudah mengangkat tangannya, jika aku hanya diam pukulan itu akan mengenai wajahku. Kurasa itu cukup setimpal asalkan aku tidak membuat kerusuhan lebih lama. "Berhenti! Apa yang kau lakukan Fleur?!" seru seorang pria yang sedang menuruni tangga. "Tuan?" "Kau akan membuat semua pelanggan kita kabu
Sehari sebelumnya. "Putriku! Apa yang terjadi?!" seru Marquis yang langsung berlari menghampiriku. Kurasa sia-sia aku meminta mereka tutup mulut. Marquis pasti sangat khawatir, dia memelukku dengan tubuhnya yang bergetar. "Aku baik-baik saja Ayah." "Bagaimana bisa kau bertemu dengannya?" "Kami tidak sengaja berpapasan dan ... emm ... itu, sepertinya aku salah mengatakan sesuatu padanya. Tapi Ayah tenang saja. Semuanya sudah selesai dengan baik." "Tidak. Ayah akan membuatnya meminta maaf padamu." Jika kau melakukannya, sepertinya bukan hanya aku yang mati tapi kau juga Marquis. Dia bahkan lebih gila daripada yang dibicarakan rumor. "Tidak. Aku baik-baik saja, Duke juga sudah meminta maaf." Mari hentikan semuanya disini dan jangan bertemu lagi dengannya. Aku juga harus mengurus sisa persiapan pesta. Marquis tidak menjawabku dan hanya menatapku sebentar lalu langsung memelukku lagi. "Baiklah, aku cukup senang dengan melihatmu masih hidup, Putriku." Ah, dia pasti takut kehilangan
Hari ini kepalaku rasanya sangat pusing mengingat pria itu terus saja membuat nyawaku terasa terancam dan Marquis malah menjadikannya pasangan pesta kedewasaanku. Sebenarnya apa yang di pikirkan Marquis? Aku menghela nafas panjang dan menarik perhatian Mario. "Ada yang salah Nona? Apa perlu saja pesankan yang lain?" tanya Mario yang sedang membawa beberapa contoh dekorasi pesta. "Tidak," jawabku. Sepertinya aku harus mencari udara segar sebelum kembali bertemu Duke Arcelio hari ini. Entah kenapa pria itu semakin sering berkunjung. Kurasa dia tidak punya pekerjaan sampai membuang banyak waktu mengancam nyawaku. Apalagi kemarin saat kami selesai makan malam tanpa ada Marquis dia hampir melemparkan pisaunya padaku namun meleset dan justru mengenai pelayan yang berdiri di belakangku. Aku sungguh tidak tahu apa motivasi pria itu hidup. "Mario, aku akan pergi keluar. Tolong sampaikan pada Ayah, aku akan pulang sebelum makan malam bersama Tuan Duke." "Baik, Nona." Hari ini aku pergi b
"Ayah apa maksudnya? Aku bertunangan dengan Tuan Revanov?" Sepertinya bukan hanya aku tapi Revanov pun juga terkejut ketika pertunangan kami di umumkan. Saat kulirik wajahnya terlihat menahan marah. Apa dia benar-benar tidak tahu tentang pertunangan ini? "Ayah akan jelaskan nanti," bisik Marquis padaku. Banyak sekali orang yang memberiku ucapan selamat. Namun tidak satupun dari mereka yang berani berbicara langsung dengan Revanov apalagi dengan wajahnya yang seperti ingin melahap orang hidup-hidup. Bisakah aku hidup dengan orang seperti ini? Membayangkannya saja membuatku merinding. Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa keluar dari ruang pesta dengan Revanov, pria itupun sedari tadi hanya diam. Aku jadi penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. "Apa kau berencana untuk membunuhku?" Aku memberanikan diri untuk mulai berbicara. Kami duduk di tepi air mancur yang ada di taman, ini lebih baik daripada harus menjawab satu persatu pertanyaan para bangsawan di dalam sana. "Kena
Revanov benar-benar membuat keributan dengan ulahnya. Padahal tadi dia terlihat tidak menyukai pertunangan kami, lalu kenapa dia melakukan hal bodoh di depan orang banyak seperti ini. Apa pria juga mengalami perubahan mood yang cepat seperti wanita?Rasanya aku sangat ingin membedah otak gilanya itu."Apa kau melihatnya juga?""Dia benar-benar Duke yang haus darah itu?""Astaga mereka nampak sangat serasi."Dan banyak lagi suara berisik yang mereka buat. Apanya yang serasi? Mereka belum tahu saja bagaimana perlakuan pria ini terhadapanku. Rasanya seperti terombang ambing di lautan kematian. Aku meliriknya yang masih berdiam diri di hadapanku seolah tidak terganggu dengan suara-suara bising itu. "Aku lupa kalau dia tidak normal," gumamku, kali ini gantian aku yang menarik tangannya. "Ikut aku!"Sekuat tenaga aku menariknya dari tengah pesta dan membawanya ke teras. Disini hanya ada sedikit orang yang akan melihat kami. Angin malam yang menerpa membuat rambutku berantakan, aku ingin me
Aku bersyukur kali ini pesta berjalan dengan lancar dan Revanov tidak membuat kekacauan apapun di pesta seperti yang biasa dia lakukan pada pesta-pesta yang lain. Hari ini terasa begitu panjang, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai ukiran indah. "Baguslah mereka menerima hadiah itu dengan baik. Sekarang aku hanya perlu menunggu penjelasan dari Marquis, kira-kira apa yang akan dia katakan?" Kumeraih pisau buah yang ada di atas nakas dan menyembunyikannya di balik gaun sebelum beranjak dari tempat tidur menuju depan cermin. Pantulan wajahku di dalamnya benar-benar sangat jelas karena bulan purnama, bahkan bayangan dari dedaunan di luar juga terlihat. Kupikir wajah ini membawa keberuntungan tapi rupanya malah membawaku pada petaka. "Wajah yang cantik, apa aku harus membuat luka pada wajah ini?" gumamku sembari mengelus pantulan diriku sendiri yang ada di dalam cermin. Lalu detik berikutnya bayangan seseorang ikut terpantul
Ketika aku bangun Revanov sudah tidak ada di kamarku begitu pula jasad pembunuh bayaran itu. Semalam aku pasti sudah ikutan gila, bagaimana bisa kami tidur bersama?! "Permisi Nona," ujar seorang pelayan yang baru saja masuk membawa sarapanku dan air untuk mencuci muka. "Letakkan saja disana. Kau boleh pergi sekarang." "Baik." Perlahan aku beranjak dari ranjang dan membasuh wajahku sendiri yang kini terpantul dalam air di baskom. Aku tidak pernah berfikir bahwa akan ada seseorang yang menyewa pembunuh bayaran seperti semalam. Mereka tidak mungkin utusan dari Marquis. "Haah, siapa lagi yang mencari gara-gara denganku sekarang." Hari ini aku akan menerima surat penyerahan tambang batu bara dari Marquis sekaligus penjelasan tentang pertunangan mendadak yang dia umumkan semalam. Ruang kerjanya nampak sepi tanpa ada Mario ataupun Sillia. "Kau sedang mencari siapa Putriku?" tanya Marquis yang baru saja selesai menandatangani berkasnya. "Dimana Mario dan Sillia?" "Oh, mereka kuberi t