Aku bersyukur kali ini pesta berjalan dengan lancar dan Revanov tidak membuat kekacauan apapun di pesta seperti yang biasa dia lakukan pada pesta-pesta yang lain. Hari ini terasa begitu panjang, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai ukiran indah. "Baguslah mereka menerima hadiah itu dengan baik. Sekarang aku hanya perlu menunggu penjelasan dari Marquis, kira-kira apa yang akan dia katakan?" Kumeraih pisau buah yang ada di atas nakas dan menyembunyikannya di balik gaun sebelum beranjak dari tempat tidur menuju depan cermin. Pantulan wajahku di dalamnya benar-benar sangat jelas karena bulan purnama, bahkan bayangan dari dedaunan di luar juga terlihat. Kupikir wajah ini membawa keberuntungan tapi rupanya malah membawaku pada petaka. "Wajah yang cantik, apa aku harus membuat luka pada wajah ini?" gumamku sembari mengelus pantulan diriku sendiri yang ada di dalam cermin. Lalu detik berikutnya bayangan seseorang ikut terpantul
Ketika aku bangun Revanov sudah tidak ada di kamarku begitu pula jasad pembunuh bayaran itu. Semalam aku pasti sudah ikutan gila, bagaimana bisa kami tidur bersama?! "Permisi Nona," ujar seorang pelayan yang baru saja masuk membawa sarapanku dan air untuk mencuci muka. "Letakkan saja disana. Kau boleh pergi sekarang." "Baik." Perlahan aku beranjak dari ranjang dan membasuh wajahku sendiri yang kini terpantul dalam air di baskom. Aku tidak pernah berfikir bahwa akan ada seseorang yang menyewa pembunuh bayaran seperti semalam. Mereka tidak mungkin utusan dari Marquis. "Haah, siapa lagi yang mencari gara-gara denganku sekarang." Hari ini aku akan menerima surat penyerahan tambang batu bara dari Marquis sekaligus penjelasan tentang pertunangan mendadak yang dia umumkan semalam. Ruang kerjanya nampak sepi tanpa ada Mario ataupun Sillia. "Kau sedang mencari siapa Putriku?" tanya Marquis yang baru saja selesai menandatangani berkasnya. "Dimana Mario dan Sillia?" "Oh, mereka kuberi t
"Kyaaaa!""Nona! Apa yang terjadi?!"Para pelayan dan penjaga berbondong-bondong masuk ke dalam kamarku setelah mendengarku berteriak. Beberapa dari mereka langsung membungkus tubuhku dengan selimut dan sebagian lainnya menutup mulut karena mual melihat mayat seseorang tergeletak di lantai kamarku dengan tubuh yang penuh darah."Danis?""Itu Danis! Ba-bagaimana bisa?"Dalam sekejap keributan menjadi lebih parah, mereka membawaku keluar kamar dan kami berpapasan dengan Marquis yang sepertinya langsung mendapatkan laporan. Wajahnya terlihat sangat marah lalu detik berikutnya berubah khawatir saat melihat tubuhku bergetar."Putriku, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan memeluk erat tubuhku. "Kau pasti sangat terkejut.""A-ayah, danis ... dia ..." Aku menelan ludah jika mengingat mayat yang ada di dalam."Tidak apa-apa, aku yang akan mengurusnya," ujar Marquis menenangkanku. Dia berbalik untuk memerintahkan beberapa penjaga. "Bawa Putriku ke ruangan yang lain.""Baik, Tuan."Mereka membaw
Beberapa saat sebelum kematian Danis.Saat itu Danis sedang membantu untuk mempersiapkan pertemuan resmi pertamaku dengan Revanov setelah pesta kedewasaan. Yah, meskipun pertemuan kali ini hanya akal-akalan yangkubuat bersama Revanov untuk menipunya."Anda terlihat sangat cantik hari ini Nona, Yang mulia Duke pasti akan menyukai anda," ujar Danis dengan tangan yang masih sibuk menata rambutku. "Benarkah? Tapi, aku tidak ingin menikah dengannya, Danis." Wajah lesuku terpantul jelas di dalam cermin hingga membuatnya Danis yang awalnya ceria jadi memasang wajah bingung, aku memang tidak ingin menikah dengan Revanov kalau bukan karena ingin memanfaatkannya. Kupegang tangannya dengan lembut dan mendongak untuk melihat wajahnya. "Apa kau tahu cara untuk memutuskan pertunangan ini?" Dia terperanjat. "Itu tidak mungkin Nona." "Kenapa, Danis? Apa kalian tega memberikanku kepada Duke gila seperti dia?" Danis menurunkan melepaskan genggaman tanganku dengan pelan dan berbalik untuk mengambi
Entah bagaimana ucapan Revanov masih terngiang di pikiranku, sampai aku tidak bisa fokus dengan apa yang di sampaikan Countess Afrina sekarang. Apa sih yang dia maksud dengan berkata seperti itu. Padahal kami sudah memperjelas hubungan ini untuk saling menguntungkan saja, apa dia pikir aku akan menghianatinya jika kami bercerai? "Nona, apa yang sedang Anda pikirkan?" tanya Countess yang membawaku kembali pada kenyataan. "Ah, maafkan saya Countess. Kepala saya terasa pusing, apa kita bisa tunda kelasnya dulu?" Dia meletakkan bukunya dan menghampiriku, di tepuknya pundakku satu kali seolah memberikan semangat. "Anda pasti sangat terkejut, saya tidak menyangka Danis akan melakukan hal seperti itu. Apa anda mau kelasnya kita liburkan dulu?" ucapnya setengah berbisik. Dari luar ruangan juga terdengar suara para pelayan yang sedang membicarakan kejadian Danis dan rencana pembunuhan yang dilakukannya kepadaku. Sungguh, sebenarnya aku tidak menyangka kalau setelah kejadian itu akan ada ba
Sore hari saat di rumah pengrajin.Ketika tiba disana orang-orang menyambutku dengan sangat senang bahkan mereka yang dulu melihat buruk padaku sekarang pandangannya mulai melunak terutama Fleur."Selamat datang, Nona," sambutnya dengan wajah ceria. Kulihat dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya dan nampak malu akan sesuatu."Terima kasih Tuan. Apa ada yang ingin anda sampaikan?" tanyaku begitu melepas tudung yang kugunakan untuk menutup wajah.Aku pergi kesini diam-diam setelah berhasil lepas dari pengawasan Marquis dan Revanov. Mereka masih sibuk membicarakan tentang pernikahan, apalagi Revanov dia terlihat sangat bersemangat."Itu ... saya ingin meminta maaf karena sudah bersikap buruk pada Anda sebelumnya.""Ah, tidak apa-apa. Aku juga sudah melupakannya."Wajahnya menjadi semakin sumringah dia hampir saja memelukku karena reflek jika tidak di tahan oleh Alfonso yang sudah berdiri di belakangnya."Kembali bekerja Fleur, ada banyak pesanan yang menantimu. Maaf membuatmu menu
"Kau datang cepat sekali."Aku beranjak dari ranjang untuk menghampirinya. Dia baru saja membuang bunga yang di bawanya dan melepaskan jubah yang penuh dengan darah. Bau anyir menyeruak dari jubahnya hingga memenuhi ruangan. "Karena aku ingin mendengar rencana apalagi yang ingin kau buat," jawabnya dengan santai. "Bukankah kau meminta informasi tentang putri tunggal Viscount Valerian." Kuberikan berkas yang ada di laci padanya. "Itu adalah data pribadinya, dia juga mengirimkan surat padaku untuk menghadiri pesta minum tehnya." "Kau benar-benar bisa banyak hal." Dia merebahkan diri diatas sofa tanpa mempedulikan tentang darah yang bisa saja menempel disana dan mulai membaca dengan santai. Sampai sekarang aku masih belum tahu tujuan aslinya meminta berkas-berkas seperti itu. "Apa yang akan kau lakukan pada mereka?" "Kau akan segera tahu," jawabnya bahkan tanpa menoleh sedikitpun padaku. Melihatnya terus berada di sini kupikir pria gila itu tidak mempunyai pekerjaan ataupun rasa t
Pagi ini Marquis memanggilku ke ruang kerjanya untuk membereskan masalah kematian Danis. Dia memberiku beberapa berkas tentang penggelapan dana yang terjadi di penginapan."Aku tidak menyangka anak itu akan menusukku dari belakang," ucap Marquis padaku."Saya juga Ayah. Tapi apa yang akan ayah lakukan pada kedua orang tuanya?""Mario dan Sillia tidak akan di hukum berat karena itu murni perbuatan anaknya, mereka akan memberikan kompensasi pada kita."Marquis memegangi kepalanya dan memijat pelan, itu adalah kebiasaan yang dia lakukan ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya. "Lalu, apa ayah sudah menemukan pembunuh itu?" Dia menggeleng pelan. "Masih belum ada petunjuk lagi, aku sudah bekerja sama dengan Duke Arcelio untuk mencarinya, mungkin saja setelah ini akan ketahuan siapa pelakunya.""Tuan Duke pasti kesulitan karenaku. Kalau saja aku bisa membela diri, kalian tidak akan perlu sampai seperti ini.""Meskipun kau bisa bela diri, kejadian seperti ini harus terus di seli